Wednesday 14 December 2011

LIKE MOTHER LIKE SON

Keluarga 1

Sebuah keluarga memiliki seorang anak laki-laki. Tentu saja sang anak begitu dekat dengan ibunya, apalagi sang ibu tidak bekerja kantoran. Ibunya sangat lemah lembut, anggun & penuh perhatian.
Umumnya anak tunggal, sang anak dibesarkan dengan penuh keistimewaan. Bahkan sang ibu memanggilnya dengan sebuah sebutan sayang seperti nama perempuan alih-alih mencerminkan kemanjaan seorang anak lelaki yang luar biasa. Cara sang ibu memanggil sang anak pun semakin menjadikan sang anak sebagai pribadi yang kurang berkharakter untuk ukuran seorang lelaki.
Saat sang anak semata wayang ini menikah, drama mengenaskan pun bergulir. Sang anak tidak mampu tampil sebagai pemimpin dalam keluarga. Ia menjadi lelaki dewasa yang hanya bisa bekerja mencari uang tanpa tahu hal lainnnya. Sebagai seorang lelaki dewasa ia tak ubahnya seorang robot yang tidak punya inisyatif apa-apa tentang urusan rumah. Semua hal mengenai kegiatan yang menyangkut keduanya inisyatifnya lebih sering datang dari sang istri yang pekerja keras dan cekatan. Pada akhirnya pertikaian pun bagai neraka bagi keduanya. Mereka pun berpisah.
Keluarga 2

Sebuah keluarga mempunyai 2 (dua) orang anak yang kesemuanya lelaki. Keduanya sangat dekat dengan ibunya yang seorang wanita karir. Sebagai anak-anak yang dibesarkan oleh seorang ibu yang wanita karir, kedua anak lelaki itu tumbuh sebagai lelaki yang cerdas dan luwes dalam interaksi sosial. Namun saat anak lelaki tertua menikah, persoalan klasik pun muncul.

Sang ibu begitu sayangnya sehingga merasa sangat khawatir kalau-kalau pendapatan anaknya tidak mencukupi untuk menghidupi istrinya. Maka sebuah rumah pun dihadiahkan kepada sang anak. Tak cukup sampai di situ, sang ibu pun turut berupaya mendatangkan seorang pembantu bagi keluarga baru itu. Tak tanggung-tanggung, si pembantu baru pun diajarinya secara telaten seluruh pekerjaan hingga resep masakan kesukaan anak lelakinya. Segera setelah si pembantu mulai bisa dilepas secara mandiri, sang ibu hampir setiap hari memonitor dan mengatur menu masakan bagi keluarga baru itu. Sang anak tak dibiarkan hidup mandiri. Sang menantu? Tentu invalid dibuatnya. Hahahaha....

Keluarga 3

Sebuah keluarga yang lain memiliki 3 (tiga) orang anak yang semuanya juga laki-laki. Ketiganya begitu dekat dengan ibunya yang berperan penuh sebagai ibu rumah tangga. Begitu besar cintanya kepada anak-anaknya, sang ibu tidak pernah memberikan tanggung jawab apa pun kepada ketiganya mengenai pekerjaan rumah. Bagi sang ibu, tugas utama anak-anak adalah belajar, urusan selebihnya adalah tanggung jawab ibunya. Hasilnya, ketiga anak lelaki itu memang tumbuh menjadi anak-anak yang pintar secara akademis. Ketiganya berhasil diterima kuliah di perguruan tinggi negeri bergengsi di berbagai kota besar di Indonesia.

Sosok ibu yang sederhana dan lugu, membuat ketiga anak lelaki itu tumbuh menjadi anak yang juga baik dan tak kalah polosnya. Persoalannya, orang hidup tak hanya butuh baik, tapi juga perlu kedewasaan dalam berpikir, bersikap, berperilaku sebagai makhluk sosial.

Kebiasaan ibu yang tidak banyak bicara dan jarang berinteraksi sosial pun menurun kental pada ketiga anak lelakinya. Ketiganya tumbuh menjadi pribadi yang pasif, introvert, selalu menghindari kegiatan interaksi sosial yang tidak memiliki passion atau antusiasme serta spirit yang tinggi.

Sang ibu yang tidak bekerja kantoran praktis mempunyai waktu lebih banyak bagi suami dan anak-anaknya. Pastinya, sang ibu pun lebih fleksibel mengikuti ritme kegiatan anak lelakinya. Alhasil, ketiga anaknya tumbuh sebagai anak yang jam aktivitasnya tidak tertib (umum) dan tidak selaras dengan orang lain kebanyakan.
Saat anak pertama menikah, persoalan klasik yang muncul mudah ditebak. Sang anak lelakinya tidak mandiri, tidak siap pakai sebagai sebuah tim pasangan suami istri, karena tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Padahal lazimnya pasangan muda saat ini yang keduanya bekerja, mereka tidak memiliki pembantu. Praktis, semua urusan rumah perlu dilakukan berdua, bersama-sama, bahu-membahu, saling membantu.

Namun dengan kondisi sang anak lelaki yang tidak siap pakai ini, maka pertikaian pun tak terhindarkan. Ketidakpedulian sang anak lelaki sebagai suami dalam memainkan perannya secara optimal sebagai tim dalam rumah tangga membuat sang istri babak belur karena kelelahan akibat peran gandanya sebagai pekerja sekaligus pembantu. Hahahaha...

Saat anak yang lain menikah, kisahnya tak kalah menakjubkan. Sang ibu masih menyuapinya makan, padahal usianya sudah lebih dari 30 tahun! Lucunya, sang ibu mengeluhkan kebiasaan buruk sang anak itu. Menurutnya, kalau ia (sang ibu) mati, bagaimana? Kalau sudah begini, kira-kira siapa yang salah ya? Seperti apa peraaan istrinya memiliki suami yang anak mami seperti itu? Terlihatlah betapa rasa sayang orang tua yang amat besar kadang justru mendatangkan persoalan, tidak saja bagi si anak yang bersangkutan, tapi juga bagi orang lain....

Keluarga 4

Sebuah keluarga memilki 5 (lima) orang anak yang kesemuanya laki-laki. Saat dua anak pertama lahir, perekonomian keluarga masih jauh dari mewah. Akibatnya anak-anak tidak terlalu dekat dengan orang tuanya, baik ayah maupun ibunya, karena mereka melalui masa kanak-kanak yang demikian berat, kerasnya hidup.

Saat anak ketiga hingga kelima lahir, perekonomian keluarga mulai membaik. Maka ketiganya tidak melalui proses yang sama dengan kedua kakaknya saat melewati masa kanak-kanaknya. Kedekatan ketiganya dengan orang tuanya jauh berbeda dengan kedua kakaknya. Namun ada hal yang menarik pada perbedaan keduanya.

Kekerasan hidup yang dilalui kedua anak pertama, menjadikan keduanya sebagai anak yang sesungguhnya lebih 'humble' untuk ukuran tingkat perekonomian keluarga mereka yang tergolong mewah saat ini. Mereka pun terbiasa melakukan pekerjaan urusan domestik, walaupun alasannya lebih karena raa takut dan segan kepada orang tuanya. Namun setidaknya mereka tahu apa yang harus dikerjakan, memainkan perannya dalam keluarga, membantu menyelesaikan pekerjaan domestik sekalipun. Hal ini tidak dimiliki oleh ketiga anak yang lain yang lahir belakangan....

Keluarga 5

Sebuah keluarga memiliki 3 (tiga) orang anak yang kesemuanya laki-laki. Kedua orang tua anak-anak itu bekerja dan keluarga mereka tidak memiliki pembantu. Ketiganya sangat dekat dengan ibunya, pasti.

Saat ibunya dalam perjalanan pulang kantor, siapa pun anak yang telah berada di rumah lebih dulu akan menghubungi ibunya dan bertanya sudah sampai mana? Tiba di rumah, sang anak sudah memasak nasi, anak yang lain langsung membuat teh hangat untuk ibunya, sementara anak lain sudah memasak.

Saat anak tertua berhasil diterima di sebuah lembaga pendidikan pemerintah berikatan dinas, sang ibu tiada henti berurai air mata menahan kerinduannya. Padahal mereka tinggal di kota yang sama tak lebih dari 10 km jarak yang memisahkan kedua ibu dan anak ini. Setiap kali sang ibu berupaya menghubunginya, sang ananda menjawabnya melalui pesan singkat dan membesarkan hati ibunya untuk tidak perlu merasa khawatir tentang keadaannya dan terus-menerus berupaya menghubunginya.

Saat sang anak lulus pendidikan dan telah menerima gajinya yang pertama, sang anak pun membagi rezekinya dengan kedua adiknya. Kisah berikutnya, kedua adiknya pun melihat sosok sang kakak sebagai teladan dan berniat mengikuti jejaknya....

LIKE MOTHER LIKE SON

Demikianlah, kadang manusia memaknai perhatian dan kasih sayang tidak dengan bijaksana. Akibatnya, sang ibu bukannya mendidik anak-anak lelakinya sebagai lelaki sejati, namun justru sebaliknya, menjadikannya sebagai anak mami yang menjengkelkan.

Jadi ibu harus 'pintar' dan 'berilmu'. Mengapa? Karena ibu adalah madrasah pertama yang ditemui anak dalam belajar mengenai hidup. Mendidik dan membesarkan anak pun seyogyanya tidak terkotak-kotak. Pada hakekatnya manusia hidup tidak hanya perlu pandai secara akademis, tapi juga dituntut mampu berinteraksi sosial serta kemandirian untuk melakukan kegiatan normal seorang manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Anak yang tumbuh dewasa namun tidak mandiri, bukan saja menjadikannya tergantung pada orang lain, tapi juga berpotensi tidak bertanggung jawab karena menganggap hal yang demikian itu bukanlah salah satu kemampuan yang perlu dikuasai setiap manusia sebagai individu. Demikianlah, like mother like son, bagaimana sosok ibunya, ya begitu pula lah sosok anak lelakinya. Karena umumnya anak lelaki memang sangat dekat dengan ibunya. Jadi, seperti apakah anda membesarkan jagoan-jagoan anda? Sudah jadi laki-laki sejatikah mereka?



Published with Blogger-droid v2.0.1


No comments: