Thursday 24 November 2011

Kekerasan terhadap Perempuan

Komnas Perempuan mencatat sepanjang tahun 2010 kekerasan terhadap perempuan mencapai angka 105.103 kasus, di mana 96% di antaranya terjadi di ranah privat alias di rumah!

Yang patut dicermati berdasarkan temuan Komnas Perempuan tersebut setidaknya ada 2 (dua) hal ;
1. PELAKU KEKERASAN DIDUGA ORANG DEKAT. Kecenderungan sumber, keberadaan pelaku kekerasan terhadap perempuan sebagian besar,  secara ekstrim, yaitu 96% angka yang nyaris mendekati 100%, terjadi di ranah privat. Artinya, perempuan justru mengalami perlakuan yang tidak sepatutnya justru dari orang-orang dekat yang ada di sekitarnya. Catatan Komnas Perempuan yang dilaporkan Harian Kompas (25/11/11) itu memang tidak menyebutkan secara lebih detil siapa saja yang paling sering melakukan kekerasan terhadap perempuan. Namun setidaknya, berdasarkan data tersebut dugaan pelaku kekerasan terhadap perempuan dapat lebih digambarkan.

2. KASUS TERLAPOR vs TIDAK TERLAPOR. Catatan Komnas Perempuan baru menggambarkan kasus yang dilaporkan. Berdasarkan fenomena, gejala yang seringkali terjadi di masyarakat saat ini, kekerasan terhadap perempuan diduga jauh lebih besar dari angka yang dilaporkan.


Ketua Komnas Perempuan mengatakan bahwa "... Perempuan masih enggan untu melaporkan kasusnya ke institusi berwenang karena secara kultural hal seperti ini akan dianggap sebagai membuka aib keluarga." Artinya, secara tersirat terlihat bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah keluarga. Dan perempuan mempunyai banyak pertimbangan untuk tidak menyampaikan masalah kekerasan yang menimpanya.

MENGAPA PEREMPUAN ENGGAN MELAPOR ?
Dugaan kaum perempuan enggan melaporkan masalah kekerasan yang dialaminya, antara lain;

1. Takut. Sudah menjadi fitrahnya, perempuan diciptakan sebagai makhluk yang lemah (secara fisik dibandingkan pria). Kerapnya perlakukan kekerasan yang dialami perempuan membuat mereka belajar dan mempelajari modus juga pola kekerasan yang dialaminya. Bisa jadi, berdasarkan pengalamannya, bila perempuan meminta pertolongan kepada orang lain atas kekerasan yang menimpanya ia justru akan semakin mendapatkan perlakuan yang lebih buruk. Itulah sebabnya perempuan memilih untuk tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya;

2. Malu. Sudah menjadi fitrahnya pula, perempuan adalah makhluk yang sangat perasa. Bila seorang perempuan memilih untuk tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya, bisa jadi karena ia sangat menjaga martabat dan harga dirinya dari cemoohan dan gunjingan orang banyak;

3. Tegar. Fitrah lain seorang perempuan adalah ketegarannya yang melebihi seorang laki-laki. Walaupun perempuan diciptakan sebagai makhluk yang lemah, namun faktanya perempuan memiliki kekuatan lain yang membuatnya mampu bertahan secara lebih baik dripada kaum pria dalam situasi yang penuh tekanan. Itulah sebabnya, perempuan terkesan tahan banting dengan kekerasan yang kerap menimpanya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang  'biasa' yang masih berada di bawah batas toleransi 'ketegaran'nya. Hal ini tentu saja membuat perempuan seperti kehilangan sensitivitasnnya dalam membedakan hal mana yang menjadi patut dan mana yang tidak lagi patut bagi dirinya untuk ditolerir. Dalam hal ini perempuan seolah terperangkap dalam kekuatan dan ketegarannya sendiri yang sungguh dasyat!

4. Mandiri. Perempuan yang merdeka secara mental, spriritual maupun material akan menyikapi kekerasan yang dialaminya jauh lebih cepat walaupun cenderung ekstrim. Kemampuannya untuk hidup secara mandiri dan tidak tergantung dengan orang lain membuat perempuan akan memilih meninggalkan situasi buruk yang dihadapinya tanpa merasa perlu melaporkannya kepada siapapun. Bagi yang sudah menikah, keputusan bercerai mungkin menjadi pilihan solusi yang efektif. Sementara bagi yang belum menikah, meninggalkan rumah, hidup, mandiri dan terpisah dari keluarga pun menjadi tidak sulit dilakukan;

5. Eksekusi. Perempuan yang tidak matang secara mental, mantap secara spiritual dan tidak merdeka secara finansial akan memilih cara ekstrim yang lain, yaitu mengakhiri hidup. Keterbatasan pilihan solusi yang mungkin dimilikinya ditambah lemahnya keimanan menjadikan para perempuan tidak sempat melaporkan kekerasan yang menimpanya dan memilih menyelesaikan masalahnya secara tragis. Duduk perkara yang sebenarnya baru mengemuka disertai bebagai kisah yang menyeruak paska kematiannya. Berdasarkan sejumlah cerita yang sering dijumpai di berbagai media massa saat ini, maka terbayang betapa banyaknya kasus kekerasan yang dialami perempuan dalam kondisi mengenaskan seperti ini.

Gagalnya antisipasi kasus kekerasan terhadap perempuan;

1. GAGALNYA JURU DAMAI. Ketidakmampuan pihak ketiga dari keluarga terdekat berperan sebagai juru damai. Seperti yang dicatat oleh Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan sebagian besar terjadi di ranah privat. Artinya, pelaku kekerasan terhadap perempuan dapat diduga dilakukan orang-orang dekat, yaitu keluarga. Namun bisa jadi, ketidaktahuan masyarakat akan proses penyelesaian yang sesuai dengan ketentuan agama atau nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat belum dimengerti benar. Hakekatnya, setiap perselisihan yang terjadi di dalam sebuah keluarga diupayakan dengan menghadirkan pihak ketiga dari keluarga. Masing-masing pihak yang beselisih dapat menunjuk wakil yang menjadi mediator dalam bermusyawarah. Atau kedua pihak yang berselisih juga dapat bersepakat untuk menunjuk seorang juru damai yang akan membantu menyelesaikan persoalan di antara keduanya secara obyektif dan amanah.

Persoalannya, apabila pihak ketiga tidak mengetahui perannya sebagai juru damai di tengah keluarga manakala ada anggota keluarga yang berselisih maka hal ini menyebabkan kekerasan terhadap perempuan semakin berlanjut.

Persoalan yang terjadi itu sendiri bisa saja adalah hal yang sangat pribadi. Namun kekerasan terhadap perempuan yang menyertai sebuah persoalan, itu adalah soal lain yang patut menjadi perhatian setiap anggota keluarga dan bukanlah sebuah hal yang dapat dibenarkan. Apalagi bila persoalan itu sendiri tidak ada, melainkan sebuah kekerasan itu sendiri yang telah menjadi kebiasaan dan menjadi bagian dari pola interaksi di antara anggota keluarga, itu sungguh merupakan sebuah pemahaman yang sangat keliru dan harus diluruskan. Kekerasan dalam bentuk fisik maupun mental, di mana pun adanya, bukanlah sesuatu yang dibenarkan;

2. Stereotip Keliru kaum Adam. Paradigma yang dianut kaum pria, utamanya masyarakat timur tentang keberadaan perempuan diduga telah mengalami over-perception bahkan missed-perception. Bahwa dalam nilai-nilai Islam laki-laki mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sebagai seorang imam, khusunya keluarga bukan berarti pria boleh menempatkan perempuan secara tidak hormat.

Persoalannya, nilai-nilai kultural timur disertai pemahaman ilmu agama yang tidak paripurna diduga membuat kaum pria sewenang-wenang tehadap kaum perempuan. Dalam kehidupan yang sangat sulit saat ini, diperlukan kedewasaan yang luar biasa disertai kematangan dalam memahami peran masing-masing anggota keluarga. Situasi sulit saat ini bisa jadi turut mendorong kaum perempuan untuk berperan lebih selain sebagai penanggung jawab urusan domestik. Kondisi ini tentu membawa konsekuensi terlewatinya beberapa hal berkaitan dengan aktivitas domestik. Menyikapi hal ini bila kesepakaatn telah dipahami dengan baik sejak awal, tentu kekurangan-kekurangan yang terjadi tidak lagi menjadi persolan yang kemudian menjadi pemicu bagi kaum adam untuk melampiaskan ketidaknyamanan atau keidakpusannya secara kasar, keras atau brutal terhadap perempuan.

Pemahaman kaum adam dalam memahami peran perempuan memgang peranan sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Karena betapapun buruknya degradasi moral yang terjadi dengan bangsa belakangan ini, nilai-nilai kepatuhan perempuan terhadap kaum pria masih menjadi keniscayaan. Artinya, maka pelaku kekerasan terhadap perempuan pun kemungkinan terbesar adalah dilakukan oleh kaum adam, sebagai pihak yang memiliki posisi tawar lebih tinggi dibandingkan perempuan dalam tataran nilai-nilai itu tadi.

Intinya, saat ini kaum pria selayaknya memahami bahwa berbagi peran dalam urusan domestik bukanlah hal yang salah atau merendahkan keberadaan mereka di mata kaum perempuan. Bila kaum adam mengira bahwa kebutuhannya dihormati kaum perempuan daat terwujud dengan mengedapankan kekuatan fisiknya dalam memperlakukan perempuan, maka mereka salah besar. Kaum perempuan akan sangat menghargai kaum pria manakala mereka dapat memperlakukan perempuan dengan hormat dan penuh lemah lembut, bukan sebaliknya, itu kuncinya.

Kekerasan terhadap perempuan akibat missed-recognize
Ketidakpahaman perempuan akan makna kekerasan itu sendiri seringkali membuat perempuan tidak menyadari bahwa sesungguhnya ia telah mengalami kebrutalan perlakuan baik secara fisik maupun mental.

1. Intimidasi. Perhatikan sikap lawan bicara saat terjadi perselisihan. Apabila lawan bicara tidak dapat mengendalikan dirinya dan berbicara dengan mendekatkan tubuhnya ke area privat anda, atau kurang dari 50 cm dengan keberadaan anda, sesungguhnya lawan bicara anda tengah mengintimidasi anda. Sikap seperti ini mungkin disertai dengan mata melotot, tangan menunjuk ke arah wajah anda atau berbicara dengan suara keras dan nada tinggi;

2. Kekerasan fisik. Bila lawan bicara anda mencengkeram pergelangan tangan anda dengan keras, mendorong, menghempas, memukul, menampar, sesungguhnya ia telah melakukan kekerasan fisik kepada anda;

3. Bullying atau menggertak. Bila anggota keluarga anda sering  menghina, melecehkan, mengolok-olok, menyebut anda dengan sebutan yang tidak pantas, sesungguhnya ia telah melakukan tekanan secara mental terhadap anda. Anda dilarang bersosialisasi dengan tentangga untuk arisan, pengajian, bertemu orang tua, bersekolah dalam batas kewajaran tanpa disertai alasan yang rasional atau dibenarkan dalam syariat agama, maka artinya ia melakukan tindakan gertakan mental kepada anda.

BERANI! YANG MAMPU MENOLONG DIRI ANDA PERTAMA KALI ADALAH DIRI ANDA SENDIRI
Tidak perlu takut menghadapi tindakan kekerasan yang anda alami. Sesungguhnya bila manusia tidak melakukan upaya untuk menolong dirinya sendiri padahal ia tahu bagaimana mengupayakannya, maka sesungguhnya ia telah menzalimi dirinya sendiri.

Membela diri sendiri dari tindakan kekerasan bukanlah menyoal urusan gender melainkan perihal kemanusiaan. Pandangan feminis adalah masalah pilihan dan persoalan yang berbeda. Bisa jadi kaum pria sesungguhnya khawatir menghadapi kemandirian perempuan yang berpotensi memiliki pandangam feminis. Padahal tidak semua perempuan memandang pemikiran feminis sesuai dan menjadikannya sebagai pilihannya, bukan?

Intinya BICARA! Bicaralah tentang apa yang anda rasakan agar persoalan dapat diurai dan terselesaikan. Tanpa bicara, persoalan akan semakin pelik dan kekerasan akan semakin menjadi. Jangan ragu meminta bantuan kepada orang tepat. Pilihlah orang yang berilmu (agama), sehat mental-spiritual, dewasa, adil dan amanah. Selamat berjuang Perempuan Indonesia dan tetaplah kuat sepanjang masa!

Published with Blogger-droid v2.0.1