Sunday 14 February 2016

PULANG KAMPUNG

DOA YANG DIIJABAH

Alkisah, pada bulan Mei 2014 lalu saya menunaikan ibadah umroh seorang diri. Saya ingat, saya sempat berdoa dan memohon agar saya dapat diperkenankan datang lagi mengunjungi Baitullah dan Masjid Nabawi nan indah bersama seluruh keluarga. Tetiba, di pertengahan tahun lalu ibu sudah ribut saja mengajak kami semua berumroh bersama-sama. Semula saya merespon biasa saja. Hingga tiba giliran kami memastikan jadwal keberangkatan yang hendak kami pilih, barulah saya benar-benar takjub dengan keberkahan ini. Subhanallah .... !!!

Maka saat ibu menawarkan alternatif jadwal keberangkatan, saya pun memilih berangkat pada hari Selasa, 12 Januari 2016. "Wah, berarti nanti kamu ulang tahun di sana dunk, pas umroh ? Enak sekali sih kamu ?" ibu berkomentar, dan saya pun tertawa senang.

Subhanallah ya, saya sungguh tak mengira bahwa Allah mengijabah doa dan permohonan saya begitu cepat. Apa artinya menunggu kurang dari 2 (dua) tahun ? Bahkan mungkin hanya setahun atau belasan bulan saja ? Karena Allah telah memampukan kami semua untuk berumroh jauh hari dari jadwal keberangkatan yang kami pilih. Karena, kami sudah memutuskan untuk berumroh dengan seluruh keluarga pada kwartal terakhir 2015, walaupun kami memilih jadwal keberangkatan di bulan Januari 2016 karena mempertimbangkan kesehatan saya. Saya sungguh merasa sangat bersyukur ....

PERSIS 2 BULAN PASKA BEDAH CAESAR

Penuh suka cita kami sekeluarga mempersiapkan diri. Ibu adalah sosok yang paling cerewet dan concern dengan kesehatan saya. Bagaimanapun kondisi kedua kaki saya paska operasi meniscus lutut kanan pada akhir April 2015 lalu, masih menyisakan PR alias pekerjaan rumah lumayan panjang. Saya, belum kembali pada kondisi normal untuk beraktivitas mengandalkan kedua kaki ini sepenuhnya.

Kondisi kesehatan saya semakin menyulitkan saat memasuki bulan keenam paska operasi meniscus lutut kaki kanan, sebab saya 'terpaksa' membuat keputusan untuk melakukan operasi  pengangkatan tumor pada rahim. Itu pun semula diketahui hanya ada 1 (satu) buah tumor sebesar 7 cm pada rahim. Kenyataannya, operasi tersebut menghasilkan 5 (lima) buah tumor yang satu di antaranya seukuran lebih besar dari cangkir mug dan 4 (empat) lainnya lebih besar dari ukuran bakso. Masya Allah ....
   
Perkaranya, dampak dari operasi pengangkatan tumor dengan metode bedah caesar itu sungguh semakin membuat kondisi tubuh saya menghadapi hambatan sangat signifikan. Proses therapy pemulihan kedua lutut kaki yang belum kelar pun terhenti akibat kondisi paska operasi pada perut bagian bawah menyebabkan saya semakin tidak memiliki toleransi menghadapi rasa sakit yang berasa bagai paket bundling. Beraktivitas di kaki, menyakitkan perut, beraktivitas sederhana yang membutuhkan kekuatan perut pun, menyakitkan kaki. Hahahaha ....

Alhasil, saya tak bisa melanjutkan proses therapy lutut, sementara untuk pemulihan paska operasi caesar saya tidak tahu harus berbuat apa. Satu sisi, pekerjaan domestik urusan rumah tangga tidak bisa saya abaikan, dari mencuci baju, nyapu ngepel, merapikan rumah, dst. Jadilah, kun fayakun saja, bila Allah berkendak, maka jadilah. Maksudnya, saya lakukan segala sesuatunya semampu saya saja. Kalau mampu yang dikerjakan, kalau ga kuat yaaaa ... ikhlasin saja kalau rumah terpaksa berantakan selama nyaris sembilan bulan terakhir. Hahahaha ....

Jadilah, persis 2 (dua) bulan paska operasi caesar, plus dengan kondisi kedua lutut kaki yang belum kembali normal, lillahita'ala saya bersama seluruh keluarga berangkat umroh, Selasa, 12 Januari 2016 terbang pukul 06.00 wib pagi. Bismillahirrahmanirrahim .... 

PULANG KAMPUNG

Maka perjalanan menuju tanah suci pun kini menjadi sebuah ritual mudik alias pulang kampung yang paling merindukan bagi saya. Menuju Baitullah, rumah Allah, Sang Maha Pencipta, atas segala isi jagad raya. Perjalanan ini menjadi sangat spesial, karena saya berkesempatan merayakan hari kelahiran di tengah-tengah ibadah. Ga penting-penting amat sih ulang tahun, saya juga tidak pernah mempublikasikan tanggal kelahiran saya di mana-mana, apalagi di media sosial. Tapi untuk hal ini, saya merasa sungguh beda saja, alhamdulillah ....

Jadilah, persis menjelang tengah malam, di hari ulang tahun saya, saya dan rombongan pun tiba di Madinah. Setelah memasuki kamar dan beristirahat sekitar 2 (dua) jam, tepat pukul 02.00 wib waktu Madinah kami mulai bersiap-siap menuju Masjid Nabawi. Kerinduan hati menyaksikan keindahan Masjid Nabawi nan cantik berasa memuncah tak terbendung. Di sepertiga malam setiap harinya, Masjid Nabawi tampaknya tak pernah sepi. Di pelataran sih memang belum ada yang menggelar sajadah, tapi di dalam masjid yang luas itu, jamaah sudah banyak yang sibuk beribadah melaksanakan sholat tahajud dan mengaji.

Entah ya, bermesra-mesraan dengan Sang khalik di dalam Masjid Nabawi itu rasanya indah sekali. Melepas rindu hati dengan Rasulullah rasanya hati ini bergetar-getar. Keutamaan Masjidil Haram di Makkah Al Mukarammah memang jauh lebih besar, namun bertafakur di Masjid Nabawi di Madinnah itu sungguh mampu mengkoyak-koyak isi hati, syahdu membiru ....

Masalahnya, berumroh bersama ibu dan detya membuat saya jadi susah mau curcol sama Allah dan melepas rindu dengan Rasulullah. Mau nangis jadi gimanaaaaa ... gitu ... !!! Beda saat saya umroh sendiri satu setengah tahun lalu, maka setiap kali sholat mau sesenggukan, saya cuek saja, dan air mata ini tumpah terserah banget, mengalir deras tiada terbendung, rasanya legaaaaa ... banget. Tapi ini kali, tiap kali air mata sudah mau banjir, jadi ketahan-tahan gitu. Hahahahaha ... !!!

Maka setelah berdiam di Masjid Nabawi dan menunaikan sholat subuh, kami kembali ke hotel untuk sarapan pagi. Persis setengah delapan pagi, kami dijadwalkan kembali ke masjid untuk menuju raudhoh. Tapi nampaknya kami ketinggalan rombongan. Maklumlah, selain saya memiliki handy cap sulit berjalan cepat, ibunda pun mengalami hal yang mirip-mirip. Saya dan ibu sama-sama tidak bisa berjalan cepat, tidak bisa sholat normal dengan berdiri dengan kecepatan sebagaimana imam.

Saya, kedua lutut yang masih nyeri untuk bergerak jongkok, sujud dan berdiri ditambah jahitan horizontal di perut bagian bawah, membuat aktivitas sholat saya yang terbaik memang duduk. Tapi saya berusaha untuk tetap melaksanakan sholat secara normal, walaupun sedikit berjuang menyesuaikan kecepatan dan toleransi terhadap rasa sakit di lutut dan perut. Sementara ibu, dengan tubuhnya yang besar, kedua kakinya sudah agak payah menahan beban tubuh. Maka ibupun melaksanakan sholat sambil duduk di kursi lipat. Nah, kondisi inilah yang membuat kami seringkali tertinggal rombongan terus. Masya Allah, hahahaha ...

PERJUANGAN MENUJU RAUDHOH

Beribadah di raudhoh di Masjid Nabawi adalah sebuah kutamaan, karena sangat makbul dan akan diijabah. Bukan sholatnya, tapi berdoanya. Itulah sebabnya beribadah di area raudhoh dilakukan dengan cara berkelompok berdasarkan asal negara. Seorang askar, petugas masjid perempuan bergamis dan cadar hitam, akan membawa sebuah papan kontingen bertuliskan Indonesia. Maka semua jamaah asal Indonesia dengan tertib akan mengikuti aba-aba sang askar, berpindah dari area tengah masjid, beringsut, sediit demi sedikit meunju raudhoh. Saya, ibu dan detya, akhirnya menuju raudhoh terpisah rombongan, walaupun masih bersama kloter Indonesia.

Pengelompokan ini diperlukan karena area raudhoh sungguh sangat terbatas. Area raudhoh adalah area antara kediaman Rasulullah dengan mimbar tempat Beliau berdakwah, itulah yang Baginda Rasul sebutkan dengan taman surga, raudhoh. Sementara rumah Rasulullah hanya sepetak kecil, maka dapat dibayangkan seluas apa are raudhoh itu ? Bila istri Rasulullah saja, Ummu Muslim, Aisyah, seringkali menyimak dakwah Rasulullah dari balik tembok rumahnya, hingga ia memiliki banyak ilmu karena kebiasaannya itu, maka dapat dibayangkan betapa dekatnya antara tembok dan tempat Rasulullah bersyiar.

Artinya, area raudhoh yang kini berada di dalam Masjid Nabawi itu harus dibagi 2 (dua), untuk jamaah perempuan dan jamaah laki-laki. Itulah sebabnya, area sempit itu ditandai dengan karpet berwarna hijau dengan pembatas 3 pilar bagi jamaah perempuan dan 6 pilar bagi jamaah laki-laki. Nah, situasi inilah yang menyebabkan kunjungan ke raudhoh harus dilakukan secara berkelompok berdasarkan negara. Selain itu, waktu berkunjung bagi jamaah perempuan harus ditentukan yaitu selapas subuh dan isya, karena untuk menuju area raudhoh, jamaah perempuan harus melintasi area masjid yang diperuntukkan bagi shaf khusus laki-laki. Jadi, area tersebut yang dipisahkan dengan partisi kayu akan dibuka pada waktu-waktu tertentu saja, sehingga jamaah perempuan dapat melintas di dalamnya, sementara partisi yang lain terkunci sehingga jamaah perempuna tetap tidak bertemu dengan jamaah laki-laki. Subhnalallah ....

Tibalah perjuangan itu. Area raudhoh yang sempit dan diserbu oleh ratusan jamaah dalam setiap kelompoknya tentu menyebabkan semua yang menuju area raudhoh saling berlari, berebut, berdesak-desakan tidak karu-karuan. Dengan handy cap yang ada pada saya dan ibu, bisa dibayangkan reptnya detya menjaga kami berdua ya ?

Saya, merasa mampu untuk berjuang sendiri, tidak usah dibantu, tapi ibu bawaannya jagain saya terus. Sementara detya, sibuk jagaain ibu terus. Kwkwkwkwk, kusut banget ya. Kenyataannya sih, saya memang harus dipegang saat beringsek ke area terdepan raudhoh. Kalau tidak dipegang, dijagain ibu dan detya, saya sudah tumbang kapan tahu kedesak-desak orang yang banyak dan besar-besar, bertemu jamaah dari negara-negara arab macam turki, irak, dsb.

ASSALAMUALAIKA YAA RASULULLAH ....

Merayakan hari kelahiran dengan mengunjungi raudhoh, taman surga, yaitu antara kediamanan dan mimbar Rasulullah di dalam Masjid Nabawi, maka kegembiraan hati ini terasa sangat luar biasa. Rasa rindu yang tidak terkata-kata.

Bergantian saya, ibu dan detya melaksanakan sholat sunnah dan berdoa di raudhoh. Saya sungguh sedih, untuk banyak alasan. Dan bila saya mempunyai rasa rindu akan Rasulullah, maka itu sudah seharusnya. Ah, mengingat akan saat-saat berada di raudhoh saja, mata saya saat ini sudah berkaca-kaca. Rasa itu tidak terlukis dengan kata-kata. Antara sedih, menyesal, bahagia dan rindu sangat itu campur aduk jadi satu.

Saya sedih dan menyesal karena saya merasa kecintaan saya sungguh sangat 'segitu' saja bagi Rasulullah. Bisa jadi, saya justru merindukan manusia lain melebihi rindu yang seharusnya saya miliki untuk Rasulullah. Padahal, Allah saja bersabda, "Jika bukan karena Muhammad, tidak Aku ciptakan dunia dan segala isinya ..." Masya Allah ... Demikian cintanya Allah kepada Nabi Muhammad, begitu mulianya Nabi Muhammad bagi Rabbnya, mengapa kita, manusia yang hina tidak memuliakannya sebagaimana Allah begitu memuliakan Beliau ?

Assalamualaika ya Rasulullah ....
Assalamualaika ya Nabiallah ....
Assalamualaika ya Habiballah ....
Assalamaualaika ya Safwatallah ....
saya pun melepas kerinduan dengan Baginda Rasul sambil berlinang-linang air mata di depan mihrabnya ....

Duh, gimana ya, saya curcol maksimal bersama Baginda Rasul. Saya melepas semua rasa gundah dan penat dalam hati saya. Karena Beliaulah, yang akan memberikan syafaat kepada kita. Sungguh tidak bermaksud riya, tapi saya berusaha melakukan ibadah semaksimal mungkin selama di dalam area raudhoh yang makbul ini di tengah-tengah keterbatasan saya akan banyak hal. Lagi-lagi, merayakan hari kelahiran dengan mengunjungi taman surga Rasulullah, saya sungguh merasa sangat bersyukur. Hari itu menjadi moment yang luar biasa bagi saya untuk berkontemplasi. Subhanallah .. Alhamdulillah ... Alaa ilaha ilahlalah ... Allahu Akbar ....

Allahumma sholli ala sayidinna Muhammad wa ala ali sayidinna Muhammad ....

Maka saat hari terakhir beribadah di Masjid Nabawi tiba, saya memilih menyendiri di sudut masjid. Memuaskan hati berbisik-bisik dengan Sang Khalik dengan uraian air mata. Saya merenungi betapa saya telah susah payah mencerna dan berkompromi dengan banyak hal yang menjadi ketetapan Allah dalam perjalanan hidup saya belakangan ini. Sesungguhnya saya sudah tak mampu lagi mencerna semua ini. Menyiasatinya pun sungguh terasa sulit. Hal terakhir dan semoga yang terbaik yang saya bisa lakukan adalah mendekatkan diri kepada Sang Khalik, dan menjalani saja segala sesuatunya dengan ikhlas, berpegang pada tuntunan. Terus istighfar, semoga apa yang saya lakukan tidaklah salah, di tengah-tengah kelelahan hati yang sudah tidak tertahan lagi. Maka selepas shalat subuh terakhir di Madinah, dengan berat hati saya meninggalkan Masjid Nabawi di mana kediaman dan makam Rasulullah beserta para sahabat berada, dengan penuh harap Allah akan memperkenankan saya berziarah lagi ke masjid yang sangat bersejarah ini .... 


PERJUANGAN UMROH

Selepas dhuhur kami pun meninggalkan Madinah. Maka setelah mengambil miqot di Masjid Bir Ali berniat umroh, kami pun memasuki kota Makah bada isya. Setelah makan malam dan bersiap, kami dan rombongan menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan umroh.

Bismillahirrahmanirrahim, knee brace, check. Kaos kaki tebal beralas karet, check. Saya tidak ingat apakah saya pakai korset atau tidak, sepertinya sih tidak, karena akibat mengenakan korset sebulan paska operasi Caesar kemarin, saya mengalami iritasi hebat, jadi malas deh pakai korset lagi. Lillahita'ala, maka saya berserah diri kepada Sang Khalik dalam melaksanakan ibadah umroh kali ini dengan kondisi fisik saya yang sangat jauh beda dari kedatangan umroh saya sebelumnya.

Ibadah thawaf, Alhamdulillah dapat saya lalui dengan lancar. Selain karena perjalanan mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 (tujuh) kali dilakukan secara berkelompok dengan formasi relatif rapat, kecepatan bergerak rombongan saat berjalan pun relatif perlahan sehingga cukup tolerable bagi saya. Alhamdulillah.

Tiba giliran melaksanakan ibadah Sa'i, saya mulai kedodoran. Berjalan dari 'bukit' safa ke marwah sebanyak 7 (tujuh) kali dalam rentang yang cukup panjang dan menanjak pada kedua 'bukit' tersebut, sungguh bukan perkara mudah bagi saya. Apalagi, di sepanjang rute safa dan marwah ada beberapa titik yang jamaah disunnahkan untuk berlari, khususnya jamaah laki-laki. Namun, agar rombongan tidak tercerai-berai, maka jamaah perempuan pun harus menyesuaikan diri dengan jamaah laki-laki bukan, sehingga kami tetap bersama.

Saya, jangankan untuk berlari, untuk berjalan saja belum maksimal, maka pada putaran kedua, saya memutuskan beristirahat. Perut bagian bawah kiri saya sudah mulai berasa panas dan sakit, membuat saya susah berjalan karena sakitnya merembet ke kaki, dan kaki saya sendiri yang begitu keadaaannya. Menaiki kedua 'bukit' safa dan marwah yang landai, saya sudah berjuang. Menuruni kedua bukit, saya terpleset berkali-kali karena lutut belum mampu menahan beban tubuh dengan berjalan menuruni bukit yang landai. Alhamdulillah tidak sampai terjatuh, tapi tetap ... membuat takut.

Maka ibadah sa'i pun saya lalui dengan berkali-kali terhenti untuk beristirahat. Saya bahkan tertinggal dari ibu. Sementara ibu didampingi bapak, Detya berinisyatif menemani saya, saat saya tidak terlihat di tengah-tengah rombongan. Detya pun berbaik hati sa'i sambil menenteng sebuah kursi lipat untuk saya duduk saat saya beristirahat. Sebab bilamana saya beristirahat dengan berselonjor di lantai, itu bukan option terbaik, duduk dan bangun paska istirahat berasa sekali repot dan sakitnya. Alhamdulillah, menjelang tengah malam ibadah umroh berakhir menyisakan kebagiaan dan penuh rasa syukur.

UMROH SUNNAH

Umroh sunnah dilaksanakan 2 (dua) hari setelah umroh wajib. Sesungguhnya usai menunaikan umroh wajib, asli kedua kaki saya berasa mati rasa saking sakitnya. Maka saat umroh sunnah dilaksanakan 2 (dua) hari setelahnya, ibadah pun semakin penuh perjuangan.

Umroh sunnah dilaksanakan selepas sholat dhuhur. Thawaf, seperti biasa, aman terkendali. Sa'i, saya memaksakan diri untuk tidak beristirahat. Saya sempat beristirahat sekali, tapi setelah itu saya memutuskan terus berjalan tanpa beristirahat lagi. Saat umroh berakhir bersamaan dengan adzan ashar, maka saya tdak mampu lagi berdiri. Saya menunaikan sholat ashar sambil terduduk di lantai. Alhamdulillah, tetap disyukuri.

BISSMILLAHI ALLAHU AKBAR

Suatu subuh, Detya ingin sekali mendekat ke Ka'bah. Bismillah, maka saya, detya dan seorang ibu, jamaah dari wanasari - brebes, beringsut mendekati Ka'bah. Mencium Hajjar Aswad adalah sunnah, menjaga kebaikan saat beribadah adalah wajib. Wajar bila seluruh jamaah ingin mencium hajar Aswad. Akibatnya, jamaah bisa saling berdesakan dan berpotensi menyakiti jamaah lainnya saat berupaya mendekati dan mencium hajar Aswad. Itulah sebabnya, saya teringat dengan tausiah para ustadz, bahwa mencium Hajar Aswad hukumnya sunnah, sementara menjaga kebaikan saat beribadah adalah wajib. Jadi, saya tidak memaksakan diri ....

Ditambah dengan kondisi fisik saya yang begini, rasanya berat mendekati Hajar Aswad, terlebih pagi Hajar Aswad sedang dalam proses perawatan sehingga terjaga rapat. Namun saya dan detya bertekad memeluk Kabah, maka kami bertiga beringsut terus mendekat ke arah dinding Ka'bah. Kami pun berhasil mendekati rukun Yamani, salah satu sudut sudut Ka'bah yang sejajar dengan Hajar Aswad, berbatu dan mengarah ke kota Yaman.

Saat melintasi rukun Yamani jamaah disunnahkan untuk mengusap atau cukup melambaikan tangan sambil melafazkan "Bismillahi Allahu Akbar" Dan Rasualullah pernah bersabda, setiap kali melewati sudut ini terlhat ada malaikat yang mengucapkan aamiin, sebagai jawaban atas doa Rasulullah. Selain itu, menyentuh rukun Yamani juga menghapuskan kesalahan-kesalahan. Karenanya, setiap melintasi rukun yamani, rasulullah selalu membaca doa "Rabbana atinna fidunya khasanah, wa fil akhirati khasanah wakinna adzabannar"

Rasulullah bahkan menyentuh rukun yamani dengan tongkatnya. Itulah sebabnya bila memungkinkan untuk mendekat, maka sentuhlah. Namun bila sulit, berlalulah, menjauhlah, janganlah berdesak-desakan ....   


MENINGGALKAN BAITULLAH ....

Perpisahan selalu menjadi saat yang paling menyedihkan. Meninggalkan Makkah selepas pukul 10.00 wib pagi, jamaah banyak yang tertidur saat meninggalkan berbatasan Makah, Tanah haram dan Tanah halal. Mungkin mereka kelelahan usai melaksanakan thawaf wada', thawaf perpisahan dengan Baitullah.

Saya, yang kebetulan tidak terbiasa tertidur bila sedang bepergian, terisak-isak di kursi bus sambil memandangi kota Makkah yang mulai saya tinggalkan. Saya merasa sangat sedih dengan perpisahan ini, karena saya merasa ibadah umroh kali ini saya jauh dari maksimal, jauh dari optimal. Baik secara fisik maupun mental, saya merasa saya telah melakukan banyak kesalahan selama ibadah umroh kali ini. Saya terus istighfar dan bershalawat, memohon ampun semoga Allah berkenan menerima amal ibadah umroh saya, dan berkenan mengundang saya lagi untuk mengunjungi Baitullah dan raudhoh serta makam Rasulullah. In shaa Allah ... ammiin ..aamiin ... aamiin ....

No comments: