Sunday 3 May 2015

BALADA BEROBAT SALAH KOSTUM

Ceritanya ....


Catatan kali ini adalah berkisah tentang pengalaman saya, suka duka saya saat berobat ke dokter di sebuah rumah sakit bereputasi baik, dekat rumah. Apapun kejadiannya, semua cerita ini bukan komplen, bukan juga marah, apalagi seriusan segala sesuatunya. Asli semua ceritanya bukan settingan, tapi ga usah diambil serius maksudnya. Rekaman kejadian-kejadian ini lebih sebagai pengalaman saja bagi saya agar memperbaiki diri. Kalau lucu dan menghibur buat yang baca ya Alhamdulillah. Kalau nyebelin dan lebay, ya mohon maaf yaaa ....

JADI ....

Ceritanya daku pergi berobat Jumat, 24 April 2015, menemui spesialis tulang (orthopaedic). Persoalannya, saat pergi berobat itu, aslinya daku sedang tidak enak badan akibat mriang sejak kamis sore. Akibatnya, Jumat pagi pun ga bisa bangun karena badan menggigil sepanjang malam, dan kepala sakit hingga pagi hari. Lantas, sakitnya meriang kenapa perginya ke orthopaedic ... ?

Nah ... berawal sejak lebaran tahun lalu, daku kan diopname tuh di Tegal, gegara tiba-tiba badan meriang, badan ngilu seluruh engselnya dan buku-buku jari tangan, kaki, pergelangan tangan & kaki lemes semua. Anehnya, kelar opname, hampir 3 (tiga) bulan setelahnya lutut kaki sebelah kanan tuh berasa sakit luar biasa. Alhasil, selama berbulan-bulan itu pula daku jadi susah sholat, susah jalan. Sholat dilakukan sembari selonjoran kaki, dan bangun dari sholat pun harus dibantu orang.

Sekarang, beberapa minggu menjelang ramadhan, daku pun jadi sedikit gusar. Pasalnya ini kaki sakitnya belum kelar juga sudah hampir setahun berjalan. Maka mumpung 'libur' (tepatnya sih karena meriang) itulah saya menyempatkan diri ke dokter spesialis tulang untuk cari tahu sakitnya apa'an ....

NORMALNYA ORANG SAKIT

Normalnya sakit ala saya itu, kalo sedang sakit ya penampakan seada-adanya. Biasanya saya rapi kalau ngantor doank, selebihnya, bakal seada-adanya, ke mall ya ga dandan yang gimana gitu. Nah, terburuk ya penampilan saya saat sakit.

Dulu, saat saya sakit kepala gara-gara sinusitis, saya pernah dilecehin dokter specialis THT dan dianggap ga mampu bayar biaya berobat, lantaran ya itu, saya menduga penampilan saya saat ke dokter super duper dekil banget. Laaaaah ... giliran ini kali ke dokter lagi, hal ini terulang lagi. Bukan dilecehinnya, tapi penampilan super duper dekilnya itu yang tak termaafkan ....

MATI GUE, SALTUM !

Singkat cerita, saya disaranin oleh klinik kantor untuk menemui orthopedist alias dokter spesialis tulang, sebut saja Dr. Fulan yang katanya praktek di rumah sakit dekat rumah. Nah, saat Jumat, 24 April saya datang mencari dokter yang dimaksud, ternyata dokter tersebut ga ada. si petugas pendaftaran bilang, adanya "Dokter Fulani". Oke deh, itu juga ga apa, jawab saya enteng. Siapapun deh dokternya, ga penting juga, lawong saya ga tahu dan ga punya referensi apa-apa tentang dunia perdokteran ....


Maka menunggu giliranlah saya untuk dipanggil. Tiba giliran saya dipanggil masuk ruang periksa, "Oh, noooooo ... ! Mati gue, gue saltum !" Sementara di hadapan saya ada seorang dokter ganteng, muda, dan asli bikin saya mati gaya. Sialnya, siang itu saya cuma pakai baju seadanya, baju jersey korea warna coklat, bukan warna gw banget, ma kerudung bodo warna gold dengan payet kampung beli di pasar (kebayang donk), plus sandal japit biru merek bata Rp. 99.000,- ! Itu pun masih ditambah dengan kebiasaan saya yang ga pernah dandan, kecuali kondangan ! Sempurna ... lengkaplah sudah !

Dan, dimulailah tanya-jawab itu, keluhan saya apa, penyebabnya apa, kapan kejadiannya, olah raga saya apa, hingga periksa fisik, kondisi lutut saya. Dan selama tanya-jawab itu, saya pun beberapa kali gelagepan ga bisa jawab lantaran gagal fokus gegara terganggu wajah gantengnya. Gini deh rekamannya ....


Dokter ganteng : "Boleh saya lihat lututnya, Bu ?" (Buseeeet, gue dipanggil "Bu")
Saya                 : "Waduh, kaki saya isinya cakaran kucing, dok ..." jawab saya bego.
Dokter ganteng : "Ga pa-pa, Bu, saya cuma mau lihat lututnya kok, bukan mau lihat kulitnya..."

Pohon toge mana pohon toge, gue mending bunuh diri deh daripada malu begini. Asal tahu aja ya, daku nih kan item asli ya, jadi kebayang dunk kakiku tuh itemnya no excuse deh. Sementara itu dokter putihnya seperti pualam. Jangan tanya halusnya itu telapak tangannya ! Daku masih bisa rasakan kelembutan tangannya seperti bantalan tangan bayi ! Dan kini, daku terpaksa dengan suka rela mengangkat rok hingga di atas lutut untuk memberi kesempatan jari-jari tangan dingin si ganteng itu mengobservasi area lutut saya. Sementara itu, mata saya pun memandang tembok, hopeless tak berdaya ....





"KALO KAMU ..."

Senin, 26 April 2015, pukul 13:00 wib, berbekal hasil rongten dan MRI, saya pun kembali duduk manis menunggu giliran konsul hasil foto. Nah ... hari itu tak mau mengulangi kesalahan yang sama, daku datang agak rapihan lah. Aslinya senin tuh pakai seragam putih item. Tapi seperti biasa, saya ga pernah tuh pakai putih item, standar adalah blus putih dan rok pink, titik. Maka hari itu, saya pilih kebaya encim putih bordir baby pink berkamisol plus kain batik dililit disertai kerudung warna senada, baby pink, plus high heels stiletto kesayangan. Dan siang itu pun, beliau menyapa saya dengan "kamu" ... bukan "ibu" lagi. Hahahaha ....

Kesimpulannya, saya disarankan melakukan operasi pada selaput ligament di lutut sebab bila tidak potensi pada pengeroposan tulang secara dini. Lalu kami pun berembug soal jadwal operasi. Sementara saya terdiam beberapa saat bingung mikirin jadwal kuliah dan mobilisasi pasca operasi, saya cuma mikirin perlu operasi secepatnya, minimal Rabu, 28 April 2015. Tiba-tiba sang dokter mengusulkan, "Gimana kalau hari Rabu ?"

Tuing, tuiiiing ... "Asli dok, dari tadi saya juga mikirin hari yang sama karena saya mesti pertimbangkan jadwal kuliah" jawab saya hepi gitu. Jadilah kami sepakat operasi hari Rabu, 28 April 2015 sekitar pukul 13:00 wib.

KLEPEK-KLEPEK

Alhasil, sang dokter minta maaf karena memundurkan jadwal operasi ke hari Kamis, 29 April 2015 pukul 14:00 wib. Hikmahnya, Selasa saya masih bisa ngantor, sounding ma petugas admin kantor perihal rencana operasi saya, dan di hari Rabu saya bisa ngacir cari second opinion.

Maka di hari operasi itu, request saya, minta sebisa mungkin paramedis di ruang operasi adalah perempuan, dan minta tidak pakai kateter. Dan si ganteng bener-bener komitmen loh, penuhi requestku itu. Daku juga minta selama operasi tetap memakai pakaian dalam ! Ini dokter sungguh super sabar dan penuh pengertian ! Bukan cuma itu, daku masuk ruang operasi tetap memakai kerudung (bukan topi operasi), membawa pashmina untuk menutupi tanganku (selain selimut) dan gadget !

Jam 09:00 pagi saya pun masih di rumah dan paramedis ruang operasi sudah telpon saya bolak-balik sementara urusan rumah belum rapi. Akhirnya, persis pukul 10:00 wib saya pun tiba di meja pendaftaran rawat inap.

Seorang diri, saya masuk kamar, beberes dan mandi (lagi). Persis jam 13:00 wib, di atas kasur saya pun didorong memasuki ruang operasi, juga seorang diri, ga ada yang antar. Transit di area tunggu operasi, saya menahan kantuk sebenarnya, sehingga sempat nyaris tertidur.

Saat terkantuk-kantuk itulah, si dokter ganteng nan baek hati itu tahu-tahu sudah berdiri di samping tempat tidur. 



Dokter : Bla, bla, bla ... (menjelaskan soal operasi, seperti biasa saya gagal fokus, abai)
Saya    : "Kok ngos-ngosan, dok ? Dari mana ?"
Dokter : "Hm ... Tadi dari klinik ..." sambil badannya gerak-gerak khas orang ngos-ngosan. (Klinik adanya di lantai 1 sisi kanan tengah RS, sementara ruang operasi lantai 2 sisi kiri depan).
Saya    : "Lari, dok ?"
Dokter : "Iya ... "

Klepek-klepek deh gue keGRan ... meleleh seperti coklat .... hahahahaha ....

"YOU DECIDE ..."

Di ruang operasi, berbaju operasi warna hijau botol dan topi operasi warna biru muda plus masker, gantengnya nih dokter tetep ya kelihatan dari balik kacamata beningnya. Bulu matanya lentik bingits !

Beberapa saat menjelang operasi, sudah di atas meja operasi, kami belum juga sepakat soal anastesi. Pasalnya, saya ga mau pakai kateter. Maka amannya ya bius total. Tapi saya mau tetap lihat proses operasi melalui layar tv, sebagaimana yang diceritakan sang dokter di awal, "Kita bisa nonton bareng ... " Emang tanding bola, nobar ?

Akhirnya ....

Saya    : "You decide, doc ..."
Dokter : "Me ? Decide ?"
Saya    : "Yup"
Dokter " "Okay, GA ..." katanya sambil instruksi ke dokter anastesi. "Bobo aja ya ? Nti hasilnya tetep saya ceritakan ke kamu. Deal ?" tanyanya sambil give me five, kasih lima jari tangan kanannya tanda setuju ....
Saya    : "No ..."
Dokter : "No ? Why ?"
Saya    : "Because I will not be able to see your (beautiful) face, doc. Let's make it in spinal (bius local pinggang ke bawah), doc ..."
Dokter : "Okay, spinal, ga usah pakai kateter, conditional aja ..." instruksinya ke dokter anastesi dan suster.

Dan, dokter anastesi pun menghampiri dan saya mulai memiringkan badan ke kanan untuk disuntik anastesi. Sementara itu, saya sibuk panggil-panggil lagi itu dokter, "Doc, where are you ?" Tangan saya memberi tanda agar beliau berdiri di depan saya, agar saya berasa aman. Dan beliaupun duduk di antara kedua (maaf) paha saya selama 2 (dua) jam operasi berlangsung. Dan selama operasi itu pula, sesekali tangan kanannya sibuk di lutut, sementara tangan kirinya di telapak kaki saya sibuk menggerak-gerakan untuk mendapat celah yang pas di area lutut agar beliau dapat melakukan reparasi pada selaput ligament lutut saya dengan sempurna.

Di awal tayangan live operasi itu, saya sempat ga berani lihat ya, sebab banyak darah di tv nya. Jadi saya balik ke tab saya, melanjutkan membaca Ar Rahman. Lalu beliau mulai cerita ini apa, itu apa, sekarang sedang diapain, dan seterusnya, hingga kelar. "Alhamdulillah, well done, good job, doc. Thank you ..." saya berterima kasih.

HP KETINGGALAN

Sedihnya, dioperasi Kamis, sementara Jumatnya libur Mayday kan sesuatu banget. Asli, saat menentukan jadwal operasi saya tidak memperhitungkan tanggalan merah. Yang saya pikirin cuma jadwal kuliah, gimana pergi ke kampus pasca operasi dan gimana ngantornya ke karawang. Alhasil, mendapati kenyataan bahwa Jumat libur, pastinya dokter ga visit, ya sedih banget, karena ini badan rasanya ga karu-karuan. Bukan lututnya yang sakit, tapi kepala dan perutnya ....

Tiba di kamar rawat inap kelar operasi kemarin, saya sempat muntah-muntah karena saking pusing dan mualnya. Sejak di kamar operasi saya sudah berasa langit - langit ruang operasi berputar-putar. Badan saya bahkan sampai berguncang-guncang dan gigi gemrutuk karena menggigil kedinginan. Maka saat muntah-muntah di kasur, air mata bercucuran, saya pun sesenggukan ....

Sang dokter ditelpon pun tak bisa sebab ternyata HP beliau tertinggal di ruang operasi. OMG ! Nasib gue ....

Tiba-tiba, menjelang sholat Jumat beliau muncul di kamar membawa semacam deker panjang untuk di kaki. Terburu-buru, beliau mengukur deker sebelum dipasang dari paha hingga betis saya. Tak lama, beliau pergi tanpa menanyakan kondisi saya lebih detil. Iyalah, libur ....

"MAY I ... ?"

Sabtu masih pagi saat itu sekitar pukul 10:00 beliau datang. Seperti biasa, beliau selalu membiarkan perawat masuk kamar saya terlebih dulu, memberi tahu saya bahwa dokter akan visit, lalu suster keluar, barulah sang dokter masuk dengan memberi salam, "Assalamualaikum ..."

Pagi itu beliau membuka perban di lutut, membersihkan area lutut paska operasi, dan menunjukkan hasil operasi yang ternyata sangat baik dan rapi. Dua titik dengan benang menyembul warna biru telihat di sana. "I prefer to have the pink one, doc ..." ujar saya. Dan beliau pun merespon sambil tertawa, yang seperti biasa tidak saya ingat ngomong apa ....

Lalu beliau mulai mengganti plester, menutupi lutut saya lagi dengan perban, memasang deker hingga selesai. Dan sepanjang proses itu ....

Saya : "May I take a picture of you, doc ?"
Dr     : "Why ?"
Saya  : "Because you are good looking ..."
Dr     : "Ha, ha, ha ..." I think he was confused, mad, whatever, but I keep taking pictures of his beautiful face. Amazing ... !

"BUKANNYA INI MINGGU, DOK ?"


Terbiasa bangun sebelum subuh, membuat saya pun terbangun sejak pukul 03:45 wib pagi walaupun lagi tepar begini. Saya pun mandi, ganti pakaian dan sudah Wangi baby cologne sajak pukul 08:00 pagi.

Hampir copot jantung saya, saat tiba-tiba sekitar pukul 09:00 saya mendengar suara bass sang dokter mendekat dan memasuki kamar saya. Dengan setelan hem biru lengan pendek agak kotak2 kecil2 dan celana abu2 gelap, tahu-tahu beliau sudah ada di depan saya. Dan saya, seperti biasa gelagepan, terkaget-kaget, ga siap.

Spontan ....

Saya : "Bukannya ini hari minggu, Dok ?"
Dr    : "Iya, saya ada operasi pagi ..."

Lucunya, beliau selalu jawab ya, pertanyaan-pertanyaan saya yang ga penting itu ? Tapi asli itu pertanyaan memang pengen tahu, bukan mengada-ada .... 

Beliau lalu memperagakan cara memakai tongkat, berjalan beberapa langkah, dan saya malah sibuk memperhatikan dan memandangi wajah ganteng dan mata indahnya. Somfereeeeeeettt ... !!!

Seperti biasa, beliau selalu bertanya, "Ada lagi yang mau ditanyakan ?" Saya cuma bilang, lutut saya baik-baik saja. Tapi tampaknya saya mulai stress karena sakit maag mulai muncul intensif. "Oooh ... ya sudah nanti dikasih obat ya ?" katanya. Sementara saya memilih menghindari minum obat. "Yakin ga mau saya kasih obat ?" tanyanya lagi. "Iya dok, ga pa, nanti kalau saya perlu, saya akan minta ..."

KESIMPULANNYA

Begitu deh ... Dua kali mengalami insiden yang tak terlupakan berurusan dengan dokter di rumah sakit yang sama. Pertama dilecehin karena super dekil penampilannya saat datang berobat. Kedua, ga pede sendiri, gegara lagi-lagi karena penampilan saat datang berobat seperti biasanya seada-adanya.

Hikmahnya, mulai sekarang, pergi ke mana saja tetap harus rapi. Rapi itu bukan mahal. Tapi rapi, bersih, tetap menarik, ga dekil. Karena bagaimana kita merepresentasikan diri kita, maka begitulah orang lain akan menghargai dan memperlakukan kita.

Tapi kasus dengan ini dokter terakhir, agak beda. Menurut saya beliau tergolong sangat sopan dan tidak under estimate pasiennya walaupun penampakannya sangat dekil. Beda dengan dokter pertama yang saya temui, dokter THT. Saat saya datang lagi untuk periksa sudah dalam keadaan sehat, beliau sudah tidak mengenali saya lagi. Karena memang sayanya sudah berpakaian jauh lebih rapi, pulang kantor, bersepatu tinggi.

Biasa mobilitas tinggi, jalan tidak pernah pelan, (saya choleric melancolic sejati), ngapa-ngapain mandiri, jadi begitu tidak berdaya seperti ini rasanya sungguh numb. Setiap kali melakukan therapy adalah satu-satunya kesempatan saya bisa tipu-tipu hati dengan becanda dengan para therapist, atau penolong yang antar-jemput saya ke kamar - ruang rehab. Sembari ngayal saya bilang kepada mereka, "Kalau saya mau sembuh optionnya cuma 2 (dua), dokter ganteng itu ikut saya, atau saya ikut dokter ..." Hahaha ... kami pun tertawa sama-sama. Menertawakan kebegoan saya pastinya. Kamfreeeeeett ....  :p

Jadi ya intinya, jangan dipelihara deh kebiasaan tampil dekil, jangan juga diulangi pergi ke dokter dengan penampilan dekil. Sebab ga semua dokter baik dan memperlakukan kita dengan pantas dan maklum kan ... ? Lagian, tidak semua di antara kita seberuntung saya, ga milih-milih dokter, tahu-tahu dapatnya dokter ganteng dan baik hati, beyond my expection. Memang ga expect apa-apa sih aslinya, lawong cuma mo berobat aja yaaa ....

But for sure, he is such as an adorable doctor, anyway. On the contrary, he is absolutely a bad doctor for me for particular reason. His gentle attitude and beautiful face makes me on worse condition, actually. He is just too good to be true ! Hahahaha ...  :p

Well, have a great day everyone !