Nah, yang menarik ternyata bukan soal asssesment yang baru pertama kali saya ikuti setelah hampir sepuluh tahun bekerja, tapi ternyata saya jadi teringat tes-tes serupa yang pernah saya jalani selama ini. Tanpa saya sadari, ternyata saya telah bekerja secara formal, normatif memang hampir lima belas tahun. Namun secara informal, saya sudah bekerja sejak usia lima belas tahun saat menjadi penyiar radio semasa SMA di kampung dulu selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
Selama hampir lima belas tahun bekerja, setidaknya saya pernah mengikuti assesment dan wawancara di sejumlah perusahaan, antara lain :
- PT. Pura Barutama, Kudus, Jawa Tengah, Desk Publishing, Executive Secretary to VP
- Henkel Pharmaceutical, Semarang, Jawa Tengah, Public Relations
- Ciputra Mall, Semarang, Jawa Tengah, Public Relations
- Departemen Luar Negeri, Yogyakarta & Jakarta, Caraka Muda
- PT. DAI NIPPON, Jakarta, Rotogravure Manager
- PT. Royal BodyCare Indonesia, Jakarta, Corporate Secretary
- PT. Indonesia Power, Jakarta, Public Relations
- PT. HM. Sampoerna, Jakarta, Media Relations Specialist
- Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang
- PT. Pertamina, Jakarta, Media Relations Manager
- Chevron Indonesia, Jakarta, Public Relations
- IMIDAP, UNDP, Media Relations Specialist
- Perusahaan Minning, Government Relations, Jakarta
- Universitas Bakrie, Jakarta, Communication Lecturer
- President University, Jakarta, Public Relations Manager
- PT. Mitra-TELKOM Indonesia, Jakarta ,Corporate Communication
- Universitas Pembangunan Jaya, Communication Lecturer
- Swiss German University, Jakarta, Communication Lecturer
- dll.
Saya menikmati semua pengalaman tes assestment maupun wawancara yang pernah saya jalani. Pada saat-saat seperti itu saya bisa bertemu dengan banyak orang hebat yang berhasil dan membuat saya terkagum-kagum. Saya juga berkesempatan melakukan obeservasi singkat saat memenuhi undangan assestment maupun wawancara di berbagai perusahaan besar itu mengenai orang-orang yang bekerja di sana, petugas pengamanannya, hingga iklim juga kebersihan toiletnya. Sebagai seorang praktisi humas, saya terbiasa memperhatikan banyak hal seperti itu.
YANG PERTAMA SELALU INDAH LUAR BIASA
Nah, giliran mulai bekerja pun tak kalah menggelikan. Saat saya masuk bekerja hari pertama, bos saya pun tak ada ! Padahal, saya ini bekerja sebagai Sekretaris Direktur Pemasaran. Rupanya beliau sedang melakukan business trip ke China sebulan lebih lamanya ! Hahahahaha !
Saya bekerja di Kudus dua setengah tahun lamanya. Bos saya itu masih 33 tahun saat saya bekerja untuknya yang masih bau kencur 23 tahun. Beliaulah yang telah banyak berjasa membuat kemampuan Bahasa Inggris saya menjadi lebih baik. Walaupun saya in charge sebagai Secretary to Director, tapi beliau mendelegasikan pekerjaan melampaui itu, sesuai kemampuan dan kompetensi saya sebagai seorang public relations.
Selama bekerja di Kudus itulah saya berkesempatan berkenalan dengan Mr. Sadoon, Duta Besar Irak untuk Indonesia bersama ibu dan putrinya. Hingga saya pindah ke Jakarta pun, saya masih sesekali menelepon Mrs. Sadoon dan bercengkerama melalui telepon. Mengurus VVIP - tamu perusahaan hingga karpet merah di bawah tangga pesawat di airport Semarang, Jogja maupun Solo adalah hal biasa yang saya lakukan saat itu. Walau harus bangun pagi buta dan sudah meluncur Kudus-Semarang jam 4 subuh, saya senang-senang saja tuh !
Suatu ketika saat melakukan psikotes menggambar, seorang psikolog mengomentari gambar saya, bahwa saya punya masa lalu yang indah soal pekerjaan, ya itulah, kebersamaan saya bersama teman-teman di Divisi Luar negeri selama bekerja di Kudus yang membuat saya sangat happy ! Maka saat kemarin siang tiba-tiba mantan Direktur saya itu menghubungi saya melalui telepon yang ternyata salah sambung, maka kami pun langsung ledek-ledekan dan mengobrol panjang lebar ! Senangnyaaaa ... ! Saya mengakhiri karir saya di Kudus pada Juli 1998 sebagai Secretary to Vice President yang notabene adalah putra pemilik perusahaan ....
YANG TERSULIT, YANG PALING BERKESAN
Saat itu saya melamar sebagai Caraka Muda. Karena domisili saya di Kudus dan rumah di Tegal, maka saat diundang mengikuti tes tertulis tahap pertama, saya diminta hadir di Balairung Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Selama 2 (dua) hari tes tahap pertama itu, pada hari pertama di pagi hari kami ratusan peserta tes harus mengerjakan 5 (lima) soal esai, dari 6 (enam) soal yang tersedia. Kesemua soal itu berkaitan dengan kondisi politik Indonesia saat itu, sungguh saat menarik !
Beberapa soal yang saya ingat adalah mengenai pengertian politik bebas aktif, kasus Sipadan & Ligitan, kasus uskup Belo, kasus pemberian nobel perdamaian kepada Rammos Horta, serta perihal globalisasi dan transparansi. Siangnya, kami kembali disodori sejumlah pertanyaan dan diminta memilih 5 (lima) untuk dijawab dalam Bahasa Inggris. Tema pertanyaan pun masih seputar tentang perkembangan politik nasional saat itu.
Saya ingat betul, sekembalinya saya dari tes, saya langsung menulis ulang semua pertanyaan tes itu berikut jawabannya kurang lebih persis sama seperti yang saya kerjakan saat tes. Saya yakin, tanpa wawasan yang luas mengenai perkembangan negara dan situasi politik pada saat itu yang menjelang pemilu, mustahil para peserta tes dapat menjawab pertanyaa-pertanyaan itu dengan baik dan memuaskan.
Pada hari berikutnya, kami diminta membuat konsep tulisan seandainya kami menjadi Diplomat RI, maka konsep diplomasi macam apa yang kami miliki untuk diterapkan dalam kebijakan politik luar negeri RI. Semua penjelasan itu harus dituangkan lagi-lagi dalam Bahasa Inggris sedikitnya 600 kata (kalau tidak salah).
Tak lama setelah itu, saya mendapat panggilan wawancara bersama 5 (lima) orang pejabat Deplu, katanya mereka itu Diplomat. Pada kesempatan itu, kami diminta mempresentasikan konsep yang telah kami tulis pada tes tahap pertama lalu. Setelah itu mereka mengajukan berbagai pertanyaan mengenai konsep tersebut, dan semua proses itu berlangsung dalam Bahasa Inggris. Wuiiih ... !
Pada tes tahap dua ini, terasa sekali atmosfer persaingan yang sengit. Namun yang menarik, hampir sebagian besar di antara kami membawa kliping koran maupun majalah mengenai perkembangan politik RI saat itu. Sambil menunggu giliran kami semua membaca bekal kliping masing-masing dan ada pula yang berdiskusi. Untung saya sudah banyak membaca melalui majalah dan surat kabar langganan, jadi saya memilih mengobrol dan berdiskusi dengan sesama peserta tes lainnya. Namun berdikusi di antara orang-orang pintar itu ternyata sungguh inspiring dan menyenangkan loh !
Pada bulan Mei 1997 saya mendapat panggilan lagi mengikuti psikotes di LPT (Lembaga Psikologi Terapan) Universitas Indonesia. Dari wilayah Jawa Tengah dan DIY tersisa 9 (sembilan) orang dari ribuan peserta, dan salah satunya adalah saya ! Semua peserta dari Jawa Tengah dan DIY adalah lulusan PTN, saya satu-satunya lulusan dari universitas swasta !
Di LPT UI, peserta tes dari seluruh Indonesia tersisa 250 orang. Saya ingat dari Papua ada 2 orang dan dari Manado pun tersisa 1-2 orang juga. Di snilah saya mengikuti psikotes paling lengkap yang sangat luar biasa ! Walaupun tidak berhasil mendapatkan pekerjaan itu, tapi tetap saja pengalaman mengikuti tes di Deparlu membuat saya sangat bangga dan kaya pengalaman !
SAYANG MENERIMA & TAK COCOK HARGA
Kurang dari seminggu, saya pun mendapatkan panggilan itu. Seorang mantan Menteri Riset dan Teknologi menunggu saya di mejanya untuk kemudian mengajak saya berbincang mengenai banyak hal. Pembicaraannya mengalir sangat hangat dan menyenangkan. Beliau banyak memuji kompetensi saya dan mengatakan secara terus terang, kriteria saya melampaui targetnya. Sopan betul beliau ya ... ? Hahahahaha ....
Sayangnya, pada saat negosiasi dengan pihak yayasan, kesepakatan tidak berhasil dicapai. Pada prinsipnya saya sangat negotiable, namun saya tetap harus realistis menghadapi hidup. Jadi dengan lapang dada, saya pun tidak berhasil memperoleh pekerjaan itu sebagai PR Manager. Setidaknya, bukan karena saya tidak mampu, tapi karena mereka belum mempunyai kebijakan untuk memberikan reward bagi saya setidaknya sama sebagaimana yang saya peroleh selama ini.
MANFAAT ASSESTMENT
Begitupun saat assestment lalu sang spikolog mengomentari bahwa saya 'beda gelombang' dengan lingkungan yang saya hadapi saat ini. Ibarat sebuah gelombang adalah am sementara gelombang yang lain adalah fm, tentu tak mungkin bertemu bukan ? Kalau beda frekuensi tentu masih mungkin bergeser untuk menyesuaikan diri, tapi kalau beda gelombang ? Sama halnya setelan listrik, yang satu 220 dan lain 110 maka bisa bikin korslet kan ? Makanya, yang terbaik saat ini mungkin untuk tidak menggunakan gelombang yang saya miliki sambil terus berusaha mendapatkan gelombang lain yang sesuai untuk saya.
Rezeki tidak mungkin salah alamat, itu hal yang selalu saya yakini. Jadi kalaupun belum berhasil sekarang, itu bukan berarti gagal selamanya. Ikhtiar itu wajib hukumnya, dan pada setiap kejadian ada banyak hikmah di dalamnya. Allah SWT tentu telah mengatur agar semua yang terbaik bagi kita selalu tiba pada waktunya yang paling tepat dan sempurna. Inssya Allah, amin ....
2 comments:
aslmkm. Wr. Wb.
Sebelumnya perkenalkan nama saya didi. Tulisan Mbak Firlly sangat menginspirasi saya, serasa nonton nonton kick andy. Hehe..
Kalau diperkenankan bertanya, saya ingin minta saran Mbak.. sampai kapan kah kita seharusnya berhenti mencari tempat kerja baru Mbak? Maaf lagi galau (bahasa sekarang hehe). Yang terakhir Mbak, saya baca Mbak pernah di Pt. P*ra Bar*tama , bagus tidak untuk perkembangan karir kita? Kebetulan saya lukusan IT.
Terima kasih Mbak. Semoga Mbak Fir tambah sukses. Amin...
aslmkm. Wr. Wb.
Sebelumnya perkenalkan nama saya didi. Tulisan Mbak Firlly sangat menginspirasi saya, serasa nonton nonton kick andy. Hehe..
Kalau diperkenankan bertanya, saya ingin minta saran Mbak.. sampai kapan kah kita seharusnya berhenti mencari tempat kerja baru Mbak? Maaf lagi galau (bahasa sekarang hehe). Yang terakhir Mbak, saya baca Mbak pernah di Pt. P*ra Bar*tama , bagus tidak untuk perkembangan karir kita? Kebetulan saya lukusan IT.
Terima kasih Mbak. Semoga Mbak Fir tambah sukses... amin..
Post a Comment