Tuesday 30 June 2009

CITA-CITA 2009

Cita-citaku sepanjang 2009 kok sepertinya belum ada tanda-tanda yang terlalu menyenangkan ya ? Padahal ini udah separuh jalan, alias udah memasuki bulan ketujuh.
  1. Shalat lebih rajin, on time, udah belum ya ... ?
  2. Punya rumah baru yang lebih besar, alhamdulillah ... tapi kapan bisa pindah ya ... ?
  3. Dapat kerjaan baru, udah dipanggil interview 4 (empat) perusahaan tapi kok belum ada yang gol ya ... ?
  4. Pengen punya baby, gimana caranya ya ... ?

Astaghfirullahalazim ... mudah-mudahan aku semakin banyak bersyukur ....

BINTARO SEKTOR IX - BLOK M, 35 MENIT

Masa-masa liburan begini, berangkat dan pulang kantor jadi agak sedikit menyenangkan. Pagi ini, berangkat dari rumah pukul 06.33 wib, tiba di palatehan lapangan mabak pukul 07.18 wib. Itu pun lantaran macet persis di depan kantor gara-gara jalanan terhalang metromini naik-turunin penumpang persis di tingkungan plus parkiran kendaraan dinas polri yang lagi upacara yang menghabiskan persis separuh jalan alias 2 (dua) jalur.

Tapi yang paling seru kemarin, berangkat dari rumah pukul 06.56 wib, tiba di kantor 07.31 wib ! Wuekekek ... ! Asli pembalap ! Pemuda berbadan gelaaaaaap ... !

Wednesday 17 June 2009

LEGA RASANYA ....

Jadwal mengajar semalam sesuai rencana di awal dimanfaatkan untuk ice-breaking, simple survey & evaluasi. Menarik sekali, dan rasanya bisul pecah dengan keakraban suasana semalam. Bila 2 (dua) pertemuan terakhir berturut-turut saya selalu nyasar setiap kali pulang ngajar lantaran selalu nyupir sambil mikirin kondisi kelas, semalam Alhamdulillah ... saya bisa pulang dengan hati yang legaaaa ... rasanya.

Walaupun agak terlambat dan baru dilakukan di pertemuan ke-sembilan setelah UTS, tapi ice-breaking semalam cukup efektif untuk menyadarkan kita semua yang ada di sana (kelas). Akhirnya, masing-masing siswa pernah mendengar nama, kegiatan atau pekerjaan bahkan usia teman-teman satu kelasnya selain kuliah malam.

Diskusi kedua, adalah mini survey menyoal seberapa banyak teman satu kelas yang masing-masing siswa kenal atau miliki. Berdasarkan survey, sampling n = 12 (50%) dari N= 24 siswa, terbukti bahwa ternyata sebanyak 33% responden atau 4 orang siswa hanya mengenal kurang dari 5 (lima) orang teman sekelasnya. Sementara sebanyak 3 (tiga) siswa atau 25% mempunyai teman 6 & 7 (atau masing-masing 25%). Sebanyak 1 (satu) orang siswa mempunyai teman 8 & >10 (masing-masing 8,3%). Berdasarkan data yang ada artinya, siswa yang punya teman lebih banyak dari 5 orang (6, 7, 8, atau > 10) jumlahnya jauh lebih sedikit. Tentu, kondisi ini memprihatinkan sekaligus membuktikan kepada para siswa betapa lemahnya pertemanan (jaringan) yang berhasil mereka bangun selama 8 kali pertemuan (hampir dua bulan) dalam sebuah komunitas yang hanya terdiri dari 54 orang saja. Hal inilah yang diduga mempengaruhi buruknya perolehan nilai ujian karena antarsiswa jarang melakukan interaksi secara intim. Artinya, kenal secara personal saja tidak, bagaimana antar siswa akan melakukan kegitan-kegiatan lain yang lebih menyenangkan dan berkualitas sehubungan dengan aktivitas belajar mengajar seperti berbagi berbagai informasi dan belajar bersama ya ?

Terakhir, adalah evaluasi bersama, tidak saja bagi siswa tapi juga bagi saya. Saya berusaha banyak memotivasi para siswa dengan mengungkapkan kelemahan mereka selama ini dalam proses belajar dan mengerjakan tugas maupun ujian. Sebaliknya, para siswa pun saya beri kesempatan untuk mengkritik saya secara bebas dan rahasia dalam selembar kertas. Hasilnya pun, langsung saya respon saat itu.

Kritikan para siswa tampaknya tidak lebih dari komentar yang menurut saya lebih pas disebut sebagai pujian ya ? Seperti komentar mereka bahwa saya terlalu perfeksionis, tegas, cukup menguasai materi, smart dsb. Nah, kritikannyalah yang sangat menarik. Menurut para siswa ... saya terlalu cepat dalam berbicara, saya menggunakan metode yang tidak lazim seperti pemanfaatan internet dalam tugas dan berkomunikasi dengan siswa, saya juga terlalu banyak memberikan tugas (padahal cuma 3), oya saya juga dianggap lebai karena suka show off dengan kemampuan saya, selain itu para siswa mengklaim bahwa selama ini mereka sudah berupaya semaksimal mungkin dan melaksanakan tugas sebaik-baiknya tapi mengapa hasilnya masih buruk juga, saya pun dinilai sering melampaui waktu mengajar, dan terakhir ... ini dia yang menarik ... saya tidak sedap dipandang karena pucat alias tidak berdandan ... !!! Wuakakak ....

Asli ... diskusi semalam sungguh sangat menarik. Persoalannya, kalau sudah soal berdandan saya sungguh mati gaya karena saya tidak suka dan tidak bisa berdandan seperti kebanyakan perempuan yang lain. Saya harus banyak berterima kasih kepada semua siswa-siswa saya yang sudah mengingatkan banyak hal yang mungkin selama ini hal-hal tersebut saya anggap tidak penting. Semoga, saya dan juga para siswa dapat bersama-sama memperbaiki kekurangan kami masing-masing sehingga dapat berprestasi lebih baik lagi sesuai porsi kami masing-masing. Amiiin ....

Friday 12 June 2009

BANG JAMIL, LAGEEE ... !

Lama ga' silaturahmi sama Bang Jamil, rasanya ada yang kurang. Jadi, pagi-pagi sekali saya langsung menghubungi beliau melalui telpon. Saat sudah on line, sapaan pertama beliau adalah "Siapa ini ? Kok suaranya lain ?" Segitunya udah saya jawab, "Ini Firlly" beliau masih saja "Kok suaranya beda ?" Jadilah, akhirnya kami berdua ngerumpi pagi-pagi di tengah-tengah perjalanan beliau menuju kampus untuk mengajar.

Pertanyaan saya yang pertama adalah "Abang sehat ?" yang langsung dijawab "Saya sehat, alhamdulillah". Waktu saya protes beliau tidak pernah menghubungi saya dan selalu saya yang menghubungi dia, beliau pun ngeles, "Iya nanti ditelpon ..." Wuakakak. Topik obrolan kami pun akhirnya membahas "cape deh" ... Wuekekek.

Syukur alhamdulillah, saya sungguh merasa sangat senang, pagi-pagi bisa memulai hari dengan tertawa-tawa dengan salah seorang sosok yang sangat saya hormati, yaitu dosen saya. Saking penasarannya karena sudah lebih dari sebulan tidak mendengar kabarnya lantaran saya yang sakit dan diopname, saya jadi tanya terus-terusan sama beliau apakah beliau sehat. Setengah sebal akhirnya Bang Jamil pun menegaskan, "Lha kau dengar suara saya sepertinya bagaimana ? Sehat 'kan ?" saya pun kembali tertawa.

Bang Jamil, rumah di depok mengajar di kebon jeruk, kalau bukan karena panggilan hati, tak mungkin seorang guru mau mengajar sejauh itu. Saya saja berpikir puluhan kali saat memutuskan untuk mengajar, segitunya rumah dan kampus hanya 30 menit ditempuh.

Wuih ... pokoknya, inssya Allah kami janjian ketemuan minggu depan, setelah Bang Jamil kembali dari pertemuan Bakohumas di Bali. Maka seperti biasa saya pun lagi-lagi menggodanya, "Bang, kerja dunk ... jangan jalan-jalan aja. Disuruh kerja kok malah jalan-jalan terus ?" Rupanya Bang Jamil sedang senang berkomentar "cape deh". Makanya ledekan saya pun cuman ditimpalin "Cape deh ..." katanya sambil tertawa. Hingga akhirnya obrolan berakhir, "Sampe ketemu minggu depan bang ya, assalamualaikum ..." Bang Jamil pun naik bis menuju kampus ....

Wednesday 10 June 2009

MENYESAL

Menyesal biasanya datang belakangan. Maksud hati ga' mau marah, apa daya ga' tahan juga. Alhasil, marah juga. Akhirnya, menyesal ....

Saya hanya mengenal diri saya sendiri saja, bahwa seingat saya saya tidak pernah bersikap seperti itu. Saya selalu menghormati dan mencintai guru-guru saya. Saya selalu bersahabat dengan mereka. Sejak saya sekolah dasar saya punya banyak kisah dengan guru-guru saya, baik guru menari, guru musik, guru drum band, guru olah raga, guru IPS (hingga ulangan saya skornya 100!), dan banyak lagi.

Berlanjut di SMP, saya pun bersahabat baik dengan guru-guru saya, mulai dari guru bahasa inggris; tak peduli nilai rapot saya 4, guru matematika, guru olah raga, guru PKK, guru biologi. Namun akibatnya, saya mampu belajar dengan baik, termotivasi dan memperoleh nilai yang jauh lebih baik di akhir masa studi, lantaran saya mempunyai hubungan yang baik dengan guru-guru saya, lantaran saya selalu menghormati guru-guru saya.

Bagi saya masa SMA, adalah masa belajar yang paling sulit. Namun betapa pun sulitnya masa itu, tidak juga membuat saya tidak menghargai guru-guru saya. Saya tetap bersahabat dengan guru matematika yang killer sekalipun, guru olah raga, guru fisika yang guanteng, guru kimia yang aneh, guru biologi yang ... begitu deh, guru bahasa inggris yang wierd. Tapi tetap ... saya selalu menghargai mereka.

Kuliah, jangan ditanya lagi. Bang Jamil, dosen MPK paling disegani di kampus, dan saya belajar melebihi orang tirakat kejawen ! Saya uber-uber beliau ke mana pun perginya. Saya tidak peduli harus mengejar beliau ke mana, yang penting saya bisa belajar. Dan beliau tidak pernah keberatan, beliau selalu meluangkan waktunya untuk saya. Pak Lubis, dosen SEI yang sudah sangat sepuh, saya beradu pendapat soal nilai ujian saya, dan beliau mengakui saya layak mendapatkan nilai lebih baik.

Saya pun sangat bersyukur menjadi murid kesayangan Prof. Alwi Dahlan. Mungkin beliau tidak pernah merasa memperlakuan saya secara istimewa, tapi saya merasa beliau begitu baik terhadap saya. Padahal memperoleh nilai A beliau sungguh sangat sulit, tapi beliau begitu ... apa ya ..., memperhatikan setiap kemajuan studi dan tesis saya. Ada lagi Prof. Harsono, beliaulah yang menyelamatkan saya, beliau dengan tulus meminjamkan uang pribadinya untuk membayar uang sekolah saya yang terancam DO ! Saya tidak pernah membayangkan, apalagi terpikirkan ada dosen, guru sebaik hati itu terhadap siswanya. Dan saya sungguh sangat bersyukur saya memperoleh itu. Prof. Sasa Djuarsa Sandjaja, beliau yang aktif mengejar-ngejar saya agar merampungkan tesis saya.

Saya selalu terkesan kepada semua guru dan dosen saya. Walaupun, saya pun melihat begitu banyak kawan-kawan saya yang tidak menghargai mereka sebagaimana saya sangat menghormati mereka. Bagi saya, guru adalah sejajar dengan orang tua. Bahkan, pada periode atau kurun waktu penting di masa pertumbuhan, seorang anak lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah bersama guru-guru mereka. Guru-lah yang mengajarkan mereka berpikir.

Itulah sebabnya, saya tidak akan pernah lupa jasa-jasa Pak Thamrin dan Bu Fodhli. Merekalah yang mengajari saya sholat, ngaji, menulis arab, menghafal doa mau tidur, naik kendaraan, keluar pintu rumah, mau makan, keluar kamar mandi, dll. sejak saya kelas 1 SD ! Massya Allah ... apa jadinya saya kalau tidak ada mereka ....

