Wednesday 14 December 2011

LIKE MOTHER LIKE SON

Keluarga 1

Sebuah keluarga memiliki seorang anak laki-laki. Tentu saja sang anak begitu dekat dengan ibunya, apalagi sang ibu tidak bekerja kantoran. Ibunya sangat lemah lembut, anggun & penuh perhatian.
Umumnya anak tunggal, sang anak dibesarkan dengan penuh keistimewaan. Bahkan sang ibu memanggilnya dengan sebuah sebutan sayang seperti nama perempuan alih-alih mencerminkan kemanjaan seorang anak lelaki yang luar biasa. Cara sang ibu memanggil sang anak pun semakin menjadikan sang anak sebagai pribadi yang kurang berkharakter untuk ukuran seorang lelaki.
Saat sang anak semata wayang ini menikah, drama mengenaskan pun bergulir. Sang anak tidak mampu tampil sebagai pemimpin dalam keluarga. Ia menjadi lelaki dewasa yang hanya bisa bekerja mencari uang tanpa tahu hal lainnnya. Sebagai seorang lelaki dewasa ia tak ubahnya seorang robot yang tidak punya inisyatif apa-apa tentang urusan rumah. Semua hal mengenai kegiatan yang menyangkut keduanya inisyatifnya lebih sering datang dari sang istri yang pekerja keras dan cekatan. Pada akhirnya pertikaian pun bagai neraka bagi keduanya. Mereka pun berpisah.
Keluarga 2

Sebuah keluarga mempunyai 2 (dua) orang anak yang kesemuanya lelaki. Keduanya sangat dekat dengan ibunya yang seorang wanita karir. Sebagai anak-anak yang dibesarkan oleh seorang ibu yang wanita karir, kedua anak lelaki itu tumbuh sebagai lelaki yang cerdas dan luwes dalam interaksi sosial. Namun saat anak lelaki tertua menikah, persoalan klasik pun muncul.

Sang ibu begitu sayangnya sehingga merasa sangat khawatir kalau-kalau pendapatan anaknya tidak mencukupi untuk menghidupi istrinya. Maka sebuah rumah pun dihadiahkan kepada sang anak. Tak cukup sampai di situ, sang ibu pun turut berupaya mendatangkan seorang pembantu bagi keluarga baru itu. Tak tanggung-tanggung, si pembantu baru pun diajarinya secara telaten seluruh pekerjaan hingga resep masakan kesukaan anak lelakinya. Segera setelah si pembantu mulai bisa dilepas secara mandiri, sang ibu hampir setiap hari memonitor dan mengatur menu masakan bagi keluarga baru itu. Sang anak tak dibiarkan hidup mandiri. Sang menantu? Tentu invalid dibuatnya. Hahahaha....

Keluarga 3

Sebuah keluarga yang lain memiliki 3 (tiga) orang anak yang semuanya juga laki-laki. Ketiganya begitu dekat dengan ibunya yang berperan penuh sebagai ibu rumah tangga. Begitu besar cintanya kepada anak-anaknya, sang ibu tidak pernah memberikan tanggung jawab apa pun kepada ketiganya mengenai pekerjaan rumah. Bagi sang ibu, tugas utama anak-anak adalah belajar, urusan selebihnya adalah tanggung jawab ibunya. Hasilnya, ketiga anak lelaki itu memang tumbuh menjadi anak-anak yang pintar secara akademis. Ketiganya berhasil diterima kuliah di perguruan tinggi negeri bergengsi di berbagai kota besar di Indonesia.

Sosok ibu yang sederhana dan lugu, membuat ketiga anak lelaki itu tumbuh menjadi anak yang juga baik dan tak kalah polosnya. Persoalannya, orang hidup tak hanya butuh baik, tapi juga perlu kedewasaan dalam berpikir, bersikap, berperilaku sebagai makhluk sosial.

Kebiasaan ibu yang tidak banyak bicara dan jarang berinteraksi sosial pun menurun kental pada ketiga anak lelakinya. Ketiganya tumbuh menjadi pribadi yang pasif, introvert, selalu menghindari kegiatan interaksi sosial yang tidak memiliki passion atau antusiasme serta spirit yang tinggi.

Sang ibu yang tidak bekerja kantoran praktis mempunyai waktu lebih banyak bagi suami dan anak-anaknya. Pastinya, sang ibu pun lebih fleksibel mengikuti ritme kegiatan anak lelakinya. Alhasil, ketiga anaknya tumbuh sebagai anak yang jam aktivitasnya tidak tertib (umum) dan tidak selaras dengan orang lain kebanyakan.
Saat anak pertama menikah, persoalan klasik yang muncul mudah ditebak. Sang anak lelakinya tidak mandiri, tidak siap pakai sebagai sebuah tim pasangan suami istri, karena tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Padahal lazimnya pasangan muda saat ini yang keduanya bekerja, mereka tidak memiliki pembantu. Praktis, semua urusan rumah perlu dilakukan berdua, bersama-sama, bahu-membahu, saling membantu.

Namun dengan kondisi sang anak lelaki yang tidak siap pakai ini, maka pertikaian pun tak terhindarkan. Ketidakpedulian sang anak lelaki sebagai suami dalam memainkan perannya secara optimal sebagai tim dalam rumah tangga membuat sang istri babak belur karena kelelahan akibat peran gandanya sebagai pekerja sekaligus pembantu. Hahahaha...

Saat anak yang lain menikah, kisahnya tak kalah menakjubkan. Sang ibu masih menyuapinya makan, padahal usianya sudah lebih dari 30 tahun! Lucunya, sang ibu mengeluhkan kebiasaan buruk sang anak itu. Menurutnya, kalau ia (sang ibu) mati, bagaimana? Kalau sudah begini, kira-kira siapa yang salah ya? Seperti apa peraaan istrinya memiliki suami yang anak mami seperti itu? Terlihatlah betapa rasa sayang orang tua yang amat besar kadang justru mendatangkan persoalan, tidak saja bagi si anak yang bersangkutan, tapi juga bagi orang lain....

Keluarga 4

Sebuah keluarga memilki 5 (lima) orang anak yang kesemuanya laki-laki. Saat dua anak pertama lahir, perekonomian keluarga masih jauh dari mewah. Akibatnya anak-anak tidak terlalu dekat dengan orang tuanya, baik ayah maupun ibunya, karena mereka melalui masa kanak-kanak yang demikian berat, kerasnya hidup.

Saat anak ketiga hingga kelima lahir, perekonomian keluarga mulai membaik. Maka ketiganya tidak melalui proses yang sama dengan kedua kakaknya saat melewati masa kanak-kanaknya. Kedekatan ketiganya dengan orang tuanya jauh berbeda dengan kedua kakaknya. Namun ada hal yang menarik pada perbedaan keduanya.

Kekerasan hidup yang dilalui kedua anak pertama, menjadikan keduanya sebagai anak yang sesungguhnya lebih 'humble' untuk ukuran tingkat perekonomian keluarga mereka yang tergolong mewah saat ini. Mereka pun terbiasa melakukan pekerjaan urusan domestik, walaupun alasannya lebih karena raa takut dan segan kepada orang tuanya. Namun setidaknya mereka tahu apa yang harus dikerjakan, memainkan perannya dalam keluarga, membantu menyelesaikan pekerjaan domestik sekalipun. Hal ini tidak dimiliki oleh ketiga anak yang lain yang lahir belakangan....

Keluarga 5

Sebuah keluarga memiliki 3 (tiga) orang anak yang kesemuanya laki-laki. Kedua orang tua anak-anak itu bekerja dan keluarga mereka tidak memiliki pembantu. Ketiganya sangat dekat dengan ibunya, pasti.

Saat ibunya dalam perjalanan pulang kantor, siapa pun anak yang telah berada di rumah lebih dulu akan menghubungi ibunya dan bertanya sudah sampai mana? Tiba di rumah, sang anak sudah memasak nasi, anak yang lain langsung membuat teh hangat untuk ibunya, sementara anak lain sudah memasak.

Saat anak tertua berhasil diterima di sebuah lembaga pendidikan pemerintah berikatan dinas, sang ibu tiada henti berurai air mata menahan kerinduannya. Padahal mereka tinggal di kota yang sama tak lebih dari 10 km jarak yang memisahkan kedua ibu dan anak ini. Setiap kali sang ibu berupaya menghubunginya, sang ananda menjawabnya melalui pesan singkat dan membesarkan hati ibunya untuk tidak perlu merasa khawatir tentang keadaannya dan terus-menerus berupaya menghubunginya.

Saat sang anak lulus pendidikan dan telah menerima gajinya yang pertama, sang anak pun membagi rezekinya dengan kedua adiknya. Kisah berikutnya, kedua adiknya pun melihat sosok sang kakak sebagai teladan dan berniat mengikuti jejaknya....

LIKE MOTHER LIKE SON

Demikianlah, kadang manusia memaknai perhatian dan kasih sayang tidak dengan bijaksana. Akibatnya, sang ibu bukannya mendidik anak-anak lelakinya sebagai lelaki sejati, namun justru sebaliknya, menjadikannya sebagai anak mami yang menjengkelkan.

Jadi ibu harus 'pintar' dan 'berilmu'. Mengapa? Karena ibu adalah madrasah pertama yang ditemui anak dalam belajar mengenai hidup. Mendidik dan membesarkan anak pun seyogyanya tidak terkotak-kotak. Pada hakekatnya manusia hidup tidak hanya perlu pandai secara akademis, tapi juga dituntut mampu berinteraksi sosial serta kemandirian untuk melakukan kegiatan normal seorang manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Anak yang tumbuh dewasa namun tidak mandiri, bukan saja menjadikannya tergantung pada orang lain, tapi juga berpotensi tidak bertanggung jawab karena menganggap hal yang demikian itu bukanlah salah satu kemampuan yang perlu dikuasai setiap manusia sebagai individu. Demikianlah, like mother like son, bagaimana sosok ibunya, ya begitu pula lah sosok anak lelakinya. Karena umumnya anak lelaki memang sangat dekat dengan ibunya. Jadi, seperti apakah anda membesarkan jagoan-jagoan anda? Sudah jadi laki-laki sejatikah mereka?



Published with Blogger-droid v2.0.1


ANAK TAK BISA MEMILIH

Seorang anak tidak mengidolakan ayahnya. Karena sejak kecil yang ia temui adalah ayahnya yang sering berhutang dan selalu berbohong sedang tidak berada di rumah kala sang penghutang datang menagihnya. Si anak merasa malu karena apa yang ditemuinya di rumah berbeda dengan nilai-nilai yang diajarkan di sekolah. Begitu seringnya sang anak menyaksikan kebohongan ayahnya, sampai-sampai berpuluh tahun kemudian hal tak pantas itu masih melekat dalam ingatannya.


Seorang anak tidak menghargai ayahnya. Karena ayahnya melampiaskan kekesalan pada ibunya justru kepadanya. Saat sang ibu melakukan kesalahan, sang ayah tidak mampu menerima realita dan menanggung kekecewannya terhadap istrinya sehingga menumpahkan kekesalannya pada sang anak. Sang anak pun menilai bahwa cinta membuat ayahnya buta dan tidak mampu berpikir rasional. Sang anak mendapati ayahnya tidak ksatria dan tidak lebih dari seorang pengecut yang memalukan karena menjadikan anak sebagai korban di antara pertikaian kedua orang tuanya.


Seorang anak tidak meneladani orang tuanya. Karena saat sang anak dipaksa untuk mengaji, ia tidak melihat orang tuanya shalat 5 waktu dalam kesehariannya.


Seorang anak tidak menghormati ayahnya. Karena ayahnya memimpin keluarganya dengan otoriter dan kerap mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk didengar. Bila sang ayah marah, kata-kata kotor dan merendahkan meluncur bertubi-tubi di telinga dan sangat menyakitkan hati. Sang ayah pun kerap memukul dan menampar. Sikap buruk sang ayah yang tidak penyayang dan lemah lembut sangat melukai dan membekas dalam hati sang anak hingga ia dewasa.


Seorang anak tidak merasa dekat dengan ibunya. Karena ibunya tidak pernah mengajaknya bicara sebagaimana seorang ibu bicara dari hati ke hati kepada anak-anaknya. Sang anak pun kecewa karena ibunya menjadi orang yang tidak bisa diandalkan sebagai penengah di tengah-tengah sikap otoriter ayahnya. Ibunya hanya mengajarkannya untuk menurut, menurut, dan menurut. Sang anak tidak diperkenankan menyampaikan pendapatnya. Pun, sang anak tidak dapat mengharapkan pertolongan sang ibu atas sikap ayahnya yang sangat intimidatif.


Seorang anak tidak merindukan ibunya. Karena ibunya tidak membiarkan sang anak memiliki privasinya. Sang ibu menganggap sang anak tidak berhak untuk menentukan teritorinya sebagai individu yang berhak pula dihargai kemerdekaannya sesuai porsinya sebagai anak dalam keluarga. Sang ibu selalu menganggap sang anak tidak berhak atas apapun di rumah bahkan untuk hal normatif konvensional dalam wilayah keluarga.


Seorang anak tidak ingin menjadi seperti ibunya. Karena ibunya bukan madrasah utama sebagaimana yang teman-temannya suka ceritakan tentang sosok ibunya. Sang anak belajar hidup tanpa pernah didampingi ibunya dengan petuah-petuahnya yang menenangkan dan bijaksana.


Seorang anak tidak ingin menjadi seperti ayahnya. Karena ayahnya seringkali melarang sang anak melakukan sesuatu dengan alasan mengada-ada dan tidak masuk akal.


Seorang anak tidak merindukan ibunya. Karena ibunya membedakan perhatiannya secara nyata satu sama lain di antara anak-anaknya. Sang anak menilai bahwa ketidakadilan bukanlah sesuatu yang mengganggu, melainkan ketidakjujuran sang ibu untuk mengakui ketidakadilannyalah yang membuat sang anak kecewa. Kedua orang tuanya sama tidak dewasa dalam sikapnya.


Seorang anak tidak mempercayai ayahnya. Karena ayahnya tidak mau belajar dari kekeliruannya. Sang ayah merasa anak tidak berhak untuk memberikan pencerahan kepada orang tua. Sang ayah beranggapan orang tua akan selalu lebih berilmu ketimbang anak-anaknya. Sang ayah murka bila sang anak menyampaikan realita, bahwa sang ayah telah salah dalam melangkah. Sang ayah sangat sombong untuk mengakui kekeliruannya. Akibatnya, sang ayah melakukan kesalahan yang sama, lagi, lagi, dan lagi, dan sang anak harus menanggung resikonya lagi, lagi, lagi dan lagi. Dan sang ibu alih-alih membaktikan dirinya sebagi seorang istri yang sholehah, mengamini saja setiap kesalahan yang sama yang dilakukan suaminya, tanpa pernah berani mengingatkan kesalahannya.


Sang anak tidak membanggakan orang tuanya. Karena sang anak selalu berhadapan dengan orang tuanya yang sangat egois dan tidak rasional atas setiap keputusan yang dibuatnya atas diri anak-anaknya. Sang anak juga harus menanggung risiko akibat kecerobohan yang disebabkan oleh kedua orang tuanya. Sang anak telah kehilangan ikatannya terhadap kedua orang tuanya karena mereka telah tidak bertanggung jawab atas berbagai masalah yang dibuatnya yang memaksa sang anak harus mencari jalan keluarnya sendiri.


Sang anak merasa sangat tidak aman dalam menjalani hidupnya karena orang tuanya gagal menjaganya. Sang anak merasa orang tuanya telah mendatangkan banyak persoalan dalam hidupnya, dengan menanamkan nilai-nilai yang mendorong dan membentuk kharakternya menjadi seorang dengan kepribadian yang tidak menyenangkan. Akibanya, sang anak selalu menghadapi persoalan dalam melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya.


ANAK TAK BISA MEMILIH

Seorang anak, dilahirkan ke dunia tidak bisa memilih siapa orang tuanya. Seorang anak menjalani proses menjadi dewasa sebagai reaksi atas aksi yang dilakukan oleh orang tuanya. Seorang anak tidak bisa membentuk kharakternya sendiri, melainkan karena terbentuk oleh sikap alami dalam merespon sikap orang tuanya.


Seorang anak yang tidak mengidolakan orang tuanya menjadi kehilangan profil yang dihormatinya. Sang anak akan memilih orang lain untuk berbagi cerita. Dalam hal yang demikian ini, anak yang tidak dekat dengan orang tuanya, sangat rentan melakukan kesalahan. Saat sang anak tidak menemukan figur ayah yang pantas menjadi teladan, maka sedikit saja sang anak melihat kebaikan seorang pria, maka sang anak akan dengan mudah terpedaya. Karena sang ayah tidak memperlakukan sang anak dengan perlakuan yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.


Akibatnya, semakin porak porandalah hidupnya. Sang anak tumbuh menjadi dirinya sendiri yang hanya mempercayai kemampuannya sendiri. Karena sepanjang hidupnya, dalam pertumbuhannya, sang anak tidak menemui lingkungan dan perlakuan yang layak diperolehnya sebagai seorang anak. Orang tuanya justru memperlakukan sang anak sabagai obyek penderita.


Orang tuanya yang pembohong dan tidak ksatria, membuat sang anak tidak mudah percaya pada siapa pun. Kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua, membuat sang anak mengharapkan kasih sayang yang berpotensi salah dan datang dari orang yang tidak tepat.

Kerapnya orang tua berkata-kata yang tidak pantas, membuat sang anak menjadi tak kalah keras kepribadiannya, tidak cengeng, tapi juga tak mau dikalahkan untuk apa pun sepanjang ia berpegang pada nilai-nilai yang benar, nilai-nilai yang tidak pernah diindahkan, ditumbuhkan oleh kedua orangtuanya. Ketidakadilan yang dirasakan sang anak menjadikannya tumbuh sebagai pribadi pemberontak atas ketidakadilan yang ia rasakan sepanjang hidupnya.


Akhirnya, sang anak menyadari bahwa ia menjadi anak yang tidak diharapkan sejak awal kehadirannya. Bisa jadi kelahirannya di dunia merupakan sebuah akibat yang menyebabkan ia menanggung kelelahan hati semenjak dalam rahim ibunya.


Sang ibu yang hamil muda dengan penuh beban dan tidak bahagia, mungkin tidak menyadari betapa kuatnya ikatan yang emosional yang mampu dialirkan melalui kalbu sang ibu kepada janinnya. Kekecewaan seorang ibu semasa kehamilannya, penderitaanya, keputusasaannya, penyesalannya, dan segala persoalannya telah mempengaruhi kondisi kejiwaan jabang bayi yang dikandungnya....


ANAK BERJUANG KARENA RASIONALITASNYA

Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang demikian pun tumbuh sebagai seorang dewasa yang menemui banyak persoalan dalam interaksi sosialnya. Sang anak begitu dendam dengan segala hal yang tidak benar, tidak layak, tidak pantas, tidak adil, tidak aman yang sejak kecil ia temui.


Sang anak berjuang keras dengan rasionalitasnya. Betapa pun buruk perlakuan orang tua kepadanya, sudah kewajibannya sebagai makhluk beradab dan bertuhan, maka ia harus mencintai dan menghormati orang tuanya ! Dengan keimanannya, sang anak mengerti sepenuhnya bahwa sudah menjadi garisnya, setiap anak wajib mencintai dan mendoakan orang tuanya, tanpa syarat!


Sang anak berjuang keras karena tanpa ia sadari selama berpuluh tahun, nilai-nilai buruk yang ia peroleh telah mengkristal dalam pikiran, sikap dan perilakunya. Sang anak tidak mau semua hal buruk itu berlanjut lagi pada anak-anaknya kelak, menanggung derita sebagai anak yang selalu diabaikan, direndahkan, tidak dianggap, tidak didengar, tidak diharapkan.


Hanya keimanan yang mampu menjaganya, betapa pun itu masih saja merupakan sebuah jihad yang akan terus berlangsung hingga akhir hayatnya. Sang anak menyadari perjuangan

Thursday 24 November 2011

Kekerasan terhadap Perempuan

Komnas Perempuan mencatat sepanjang tahun 2010 kekerasan terhadap perempuan mencapai angka 105.103 kasus, di mana 96% di antaranya terjadi di ranah privat alias di rumah!

Yang patut dicermati berdasarkan temuan Komnas Perempuan tersebut setidaknya ada 2 (dua) hal ;
1. PELAKU KEKERASAN DIDUGA ORANG DEKAT. Kecenderungan sumber, keberadaan pelaku kekerasan terhadap perempuan sebagian besar,  secara ekstrim, yaitu 96% angka yang nyaris mendekati 100%, terjadi di ranah privat. Artinya, perempuan justru mengalami perlakuan yang tidak sepatutnya justru dari orang-orang dekat yang ada di sekitarnya. Catatan Komnas Perempuan yang dilaporkan Harian Kompas (25/11/11) itu memang tidak menyebutkan secara lebih detil siapa saja yang paling sering melakukan kekerasan terhadap perempuan. Namun setidaknya, berdasarkan data tersebut dugaan pelaku kekerasan terhadap perempuan dapat lebih digambarkan.

2. KASUS TERLAPOR vs TIDAK TERLAPOR. Catatan Komnas Perempuan baru menggambarkan kasus yang dilaporkan. Berdasarkan fenomena, gejala yang seringkali terjadi di masyarakat saat ini, kekerasan terhadap perempuan diduga jauh lebih besar dari angka yang dilaporkan.


Ketua Komnas Perempuan mengatakan bahwa "... Perempuan masih enggan untu melaporkan kasusnya ke institusi berwenang karena secara kultural hal seperti ini akan dianggap sebagai membuka aib keluarga." Artinya, secara tersirat terlihat bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah keluarga. Dan perempuan mempunyai banyak pertimbangan untuk tidak menyampaikan masalah kekerasan yang menimpanya.

MENGAPA PEREMPUAN ENGGAN MELAPOR ?
Dugaan kaum perempuan enggan melaporkan masalah kekerasan yang dialaminya, antara lain;

1. Takut. Sudah menjadi fitrahnya, perempuan diciptakan sebagai makhluk yang lemah (secara fisik dibandingkan pria). Kerapnya perlakukan kekerasan yang dialami perempuan membuat mereka belajar dan mempelajari modus juga pola kekerasan yang dialaminya. Bisa jadi, berdasarkan pengalamannya, bila perempuan meminta pertolongan kepada orang lain atas kekerasan yang menimpanya ia justru akan semakin mendapatkan perlakuan yang lebih buruk. Itulah sebabnya perempuan memilih untuk tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya;

2. Malu. Sudah menjadi fitrahnya pula, perempuan adalah makhluk yang sangat perasa. Bila seorang perempuan memilih untuk tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya, bisa jadi karena ia sangat menjaga martabat dan harga dirinya dari cemoohan dan gunjingan orang banyak;

3. Tegar. Fitrah lain seorang perempuan adalah ketegarannya yang melebihi seorang laki-laki. Walaupun perempuan diciptakan sebagai makhluk yang lemah, namun faktanya perempuan memiliki kekuatan lain yang membuatnya mampu bertahan secara lebih baik dripada kaum pria dalam situasi yang penuh tekanan. Itulah sebabnya, perempuan terkesan tahan banting dengan kekerasan yang kerap menimpanya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang  'biasa' yang masih berada di bawah batas toleransi 'ketegaran'nya. Hal ini tentu saja membuat perempuan seperti kehilangan sensitivitasnnya dalam membedakan hal mana yang menjadi patut dan mana yang tidak lagi patut bagi dirinya untuk ditolerir. Dalam hal ini perempuan seolah terperangkap dalam kekuatan dan ketegarannya sendiri yang sungguh dasyat!

4. Mandiri. Perempuan yang merdeka secara mental, spriritual maupun material akan menyikapi kekerasan yang dialaminya jauh lebih cepat walaupun cenderung ekstrim. Kemampuannya untuk hidup secara mandiri dan tidak tergantung dengan orang lain membuat perempuan akan memilih meninggalkan situasi buruk yang dihadapinya tanpa merasa perlu melaporkannya kepada siapapun. Bagi yang sudah menikah, keputusan bercerai mungkin menjadi pilihan solusi yang efektif. Sementara bagi yang belum menikah, meninggalkan rumah, hidup, mandiri dan terpisah dari keluarga pun menjadi tidak sulit dilakukan;

5. Eksekusi. Perempuan yang tidak matang secara mental, mantap secara spiritual dan tidak merdeka secara finansial akan memilih cara ekstrim yang lain, yaitu mengakhiri hidup. Keterbatasan pilihan solusi yang mungkin dimilikinya ditambah lemahnya keimanan menjadikan para perempuan tidak sempat melaporkan kekerasan yang menimpanya dan memilih menyelesaikan masalahnya secara tragis. Duduk perkara yang sebenarnya baru mengemuka disertai bebagai kisah yang menyeruak paska kematiannya. Berdasarkan sejumlah cerita yang sering dijumpai di berbagai media massa saat ini, maka terbayang betapa banyaknya kasus kekerasan yang dialami perempuan dalam kondisi mengenaskan seperti ini.

Gagalnya antisipasi kasus kekerasan terhadap perempuan;

1. GAGALNYA JURU DAMAI. Ketidakmampuan pihak ketiga dari keluarga terdekat berperan sebagai juru damai. Seperti yang dicatat oleh Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan sebagian besar terjadi di ranah privat. Artinya, pelaku kekerasan terhadap perempuan dapat diduga dilakukan orang-orang dekat, yaitu keluarga. Namun bisa jadi, ketidaktahuan masyarakat akan proses penyelesaian yang sesuai dengan ketentuan agama atau nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat belum dimengerti benar. Hakekatnya, setiap perselisihan yang terjadi di dalam sebuah keluarga diupayakan dengan menghadirkan pihak ketiga dari keluarga. Masing-masing pihak yang beselisih dapat menunjuk wakil yang menjadi mediator dalam bermusyawarah. Atau kedua pihak yang berselisih juga dapat bersepakat untuk menunjuk seorang juru damai yang akan membantu menyelesaikan persoalan di antara keduanya secara obyektif dan amanah.

Persoalannya, apabila pihak ketiga tidak mengetahui perannya sebagai juru damai di tengah keluarga manakala ada anggota keluarga yang berselisih maka hal ini menyebabkan kekerasan terhadap perempuan semakin berlanjut.

Persoalan yang terjadi itu sendiri bisa saja adalah hal yang sangat pribadi. Namun kekerasan terhadap perempuan yang menyertai sebuah persoalan, itu adalah soal lain yang patut menjadi perhatian setiap anggota keluarga dan bukanlah sebuah hal yang dapat dibenarkan. Apalagi bila persoalan itu sendiri tidak ada, melainkan sebuah kekerasan itu sendiri yang telah menjadi kebiasaan dan menjadi bagian dari pola interaksi di antara anggota keluarga, itu sungguh merupakan sebuah pemahaman yang sangat keliru dan harus diluruskan. Kekerasan dalam bentuk fisik maupun mental, di mana pun adanya, bukanlah sesuatu yang dibenarkan;

2. Stereotip Keliru kaum Adam. Paradigma yang dianut kaum pria, utamanya masyarakat timur tentang keberadaan perempuan diduga telah mengalami over-perception bahkan missed-perception. Bahwa dalam nilai-nilai Islam laki-laki mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sebagai seorang imam, khusunya keluarga bukan berarti pria boleh menempatkan perempuan secara tidak hormat.

Persoalannya, nilai-nilai kultural timur disertai pemahaman ilmu agama yang tidak paripurna diduga membuat kaum pria sewenang-wenang tehadap kaum perempuan. Dalam kehidupan yang sangat sulit saat ini, diperlukan kedewasaan yang luar biasa disertai kematangan dalam memahami peran masing-masing anggota keluarga. Situasi sulit saat ini bisa jadi turut mendorong kaum perempuan untuk berperan lebih selain sebagai penanggung jawab urusan domestik. Kondisi ini tentu membawa konsekuensi terlewatinya beberapa hal berkaitan dengan aktivitas domestik. Menyikapi hal ini bila kesepakaatn telah dipahami dengan baik sejak awal, tentu kekurangan-kekurangan yang terjadi tidak lagi menjadi persolan yang kemudian menjadi pemicu bagi kaum adam untuk melampiaskan ketidaknyamanan atau keidakpusannya secara kasar, keras atau brutal terhadap perempuan.

Pemahaman kaum adam dalam memahami peran perempuan memgang peranan sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Karena betapapun buruknya degradasi moral yang terjadi dengan bangsa belakangan ini, nilai-nilai kepatuhan perempuan terhadap kaum pria masih menjadi keniscayaan. Artinya, maka pelaku kekerasan terhadap perempuan pun kemungkinan terbesar adalah dilakukan oleh kaum adam, sebagai pihak yang memiliki posisi tawar lebih tinggi dibandingkan perempuan dalam tataran nilai-nilai itu tadi.

Intinya, saat ini kaum pria selayaknya memahami bahwa berbagi peran dalam urusan domestik bukanlah hal yang salah atau merendahkan keberadaan mereka di mata kaum perempuan. Bila kaum adam mengira bahwa kebutuhannya dihormati kaum perempuan daat terwujud dengan mengedapankan kekuatan fisiknya dalam memperlakukan perempuan, maka mereka salah besar. Kaum perempuan akan sangat menghargai kaum pria manakala mereka dapat memperlakukan perempuan dengan hormat dan penuh lemah lembut, bukan sebaliknya, itu kuncinya.

Kekerasan terhadap perempuan akibat missed-recognize
Ketidakpahaman perempuan akan makna kekerasan itu sendiri seringkali membuat perempuan tidak menyadari bahwa sesungguhnya ia telah mengalami kebrutalan perlakuan baik secara fisik maupun mental.

1. Intimidasi. Perhatikan sikap lawan bicara saat terjadi perselisihan. Apabila lawan bicara tidak dapat mengendalikan dirinya dan berbicara dengan mendekatkan tubuhnya ke area privat anda, atau kurang dari 50 cm dengan keberadaan anda, sesungguhnya lawan bicara anda tengah mengintimidasi anda. Sikap seperti ini mungkin disertai dengan mata melotot, tangan menunjuk ke arah wajah anda atau berbicara dengan suara keras dan nada tinggi;

2. Kekerasan fisik. Bila lawan bicara anda mencengkeram pergelangan tangan anda dengan keras, mendorong, menghempas, memukul, menampar, sesungguhnya ia telah melakukan kekerasan fisik kepada anda;

3. Bullying atau menggertak. Bila anggota keluarga anda sering  menghina, melecehkan, mengolok-olok, menyebut anda dengan sebutan yang tidak pantas, sesungguhnya ia telah melakukan tekanan secara mental terhadap anda. Anda dilarang bersosialisasi dengan tentangga untuk arisan, pengajian, bertemu orang tua, bersekolah dalam batas kewajaran tanpa disertai alasan yang rasional atau dibenarkan dalam syariat agama, maka artinya ia melakukan tindakan gertakan mental kepada anda.

BERANI! YANG MAMPU MENOLONG DIRI ANDA PERTAMA KALI ADALAH DIRI ANDA SENDIRI
Tidak perlu takut menghadapi tindakan kekerasan yang anda alami. Sesungguhnya bila manusia tidak melakukan upaya untuk menolong dirinya sendiri padahal ia tahu bagaimana mengupayakannya, maka sesungguhnya ia telah menzalimi dirinya sendiri.

Membela diri sendiri dari tindakan kekerasan bukanlah menyoal urusan gender melainkan perihal kemanusiaan. Pandangan feminis adalah masalah pilihan dan persoalan yang berbeda. Bisa jadi kaum pria sesungguhnya khawatir menghadapi kemandirian perempuan yang berpotensi memiliki pandangam feminis. Padahal tidak semua perempuan memandang pemikiran feminis sesuai dan menjadikannya sebagai pilihannya, bukan?

Intinya BICARA! Bicaralah tentang apa yang anda rasakan agar persoalan dapat diurai dan terselesaikan. Tanpa bicara, persoalan akan semakin pelik dan kekerasan akan semakin menjadi. Jangan ragu meminta bantuan kepada orang tepat. Pilihlah orang yang berilmu (agama), sehat mental-spiritual, dewasa, adil dan amanah. Selamat berjuang Perempuan Indonesia dan tetaplah kuat sepanjang masa!

Published with Blogger-droid v2.0.1

Sunday 23 October 2011

Komersialisasi ASI vs Donor ASI

Saya tidak ingat lagi kapan persisnya saat saya membaca secara sepintas artikel mengenai donor asi untuk pertama kali. Saat itu yang terlintas dalam benak saya adalah, "Bagaimana hukumnyaa..?"

Tiba-tiba pagi ini saya menemukan akun seseorang dalam salah satu jejaring sosial mengenai kebutuhan donor asi bagi keluarganya. Saya pun kembali berpikir.

Dalam Al Quran, Surat Al Baqarah ayat 233 ditegaskan, "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Pengelolaan donor asi saat ini dikelola layaknya perusahaan profesional. Pengelola bahkan menyediakan jasa pengantaran (deliveri) untuk permintaan asi. Sungguh menarik.

Bagaimana hukumnya?
Sebagaimana dalam ditegaskan dalam Al Quran, mensusukan anak kepada orang lain tidaklah berdosa. Di sisi yang lain, kemudahan Islam dalam memfasilitasi keterbatasan yang dialami para ibu yang produksi asi-nya sedikit memiliki konsekuensi atau tanggung jawab yang tidak hanya mengenai orang tua si anak yang disusi tapi juga menyangkut masa depan anak yang telah disusui tersebut, yang relatif tidak mudah.

Menyangkut hal itu, Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa hukum sesusuan tidak akan mengenai orang tua & si anak apabila:
1. Tidak menyusu langsung;
2. Menyusu selama 5 (lima) hari bertutut-turut;
3. Anak berusia kurang dari 2 tahun;
4. Bayi tidak makan apapun kecuali minum asi

Terlepas dari persoalan tersebut, hal yang lebih mendasar mengenai pengelolaan donor asi adalah pada filosofinya. Pada hakekatnya, pemberian asi kepada anak yang bukan darah dagingnya menyebutkan "tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut." Manakala kegiatan ini telah dilakukan secara komersial, maka bagaimana dengan hukumnya kemudian?

Tidak ada yang gratis dalam hidup ini? Mungkin saja. Makna kata "donor" itu sendiri adalah sesuatu yang diberikan secara suka rela dan cuma-cuma. Kenyataannya, untuk mendonorkan darah bagi keluarga sendiri pun kita dipungut biaya.

Sebaliknya, hukum memberikan ASI dalam Islam disebutkan untuk "memberi pembayaran menurut yang patut." Maka apakah pengelolaan bantuan asi ini masih pas disebut sbg donor asi? Wallahualam bisawam....
Published with Blogger-droid v1.7.4

Monday 10 October 2011

Wuakakak

Wuakakak... Hidup ini... Sungguh lucu. Tak ada keadilan di muka bumi ini... Keadilan hanya milik Tuhan. Masa sih? Terus tugas manusia tuh ngapain dunk yaaa...?
Published with Blogger-droid v1.7.4

Friday 7 October 2011

Kangen Si Jembrong




Si Jembrong lahir sekitar November tahun lalu, 2010. Ibu Si Jembrong adalah Si Lala, kucing rumahan turun temurun yang dibawa, diungsikan dari Bandung.

Tapi Sabtu malam, 24 September 2011, sekitar pukul 21.15 wib Si Jembrong meninggal. Jembrong sakit terserang virus calisa yang sangat mematikan.

Aku merasa sangat bersalah karena banyak alasan. Tepat seminggu sebelumnya aku sempet ngajak Si Jembrong arisan di Pejaten Village. Berangkt sejak jam 11.00 wib siang Si Jembrong kelihatan sekali tidak nyaman dan kepanasan selama di perjalanan naik si jeruk yang berpendingin udara sekalipun.

Arisan selesai lepas duhur, sepertinya Si Jembrong tersiksa sekali karena suara mall yang sangat berisik terlebih saat kita makan. Si Jembrong pun tidak mau makan. Kami sempat foto berdua sesungguhnya. Dan Si Jembrong juga banyak digendong penyayang kucing yang lain selama arisan. Si Jembrong jadi primadona dan rebutan banyak orang untuk digendong dan dibelai-belai.

Dari arisan, Si Jembrong masih aku ajak halal bil halal si jeruk di pondok indah. Kami baru pulang lepas maghrib. Si Jembrong masih tidak mau makan dan minum....

Tiba di bintaro Si Jembrong langsung aku bawa ke dokter dan sempat disuntik. Sayangnya resep dokter sengaja tidak aku tebus karena aku sudah kecapean karena pergi seharian. Apalagi Si Jembrong ya? Dan aku pun lupa untuk menebud resep Si Jembrong sampai esok harinya dan menganggap Si Jembrong akan baik-baik saja.

Jumat siang, 23 September 2011 lepas jumatan aku ditelpon bapak katanya Si Jembrong sakit sudah lemes sekali. Setelah minta tolong sana-sini akhirnya Si Jembrong bisa diantar ke dokter dan langsung diinfus.

Segera setelah pulang kantor aku langsung mampir nengok si Jembrong yang ternyata kondisinya sudah sangat payah & lemah. Aku memang selalu berusaha memberi semangat Si Jembrong. Dan Si Jembrong selalu merespon sapaanku dan berupaya keluar dari kandangnya walaupun terhuyung-huyung. Dan saya harus membujuknya agar mau kembali berbaring agar infusnya dapat mengalir baik.

Saat itu aku selalu bilang, walaupun sakit Jembrong tetap kucing yang paling cantik di dunia. Virus calisa menyebabkan air liur terus mengalir keluar dari mulut Si Jembrong serta mengeluarkan aroma yang anyir. Aku juga selalu mengajak Si Jembrong mengaji, membaca Surat Al Fatihah dan terus beristighfar.

Esok paginya, nafas Si Jembrong semakin keras bunyinya dan Si Jembrong tampak semakin susah bernafas. Si Jembrong pun dibantu dengan oksigen agar dapat bernafas. Semalam kandangnya pun sempat diberi lampu penghangat karena suhu tubuh Si Jembrong sempat menurun.

Pagi itu aku sempat besuk Si Jembrong 2x dan mengusapkan air zam-zam. Tapi nampaknya Si Jembrong juga terkena virus vip yang menyebabkan tubuhnya dipenuhi cairan di area abdomennya. Si Jembrong semakin kritis.

Menjelang siang aku pamit sama Jembrong mau jemput ibu di blok m. Aku bilang, segera setelah jemput ibu aku akan besuk Jembrong lagi. Aku selalu membesuk dan meninggalkan Si Jembrong di dokter dan menyapanya dengan "Assalamualaikum".

Tepat jam 21:00 wib aku besuk Si Jembrong lagi. Kondisinya sudah sangat payah. Aku memaksa dokter untuk mengeluarkan Jembrong supaya bisa mengobrol di meja periksa di ruang dokter.

Saat Jembrong sudah dibaringkan, Jembrong masih saja berusaha untuk berdiri. Air mata aku sudah tidak tertahan lagi. Aku mendekatkan wajahku ke wajah Si Jembrong sambil bicara, "Jembrong, kalau Jembrong sudah tidak kuat, tidak apa-apa. Kalau Jembrong sudah mau pulang, tidak apa-apa, yang ikhlas ya. Aku minta maaf lupa menebus obat. Aku minta maaf suka slentik kuping Jembrong kalau Jembrong pupup sembarangan di dapur. Maafin aku ya Jembrong aku tidak memperhatikan Jembrong saat di awal sakit di kemarin..." aku berlinang air mata. Subhanallah... Jembrong bereaksi terhadap setiap ucapanku. Jembrong mengerti loh kalau aku minta maaf dan Jembrong bereaksi dengan mengatupkan kedua matanya dengan lemah setiap kali aku bertanya. Aku terus mencium kebingnya.

Setelah pembicaraan yang sangat dekat itu... Aku pamit pulang....

Si jeruk baru saja naik ke car pot dan mesin belum juga kumatikan. Telepon seluler sudah berdering dari dokter. Aku tanya, "Si Jembrong meninggal ya, dok?" Drh. Endang memastikan dengan sanga menyesal.

Aku segera kembali ke dokter menjemput Si Jembrong yang sudah terbungkus koran di dalam dus bersiap untuk dilakban. Aku meminta dokter untuk mengeluarkanya. Si Jembrong pun kembali dikeluarkan dari dalam dus dan dengan hati-hati dilepaskan dai bungkusan koran....

Aku ga tahan lagi... Lihat tubuh Jembrong yang sudah tidak bernyawa. Melihat bulunya yang panjang sangat indah putih hitam kuning coklat keemasan... Ekornya yang lebat membuat Si Jembrong semakin cantik.

Sambil terus menangis aku meraih jasad Si Jembrong dalam pelukan. Tubuhnya masih hangat dan lembut. Aku menggendongnya terus sambil mengendarai si jeruk tiba di rumah.

Maka tengah malam itu pun saya sibuk mencari satpam untuk menggali kubur untuk Si Jembrong. Berbalut handuk mandi ukuran sedang, Si Jembrong aku kuburkan... Menghadap kiblat dan wajahnya pun mencium tanah. Semua makhluk ciptaan Allah SWT adalah Islam... Begitu pun Si Jembrong.

Hingga hari ini rasa menyesal seperti masih di hati. Si Jembrong yang suka menggigit kabel telepon hingga semua kabel ponsel ku pun putus tak bisa dipakai. Suaranya yang lembut dan wajahnya yang innocent membuat aku selalu kangen Si Jembrong.

Selamat jalan Jembrong sayang... Maafkan aku yaa... Demi Allah maafkan aku bila aku lalai menjagamu. Selamat berjumpa Allah SWT Sang Pencipta... Di surga... I love you Jembrong... Terima kasih sudah memaafkan kesalahanku... Assalamualaikum.
Published with Blogger-droid v1.7.4

Monday 22 August 2011

MAKSUD HATI ....

Maksud hati ingin pindah kerja, apa daya tangan tak sampai. Maksud hati ingin ga' ada di sini lagi, apa daya tak mungkin melampaui fitrah sebagai istri dan sebagai seorang muslim.

Menghabiskan waktu hampir sepuluh tahun lamanya di tempat yang sama, tanpa kemajuan yang 'nendang' sungguh sangat menguras energi. Semua isi hati terkuras untuk berkompromi, bertoleransi dengan semua kemandekan ini.

Tapi sepuluh tahun hampir lamanya waktu terbuang begitu sia-sia. Saya tidak berkesempatan melakukan apa-apa. Saya tidak berkesempatan mengembangkan diri dan kemampuan saya. Saya merasa sangat tidak berguna.

COMFORT ZONE YANG MENGERIKAN
Begitu banyak keuntungan untuk tetap berada di sini. Nama besar, pasti. Keamanan, apalagi. Nyaris tak pernah terdengar pegawai dipecat di sini, kecuali untuk hal yang sangat merugikan dan karena melakukan kesalahan yang prinsip. Bahkan jarang pula terdengar ada pegawai yang mengundurkan diri. Kalaupun ada, angkanya bisa dihitung dengan jari tangan.

Mungkin hanya di sini, pegawai berhak cuti besar 3 (tiga) bulan lamanya setiap 6 (enam) tahun sekali. Itu pun masih diberi uang saku 1 (satu) bulan gaji. Itu pun bila hak cuti besarnya tak ingin dinikmati semua, masih bisa dijual dengan kompensasi uang lagi.

Bila pasangan berdinas di luar daerah/negeri, bahkan pegawai boleh cuti di luar tanggungan perusahaan setahun lamanya dan bisa diperpanjang. Kelar itu, pegawai bisa balik lagi bekerja di sana. Menginjak usia 56 tahun, mengakhiri masa tugas, maka uang pensiun akan dinikmati setiap bulannya.

Kesehatan, nyaris 100% ditanggung. Bahkan pegawai perempuan pun tidak lagi dikategorikan sebagai lajang. Maka pegawai perempuan berhak atas biaya pengobatan bagi keluarganya hingga 3 (tiga) orang anak.

Gajian, haduuuuhhh ... hampir 20 kali gaji dalam setahun ! Di sini, gajian dibagi dalam 2 (dua) termin, setiap tanggal 15 dan tangal 30, enak kan ? Pinjaman, paling lama 5 (lima) tahun sekali ada pinjaman lunak yang besarnya mencapai 5-10 kali gaji mungkin, cukup signifikan-lah maksudnya. Makan, gratis makan siang !

Masih banyak berderet kenikmatan yang bisa dirasakan bila berada di sini. Jam kerja yang sangat ramah buat keluarga, keberadaan kantor pusat di daerah yang super duper strategis, bingkisan sembako setiap lebaran, koperasi yang bisa dihutang langsung potong gaji, dan lain-lain dah ! Tapi hidup 'kan bukan cuma itu ? Bahkan hidup prioritasnya 'kan bukan itu ? Keutamaan hidup itu kedamaian, ketenangan, kebahagiaan hati karena ridho Allah SWT. Dan itu bukanlah hal yang mudah .....

OUT OF THE BOX or OUT OF THE BOSS ?
Hahahaha ... Tapi hidup ini kan tidak selamanya melulu soal uang ? Betul, manusia butuh uang. Tapi uang bukan segala-galanya. Kebahagiaan bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan uang.
Menurut Teori Maslow, kebutuhan manusia yang tertinggi adalah aktualisasi diri, mengekspresikan diri, menunjukkan kemampuan dirinya agar bermanfaat bagi lingkungannya. The problem is, I cann't do it here.

Maybe, this has been a wrong place for me. Although I have been wasting my time almost for ten year here. But I am sure that I will find another good place with a better environment and brighter future.

Above of all, having a job is such a big thing that deserve to be grateful. Alhamdulillah. But on the other hand, we have to do something that giving ourselves getting better as a human being. We will not wasting time for doing nothing, won't we ? Having our own money without real working is so weird. It's not fair.

ONCE MISTAKE ?
Bagai kejatuhan durian runtuh, di hari yang sama 2 (dua) tawaran pekerjaan yang jauh lebih hebat datang suatu hari. Sekuat hati berjuang meyakinkan suami dan orang tua. Saya menginnginkan kesempatan ini. Ini memang bukan yang pertama. Begitu sering kesempatan itu datang. Tapi begitu sering pula 'permintaan' menghadang. Permintaan untuk bertahan. Maka kali ini, saya sungguh-sungguh ingin dimengerti ....

Maybe I was wrong, maybe not. I know what I want. I know that I have a good ooportunity. I know that I can compete. But on the contrary I just can't make it happen.

Is it a mistake being a moslem ? Or would it be more mistake being a moslem wife ? I am so sure with all I've done so far. I am so sure with my decision. But I also sure about Allah SWT's rule. Hence, the problem getting absurd.

I can't choose between what I want and what my husband say. As a moslem wife, I clearly understand that I have to obey every single word of my husband say. Hence, alhough I know everthing how to get my new job, but I can't against Allah SWT's rule. The fact, my husband doesn't allow me to resign and getting the new job. I was lost it finally ....

I am so suffer for being lost of a golden opportunity. I am so pain for meeting with all the people here. I am so hopeless every single morning for going back here.

THE MOST IMPORTANT THING IS, COMMUNICATE
I don't care everything now but my life. I need to rescue my life. I think I deserve to be happy. I am not a volunteer for being bullied or being hurt by everyone here.

I am so glad that I can talk to him, the CEO on Monday, 1st August 2011. I chat to him as my boss, as my friend, and as my dad if he doesn't mind, that what I said to him in the beginning. I said, that actually I have printed my resignation letter last night, Sunday, 31st July 2011. It should be given to him. I said that I just want to quit from work, as I have a very good opportunity.

I explained to him that, wasting almost for ten years wasn't making me better. On the contrary, I felt getting more stupid. I am not happy being here at all. And it's so hurt.

I can't use my competency appropriately here as the management doesn't need about it yet. That's  impossible for me to push the company to know better about something if they don't think that they do need it. Hence, it should be me who need to jump to another place that need my ability appropriately. And I was so happy that I was offered a good opportunity. Then, it was a perfect time for me to seize it !

The problem is, my husband doesn't allow me to quit. Hence, I have to stay here and facing all the suffer, again... I said that, I can't let my self for doing nothing, being hurt and being bullied for 18 years ahead. It doesn't make a sense ! Oh my Good, I only need to work.

I NEED TO JUMP
But, that's a life. I can't against Allah SWT's rule. It's not easy, yes. It takes time to deal with this situation normally, sure. But I also need to release my pain, of course because I 've just a human being.

I need to jump because I want to make myself meaningful to everyone arround of me. I need working. I need space. It's so hurt for seeing mistakes that I can't fix it at all. It's all about culture that's been built for decades. They love to live just the way the were. They have their own values that maybe for me looks weird. They don't want change.

So, I need to hijrah. I don't want to change them, too. It's okay, maybe they don't need my energy now. It doesn't mean that I am a looser then. But I have my own life. I can't wait. I have to make achievement for myself. I can't ask everyone to make it for me. I have to make it by myself. I have to build my dreams come true.

I don't wanna be hm .. career woman. No ! I am not a workaholic. I just want to be something. I need to release my energy positively. I need to be meaningfull. That's all.

I am sure, that Allah SWT will give me more opportunity that will come in a perfect time for me, for my husband and for my family. I know it would be good for me to be patient and I will do it. I know the time will come, I know there are always golden opportunities that Allah SWT has already prepared for me ... Inssya Allah ... Amin ....

Tuesday 10 May 2011

KECURANGAN PENGUMPUL PINTU TOL

KECURANGAN BERULANG
Selasa, 10 Mei 2011, 18.30 wib, saya melintas di pintu tol Pondok Ranji Bintaro, mengarah pulang, di kawasan Bintaro, Sektor IX, Tangerang Selatan. Seperti biasa, seringkali saya menerima kembalian uang pembayaran berupa tumpukan uang logam yang terbungkus struk pembayaran pintu tol. Malam itu, saya membayar dengan uang pecahan Rp. 5.000,- Sementara tarif yang harus saya bayar adalah Rp. 2.000,- jadi seharusnya saya menerima kembalian Rp. 3.000,-

Saat uang kembalian saya terima, saya merabanya masih dalam bungkusan struk, dan saat saya memastikan untuk melihatnya, saya pun segera tahu bahwa uang kembalian yang saya terima jumlahnya tidak sebesar yang seharusnya saya terima.

Kejadian seperti ini sangat sering terjadi, saat petugas pengumpul tol (demikian jajaran SDM Jasa Marga menyebut para petugas pintu tol) memberikan kembalian yang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya. Pengalaman semalam, adalah pengalaman yang sudah yang kesekian kali. Bayangkan saja, saya setiap hari melintas di pintu tol ini saat berangkat dan pulang kerja. Maka kejadian seperti ini sangat menjengkelkan. Bukan karena kembaliannya kurang Rp. 500,- tapi sikap para petugas pengumpul tol itu yang sangat mengecewakan pengguna jasa jalan tol.

Rp. 7.2 MILIAR SETAHUN !
Bayangkan, bila seorang petugas pengumpul tol dalam sejamnya melayani sedikitnya 500 mobil saja, dan ia mengambil Rp. 500 dari setiap kembalian bagi mobil yang melintas, itu artinya ada nilai sebesar Rp. 250.000,- dalam sejamnya. Bila ia bertugas sedikitnya 8 jam dalam sehari, itu artinya ada uang senilai Rp. 2 juta yang ia ambil. Bila ia bertugas selama 5 hari kerja dalam seminggu, artinya ada uang Rp. 10 juta dalam seminggu. Bila sebulan ada 4 (empat) pekan, itu artinya ada uang sebesar Rp. 40 juta. Bila dalam setahun ada 12 bulan, maka artinya ada uang sebesar Rp. 480 juta yang diambil dari pengguna jalan tol.

Itu baru satu orang. Bila dalam sehari sedikitnya ada 5 (lima) gardu yang dibuka dalam satu pintu tol, berarti ada Rp. 480 juta x 5 orang, maka nilainya menjadi Rp. 2.4 miliar dalam setahun, dalam satu shift. Padahal dalam 24 jam setidaknya ada 3 (tiga) shift, berarti angka itu menjadi Rp. 7.2 miliar dalam setahun !!!!! Angka itu belum menghitung akhir pekan Sabtu dan Minggu yang berjumlah 104 hari, maka angkanya akan semakin mengejutkan ! Bagaimanapun mekanisme pembagian shift petugas pengumpul pintu tol, itu tidak mengubah angka yang mungkin terkumpul dalam kecurangan ini. Karena pada prinsipnya pintu tol melayani 24 jam dalam sehari, 365 hari dalam setahun ! Bayangkan, bila angka itu terjadi di hampir seluruh pintu tol yang ada di Indonesia !!!!

SELAMAT MELAKUKAN PERBAIKAN !
Maka, sebaiknya saat anda berniat melintas di pintu tol, siapkanlah uang pas. Bila tidak ada, sempatkanlah untuk menghitung kembalian walaupun terpaksa menyita waktu beberapa saat dan membuat pengantri di belakang menunggu.

Hal ini semata-mata untuk meningkatkan kinerja dan menumbuhkan kembali itikad baik dan nilai2 kejujuran yang seharusnya dimiliki oleh seluruh insan bangsa ini. Hubungi layanan pengaduan pintu tol Jasa Marga dan simpanlah nomor tersebut dalam telepon genggam anda. Para petugas layanan PT. Jasa Marga sangat kooperatif menerima aduan anda dan akan segera menghubungi anda kembali kurang dari 24 jam. Sebagaimana yang dilakukan oleh penanggung jawab pintu tol Pondok Ranji Bintaro kepada saya pagi ini melalui telepon genggam pribadinya. Saya sangat menghargai niat baiknya itu.

Saya tidak bermaksud untuk merugikan atau mengadukan oknum petugas pengumpul tol, tapi saya menginginkan negara ini dikelola secara bertanggung jawab di setiap lininya, sebisa mungkin. Saya juga tidak bermaksud untuk meminta kembalian uang tol. Saya, semata-mata hanya ingin kebaikan bagi semuanya. Well, selamat memperbaiki diri untuk kita semua !

Thursday 10 February 2011

INDONESIA RAYA DI KELURAHAN

Pemberitaan 'breaking news' Metro TV semalam, Kamis, 10 Februari 2011 sangat penuh dengan inspirasi. Diberitakan bahwa, Pejabat Lurah Kelurahan Halim Perdana Kusumah, mewajibkan siapapun yang hendak melakukan pengurusan dokumen amupun administrasi di Kelurahan tersebut untuk menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" !

Yuswil Rasyid, sang Lurah menegaskan, bahwa kebijakan itu sebagai hal yang wajar. Menurutnya, siapapun yang mengaku sebagai warga negara Indonesia, maka harus mampu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Maka, tak heran bila tak satu pun warganya yang menolak bila disyaratkan harus menyanyikan lagu kebangsaan tersebut sebelum melakukan pengurusan. Tak ada pula yang protes atau kecewa, manakala para warga tersebut terpaksa pulang dengan tangan hampa, lantaran mereka tidak berhasil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan baik. Seorang ibu setengah baya yang sempat diwawancarai bahkan merasa sangat senang dnegan kebijakan tersebut. Ia pun mengakui merasa merinding, saat menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Dalam tayangan Metro TV semalam, terlihat dua orang pelajar SMA, seorang ibu keturunan china sambil menggendong anak, seorang pemuda dewasa, dan seorang bapak tua tampak membentuk barisan paduan suara kecil dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dipimpin oleh salah seorang pelajar perempuan SMA, dan disaksikan oleh 2 (dua) orang petugas Kelurahan.

Tak bisa dipungkiri, setiap kali lagu Indonesia Raya berkumandang, terlebih bila kita sebagai Warga Negara Indonesia, turut menyanyikannya, pasti akan merasakan kharismanya. Cobalah rasakan kekuatan lagu karya Wage Rudolf Supratman ini, "Bangunlah jiwanya, Bangunnlah badannya, untuk Indonesia Raya ! Indonesia Raya, Merdeka ! Merdeka ! Tanahku Negeriku, yang kucinta !"

Thursday 27 January 2011

Profesor HARSONO SUWARDI

PESAN SINGKAT DILLA
Rabu, 26 Januari 2011, sekitar dhuhur, sebuah pesan singkat dari seorang sahabat, Dila, mengabarkan, "Mbak, Prof. Harsono masuk ICU, RSCM." Saya langsung menghubungi Dila, sayang dia tak tahu banyak kabar mengenai sakitnya sang profesor. Saya pun menghubungi paska UI. Mas Agus, yang menerima telepon saya hanya mengabarkan beliau dirawat di gedung baru, RSCM Kencana. Saat itu Pak Edu, Pak Pinckey dan seorang dosen yang lain tengah membesuk. Saya lalu menghubungi Pak Edu, tak berhasil.

Berikutnya, saya menghubungi Rere. Saya minta tolong padanya agar segera mengabarkan kepada teman-teman lainnya alumni paska UI. Mendengar kisah betapa Prof. Harsono sangat berjasa dalam hidup saya, Rere pun setengah menghardik, "Lu sudah dianggap seperti anak angkatnya, kalau lu ga tungguin dia di rumah sakit kebangetaaaaannn ... !!!" begitu katanya.

Semula, saya sudah memutuskan akan membesuk beliau sore kemarin pulang kantor. Tapi sepertinya saya akan tiba di Bintaro larut malam kalau hedak besuk beliau di Salemba sepulang kantor. Saya membayangkan kemacetan Jakarta akan membuat saya 'gilaaaaa.' Saya pun akhirnya memutuskan membesuk beliau esok hari.

KETUA ANGKATAN-6 YANG DROP OUT
Saya mendaftarkan kuliah S-2 manajemen komunikasi pada 1999. Saya terdaftar sebagai angkatan ke-6. Saat itu, biaya kuliah per-semesternya Rp. 5,9 juta. Pada semester pertama, ditambah dengan biaya lain-lainnya, maka saya harus membayar Rp. 6,5 juta.

Saat itu, angkatan ke-6 memiliki 2 kelas. Saya ada di kelas A. Saya dipercaya sebagai ketua angkatan. Wakil saya, Dede, cowok baik hati yang kala itu bekerja di UNDP. Di awal tes masuk S-2 inilah saya bertemu Rere, sahabat yang kini menjadi soul-mate saya lebih dari sepuluh tahun lamanya ....

Menginjak semester ke-3, saya droup out (DO). Saya tidak punya biaya, saya tidak sanggup membayar uang kuliah. Meski begitu, saya nekat kuliah terus dan mengikuti ujian dan tetap mendapatkan nilai. Nilai-nilai saya bagus semua, mayoritas A dan IP saya rata-rata 3,5.

Saya DO di semester gasal tahun 2001. Air mata saya sampai kering dan asli tidak mengeluarkan air mata kala saya menangis, meratapi kegagalan saya melanjutkan kuliah. Saya berupaya keras meminta bantuan rektorat untuk mendapatkan kebijakan sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah. Tapi seorang ibu pejabat rektorat yang saya temui sungguh galak dan tidak berperasaan ! Saya pun terpaksa menerima ke-DO-an saya dengan masgul.

DANA TALANGAN PRIBADI PROFESOR
Saya pun menemui Prof. Harsono. Beliau pula sesungguhnya yang menjadi dosen pembimbing thesis saya, yang juga gagal pastinya karena saya DO. Beliau lalu menyarankan agar saya mengulangi lagi kuliah dari awal, dengan biaya pribadinya ! Beliau meminjamkan tabungan pribadinya untuk saya, dan saya boleh mencicilnya 4 atau 5 kali dalam tiap semesternya ! Subhanallah !

Saya pun menuruti sarannya. Saya kembali mendaftarkan diri untuk mengikuti tes masuk. Seperti biasa tes TPA berlangsung di Depok. Saya berangkat dari kos-kosan saya di bilangan Cibulan menggunakan bajaj hingga seputar lampu merah kalibata di jl. raya pasar minggu, lalu menumpang sebuah bis patas ac hingga UI Depok.

Alhamdulillah saya lulus dan diterima sebagai mahasiswa paska UI, manajemen komunikasi angkatan ke-9. Kali ini biaya kuliah per semesternya sekitar Rp.7,5 juta. Ditambah dengan biaya lain-lainnya, saya harus membayar sekitar Rp. 8,5 juta di semester pertama. Sesuai tawarannya, maka Prof. Harsono pun membiayai kuliah saya, dan saya mencicil sesuai kesepakatan.

Demikianlah kisahnya, perjalanan hidup saya meraih cita-cita dan peran serta bantuan nyata Prof. Harsono Suwardi sangat menentukan kesuksesan dan nasib yang telah saya raih saat ini dan yang akan terus saya raih hingga nanti ! Beliau menjadikan saya seorang master komunikasi dengan tabungan pribadinya kepada saya, mahasiswanya yang putus sekolah karena tidak punya uang ! Alhamdulillah ....

PROFESOR & CERUTU
Mungkin, karena kebiasaannya suka menghisap cerutu, Prof. Harsono pun menderita sakit paru-paru dan dirawat di ICU RSCM Kencana pada Rabu, 26 Januari 2010 pukul 02.00 wib dini hari.

Saya meninggalkan kantor Kamis, 27 Januari 2011 pukul 11.00 wib. Sesungguhnya pukul 11.30 wib saya sudah tiba di depan RSCM, tapi hingga pukul 12.30 wib saya meninggalkan area parkir RSCM saya tetap tidak menemukan lahan parkir untuk si jeruk kesayangan saya. Saya akhirnya memutuskan memarkirkan si jeruk di kampus UI dekat FE, persisnya dekat kamar mayat.

Saat saya tiba di koridor ruang ICU RSCM Kendana dan berdiri di balik kaca, saya langsung bisa melihat wajahnya yang putih, sisirannya rapi, necis, perlente, seperti biasanya walaupun kali ini tanpa baju karena sejumlah alat menempel di tubuhnya.

Spontan, saya langsung melambaikan kedua tangan saya. Beliau dengan ragu merespon lambaian tangan saya. Saya berusaha masuk ke dalam, tapi rupanya sang suster tidak mengijinkan. Saya pun meminta suster sebuah kertas dan alat tulis agar saya dapat meninggalkan pesan untuk beliau. Sebab saya lihat tadi, beliau dirawat sambil terus memegang sebuah koran ! Hahahaha ....

Saya lalu menuliskan catatan dalam selembar kertas putih. Saya kenalkan lagi diri saya, saya khawatir beliau lupa karena pasti beliau punya banyak mahasiswa. Saya ingatkan bahwa beliau telah banyak membantu saya dengan membiayai saya kuliah. Saya ceritakan saat ini saya sudah bekerja di perusahaan yang kegiatannya sangat langka dan tidak dimiliki oleh setiap negara di dunia. Saya bilang, hebat ya saya, mahasiswa bapak ? Saya juga bilang semoga beliau cepat sehat dan banyak istirahat. Salam Rere, sahabat yang sempat saya hubungi saat di area parkir RSCM tadi juga saya sampaikan.

Saat catatan itu akan diserahkan ke Prof. Rupanya beliau telah tertidur. Maka saya hanya memandangi wajahnya saja dari balik kaca besar. Beruntung, tiba-tiba beliau terbangun. Maka saya segera memberi kode kepada suster untuk menyerahkan tulisan tangan saya. Beliau lalu membacanya, perlahan. Tiba-tiba beliau menunjukkan kedua jempolnya untuk saya, hebat katanya. Sepertinya beliau tengah membaca di bagian pekerjaan saya. Saat selesai membaca semua catatan saya, beliau lalu mengangguk-angguk.

Lalu saya dan belaiu terlibat pembicaraan dengan bahasa isyarat. Terbatas oleh jarak dan dinding kaca lebih dari 4 meter, beliau di dalam, saya di luar, di koridor. Tepat pukul 13.00 wib. Saya bilang saya mau pulang. Saya sudah sebutkan dalam catatan saya tadi, bila beliau sudah pindah ke kamar rawat inap, Inssya Allah saya akan datang lagi. Saya lalu memberi kode pada belau untuk tidur dan saya pamit sembari mengatupkan kedua tangan. Beliau pun melakukan hal yang sama melepas kepergian saya.

Pffffh ... lega rasanya. Panasnya jalanan protokol Jakarta, sulitnya mencari parkir di area RSCM hingga satu jam lamanya, dipotongnya gaji saya karena ijin meninggalkan kantor di saat jam kerja terasa impas melihat kondisi beliau. Suster bilang, bila kondisi beliau terus membaik, sore ini atau besok pagi beliau akan masuk ruang rawat inap.

Prof, terima kasih sudah mengijinkan saya melakkukan sesuatu yang kecil untuk semua jasa baik yang Profesor telah berikan untuk saya. Saya tidak akan menjadi seperti saya saat ini, seorang master komunikasi yang beruntung kuliah master 2x (hahahaha) tanpa budi baik dan jasa Profesor Harsono. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kemuliaan atas ketulusan seorang pendidik yang sebenarnya, guru besar ilmu komunikasi paska UI, Profesor Harsono Suwardi.

Monday 10 January 2011

MY RESOLUTION IN 2011

THE RESOLUTION
I know this is not easy at all. Especially at this momment, it is not easy to get a good job with a good money.

I have dreamt to get a better job for years. I even have already mentioned it into my previous resolutions years ago but I have not made it happen yet so far. But I will not give up. I will struggle for it. The reason is I need to release my energy and contribute my compentencies professionally at the right place.

Right, working is not all about money. Working is more about the way to expres our self actualization. Money is important but if there is no fairness arround of you at work, hence you wouldn't be happy at all with the job although you are paid with a lot of money.

I did get all my resolutions last year but the new job ! I got a new - bigger house, I've already joint an English Course at the best institution one, and I bought my piano ! That's all, but I didn't get a new job !

Well, something about material is not interesting any more for me. At least, getting a new job absolutely the most important issue for me right now. I also want to go for hajj this year. At least umroh. I have failed last year although I have already started saving money for it.. Hence, I have to work hardly for it.

I WAS HAPPY
I was happy with my job almost 14 years ago. Although it wasn't suitable enough with my academical background but many reasons for me to happy with that. I have a very, very, very friendly boss ! He's smart, good in leadership, open minded and he is not a descriminant ! He's young, talented and knows well about his follower competenicies.

I was surprised when he was going to China for business trip for almost 2 months, actually he has already arranged me a fully training program arround the company. I have no idea, but one by one, the factory managers invited me for training on the continuity schedule. Exactly well program !

He's young, objective and respect to all of his variety followers. He is absolutely inspired us. He's sportive and care. He was carrying us into a big warm family. We are solid because of him and everyone knows about it.

He trusts his followers and delegates assignments appropriately. I almost can't find his weakness ! He's such a wise leader who brings his ordinary followers became nice followers who loves each other as a team ! Winning team !

I have the most wonderful friends that I am still keep and touch untill today. I am so greatful to have them as my family. They are so nice, warm, friendly, and care ! I have never found a crime-friend there !

Mr. Rendy Roedianto, frankly speaking, you're such a marvelous boss for us. You taught us manything to be a good employee who has spirit and goals for ours future. You were 33 years old at that moment, but you are so awesome as a boss !

THE FACT
The fact, I am still here. I have been here almost a decade. Yes, I am not happy. And yes, I have been bullyed cruelly for years. But yes, I have to face it all rationally. As soon as I get the opportunity, I will run !

Today I have to compromise with the situation rationally. I do not need to destroy everything because I was hurt. No ! I am so glad that I have had opportunity for years to observe directly into the most weird working situatiation that I have never seen before ! Hence I've learnt so many thing free in charge.

I have to realize that I am not to be needed here appropriately. I have been in the wrong place at the wrong time with the wrong people. It doesn't necesary to blame it to some one else. No one's wrong about this difficult situation. At least they have ever tought that they needed me. In fact, they do not know how to have it from me. It's okay !

The most important thing is, I have integrity as a proffesional, as a moslem, a human being, to do anything correctyl as long as I can. Well, because I've just a human being, sometimes we do the wrong things right ? But I do still have a commitment to myself, to improve and getting better, once again as a professional, a moslem and as a human being. I am sure, the times will come at the perfect time for me ! Inssya Allah !