Sekarang, saat saya berada di posisi mereka, saya tidak ingin anak didik saya merasa segan atau menghormati saya seperti ... apa ya ... kaku dan ortodok. Saya hanya ingin mereka menghargai diri mereka sendiri dan tidak melakukan kegiatan yang sia-sia yang tidak mengajarkan dan memberikan manfaat apa-apa bagi hidup mereka di masa depan. Saya hanya ingin, mereka punya kehidupan lebih baik dari saya, jauh lebih baik dari saya. Inssya Allah, amin ....

Sunday 7 June 2009

MUKTAMAD "GA' ADA ?"

Pagi-pagi sekali saat saya ngerumpi by phone sama detya di bandung, tiba-tiba dia cerita kalau saat ini tengah beredar informasi, rumor, bahwa Pak Muktamad meninggal dunia. Pak Muktamad adalah guru matematika killer kami saat kelas 3 di SMA dulu. Selain berprofesi sebagai guru, beliau juga guru bela diri yang sangat rajin shalat dan tirakat, puasa, dll. Jadi, muktamad bukan sosok guru yang biasa-biasa saja. Dengan perawakan yang besar dan profesi di luar pengajar akademis, muktamad adalah sosok yang religius.

Namun, begitu sangarnya muktamad saat mengajar kami dulu, sampai-sampai suami saya selalu muntah-muntah setiap kali akan berangkat sekolah, khususnya bila hari itu ada pelajaran matematika yang diajarkan beliau. Selain sangar, beliau juga mengajar super cepat alias kilat khusus. Jadi metode dalam mengajar adalah memberikan penjelasan 30 menit, sisanya yang 15 menit langsung ulangan ! Celakanya, bila kita tidak menggunakan kertas ulangan khusus yang memang biasa digunakan khusus dengan kepala surat identitas sekolah kami, SMA Negeri 1 Tegal, kami bisa dapat masalah besar. Jadi, bila kami memperoleh pelajaran matematika 6 hingga 8 pelajaran matematika selama seminggu (kebetulan saya jurusan IPA saat SMA), maka terbayangkan 'kan betapa jiper dan stressnya kami menghadapi beliau ?

Tidak hanya itu, beliau juga sangat memperhatikan disiplin khsususnya kerapian siswa, dari kuku, kaos kaki, bedge identitas sekolah hingga nama siswa ! Jadi, bila seragam kami tidak sesuai aturan, rok atau blus terlalu pendek, tidak berkaos kaki, lengan dilipat seperti preman, pasti beliau akan mencubit kami dan tidak mengijinkan kami mengikuti pelajarannya ! Wuakakak ... ! Galaknya ngelebihan guru ke anak SD ya perhatiannya ?

Lucunya, saya sudah bersahabat dengan beliau sejak kelas 1. Jadi, saya juga pernah menggunakan seragam tidak sesuai aturan, terpaksalah beliau suruh saya keluar kelas. Tak lama beliau menghampiri saya di koridor kelas, lalu ujarnya, "Kowen aja kaya kuwe ... o. Angger aku ora marahi kowen 'kan berarti aku ora adil karo sing liya. Aja dibaleni maning ya, nganggo klambi seragame sing bener !" Artinya kurang lebih, "Kamu jangan begitu donk. Kalau saya tidak marahi kamu, berarti saya tidak adil terhadap yang lain. Jangan diulangi lagi ya, pakai sragam yang bener !" Tapi akhirnya, saya diijinkan masuk kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran beliau hingga akhir.

Jujur saja, saya bisa begitu akrab dengan beliau karena beliau adalah juga guru paman-paman dan tante-tante saya sebelumnya. Jadi kami sudah saling kenal begitu. Maka, bila teman-teman yang lain agak takut bertemu beliau, saya justru sering ditraktir makan sate kambing beliau bersama detya sore-sore.

Makanya, beliau pun, termasuk orang yang selalu saya cari-cari setiap saya pulang kampung. Sekarang beliau mengajar di SMA Negeri 1 Pemalang. Saat saya ada keperluan di kantor imigrasi pemalang, seperti biasa, maka saya telpon saja beliau di sekolah. Intinya cuma satu, saya mau ajak beliau madol. Saat itu beliau berkomentar, "Aku lagi ngajar sih wing" (nama kecil saya)" ujarnya sedikit bernada keberatan. Tapi karena saya memaksa, "Tinggal baen pak, sepisan-pisan" pinta saya merajuk. Akhirnya, sejurus kemudian saya pun sudah mendapati beliau di dalam mobil bersama saya dan ibu, main-main muter-muter pemalang, ke imigrasi dan makan siang di wts (warung tengah sawah) ! Wuakakak .... !

Saat saya putus pacar, saya curhat, ngadu, nangis-nangis juga sama beliau ! Begitu pun saat saya dilamar, yang saya cari dan prioritas undang adalah beliau. Sayangnya, saat saya ijab kabul, saya kesulitan menghubungi beliau. Alhasil saat saya telepon dengan beliau kemarin, beliau marah-marah dan menyebut saya kurang ajar. Katanya, "Eh ... bocah ente dalban ya, kawin ora ngundang-ngundang" komentarnya kesal. Setelah saya jelaskan bahwa saya sudah berusaha menghubungi beliau tapi tidak bisa, yang terjadi kemudian justru sebaliknya. Katanya, "Eh ya wis berarti aku njaluk pangapura ya, aku sing salah sing ora bisa dihubungi, telpone ilang" jelasnya sportif. Wuekekek. Begitulah muktamad, sportif.

Begitulah, sosok guru bagi saya tidak terkecuali dengan guru sekiller Muktamad. Tak sedikit kawan yang masih menaruh dendam lantaran merasa sakit hati akhibat cara mengajar beliau yang keras semasa SMA. Maka, tak jarang kami sesama siswa seringkali beradu argumentasi dan berbeda pendapat dengan begitu hebohnya dan emosional di mailinglist kalau sudah membahas sosok yang satu ini .

Tapi banyak juga yang mengakui, bahwa mereka seumur hidupnya belajar matematika hingga cemantel di kepala ya hanya mengandalkan ilmu yang diajarkan muktamad semasa SMA. Maka tak heran beberapa teman berhasil mencetak nilai NEM sempurna alias 100 di ujian nasionalnya ! Tak peduli mereka kuliah di institut atau universitas sehebat apapun setelah lulus SMA, teman-teman mengaku tidak pernah lagi belajar setiap kali menghadapi tes karena apa yang diajarkan muktamad begitu dasyat nancep ke isi kepala mereka. Busyet ... !
Sementara bagi saya yang kemampuan intelektualnya tidak secemerlang mereka, tidak sedikit pun membuat saya membenci muktamad. Bagi saya tidak ada alasan untuk membenci guru, apapun bidangnya, bahkan guru olah raga sekalipun yang menurut saya tidak kreatif dalam mengajar karena hanya membiarkan siswanya lari keliling sekolah atau stadion 3-5 kali putaran, setelah itu kami dibiarkan begitu saja. Sementara selama sekolah di sekolah swasta semasa SD dan SMP setiap kali pelajaran olah raga saya biasa melakukan kegiatan olah raga yang sebenarnya, dari volley, basket, lompat jauh, lompat galah, sprinter, kasti, dll.

Gara-gara bosan berolah raga lari setiap minggu tanpa melakukan aktivitas yang lain, saya bersama seorang teman perempuan yang lain pernah membelot aturan putaran lari hingg ketahuan dan dihukum scotjump dll. hingga 30 - 50 kali. Tapi itu pun tidak membuat saya marah, saya justru merasa senang karena pelajaran olah raga jadi berbeda.

Bagi saya, guru adalah orang yang wajib dihormati, dihargai, didoakan. Apapun dalihnya, saya bisa seperti ini karena mereka. Sementara saya bisa hidup meninggalkan kota kelahiran saya, mendapatkan pekerjaa, mendapatkan bayaran yang baik, itu semua karena rezeki Allah diturnkan melalui pertolongan mereka, guru-guru saya. Sekali lagi saya merasa sangat bersyukur telah dilahirkan, tumbuh dan dibesarkan di kampung, di kota kecil yang masih menjunjung nilai-nilai tradisional seperti ini.

Bagi saya, ikatan emosional antara murid dan guru adalah sesuatu yang alamiah, yang menarik yang kadang tidak dapat dijelaskan, yang kadang lebih berpengaruh dalam membentuk atau mengembalikan anak ke kondisi yang seharusnya, berjalan di tracknya. Tidak percaya ? Coba tarik mundur kembali perjalanan hidup kita semasa sekolah dan ingat-ingat bagaimana kita berinteraksi dengan guru-guru kita dulu. Pasti menarik !




Thursday 4 June 2009

NGUMPETIN OBAT

Lantaran udah kelewat bosen nenggakin obat selama diopname di rumah sakit, alhasil suatu malam saat suster datang nganterin satu kantong berisi 3-4 macam obat, saya bilang nanti akan saya minum sendiri. Tapi, begitu susternya pergi, kantong obatnya saya umpetin di bawah bantal sampe pagiiiiii ... ! Wuakakak ... !

Ga' penting 'kan ? Nakal ? Umur bentar lagi empat puluh, tapi kelakuan masih kaya anak kecil. Tapi asli lo ... minum obat mulu, pegel beneeeer ... ! Mual tau ... Jadi ya ... terpaksa deh, ngumpetin obat. Jangan ditiru ya ... !

GILA SEPATU

Ini adalah kebiasaan buruk saya, penggila sepatu. Parahnya, menurut akal logika saya juga, saya cenderung membeli sepatu branded yang tergolong mahal untuk ukuran saya, ketimbang sepatu non branded kebanyakan. Tapi sisi positifnya, saya tidak pernah membeli sepatu branded itu dalam keadaan normal, jadi saya hanya membeli pada saat obral saja. Itu pun kalau obralnya cuma 50% biasanya masih tidak saya beli. Jadi kalau sudah special price, artinya diskon lebih dari 50%, baru deh ... saya beli, maklum saya cewe "modis" alias cewe modal diskon ! Wuakakak ....

Dulu, saya kerap beli sepatu branded yang seringkali promosi buy one get one alias beli satu gratis satu. Tapi ternyata, brand sepatu yang satu ini seringkali sakit kulit, alias kulit sepatunya jadi pecah-pecah dan cepat rusak. Jadilah, saya tidak pernah membeli brand itu lagi. Walaupun beli sepatu modal diskonan, saya tetep ga' mau rugi, tetap harus dapat sepatu yang berkualitas baik. Itulah sebabnya saya termasuk jarang beli sepatu. Tapi sekali waktu ada obral, maka saya bisa beli 2, 3 atau 4 pasang sepatu sekaligus ! Tapi itu kejadian setahun sekali juga ga' mesti ....

Saking gilanya sama sepatu, saya sering membeli 2 (dua) sepatu sekaligus dengan model yang sama, tapi beda warna. Seingat saya, sejak saya bekerja saya sering tuh beli sepatu dengan cara begitu, sekali ada model yang cocok dan harganya obral, saya akan langsung beli dua pasang dengan warna yang berbeda. Kalau dihitung-hitung, sepertinya saya sudah 4 kali beli dua pasang sepatu sekaligus dengan model yang sama lantaran obral ! Bukan hanya itu, kadang saya nekat tetap membeli sepatu dua pasang sekaligus walaupun ukuran yang biasa saya kenakan tidak ada. Jadi, karena ukuran kaki saya 37, maka toleransi nomor sepatu saya bisa 36 dan 38. Wuakakak, nekat ya ... !

Tapi asli, kebiasaan ini kebiasaan ga' baik. Walaupun tetap saja saya sering berkilah kalau sepatu itu 'kan barang yang relatif tetap ukurannya, tidak seperti baju yang bisa berubah-ubah karena kita bertambah gendut atau bertambah kurus. Artinya, investasi sepatu jauh lebih hemat dan awet ketimbang beli baju. Makanya, kadang saya tidak terlalu milih model sepatu, sepanjang itu elegan dan klasik, saya embat saja. Tidak hanya itu, saya juga menggunakan cara yang sama bila terpaksa harus beli baju resmi untuk ke kantor. Mungkin kebanyakan perempuan akan tahu deh, harga blazer kerja perempuan harganya amit-amit. Makanya saya pun membelinya kalau obral saja.

Pendek kata, saya anti beli apapun dengan harga normal. Wuakakak ... Walhasil suami pun berkomentar, "Kalau begitu mendingan kalau mau belanja kita nunggu obralan aja ya, mih ?" tanyanya penasaran. Dan saya, hanya senyum-senyum deh menyimaknya, asik nih ... berarti kalau ada obral boleh donk saya cari-cari barang, kali-kali ada yang mur-mer alias murah meriah ... BTW, jangan ditiru ya, kebiasaan buruk saya ... ga' baik !