Sosial media, yang sangat mudah dalam penggunaannya, luas jangkauan wilayahnya, bahkan kini nyaris tak ada lagi batasan ruang, serta cepat dalam penyampaian pesannya (tak ada pula batasan waktu), tentu menjadi salah satu media favorit yang dipilih hampir oleh semua penggiat di berbagai bidang pekerjaan. Media sosial digunakan oleh politisi, pelaku ekonomi, industri hiburan, dunia pendidikan, syiar agama, sosialisasi regulasi, pendidikan kesehatan, dsb. Bahkan media massa, pun seiring berkembangnya teknologi informasi & komunikasi, terpaksa, dituntut, juga mengkonvergensikan dirinya dengan menggunakan pula beragam media sosial.
FENOMENA PELAKU MEDIA SOSIAL
Seorang akademisi yang lain, tampak begitu sangat temperamental kharakternya di media social saat mengkritik rezim yang berkuasa. Bicaranya begitu kasar, tidak lagi mencerminkan sosoknya sebagai seorang akademisi, sebagai seorang guru, yang tingkah polah, ucapan, sikap dan perilakunya digugu (diperhatikan) dan ditiru oleh anak didiknya, yang ratusan, bahkan ribuan menjadi follower (pengikut) akunnya di media sosial dan membaca seluruh sumpah serapahnya.
Bahwa setiap diri kita berhak menentukan apapun yang menjadi pilihan kita dalam hidup, baik itu berpolitik, keyakinan dalam beribadah, tokoh pemimpin, namun, mari sampaikanlah dengan cara-cara yang baik, yang santun, yang bermartabat. Apapun agamanya, semua mengajarkan hal yang sama tentang kebaikan bukan ? Dan ukuran kebaikan masih tetaplah sama di belahan dunia manapun. Artinya, semua manusia di belahan bumi manapun akan tidak suka bila direndahkan, baik secara face to face, apalagi secara just in time melalui media sosial yang langsung dapat dibaca oleh orang banyak di seluruh penjuru bumi, dalam waktu yang bersamaan ....
- Berkicaulah dengan sopan. Bila memang berseberangan ide dengan orang lain, hormatilah perbedaan. Bila orang lain tak sepaham dengan anda, bukan lantas anda menjadi berdosa setelah anda mengingatkannya secara patut;
- Jangan merendahkan dan atau mempermalukan orang lain, sekalipun anda memang jauh lebih mengerti dan benar, apalagi bila anda lakukan itu di laman orang lain ! Hal yang semacam itu sangatlah tidak sopan dan tidak intelek. Contoh : hindari mengkoreksi kemampuan bahasa asing orang lain, hukum agama, teori2, dst. kecuali anda memang ditanya atau dimintai komentar;
- Bila anda memang sudah tidak berkenan berteman dengan seseorang di media sosial, anda wajib tetap menjaga sopan santun, layaknya pertemanan tatap muka. Ingat, berinteraksi melalui media sosial walaupun tidak tatap muka bukan berarti tidak ada etika. Justru, ketidaknyamanan yang ditimbulkan dalam media sosial bisa jadi terasa lebih sensitive karena faktor tidak saling tatap muka itu. Mengapa, karena masing-masing tidak dapat melakukan konfirmasi melalui reaksi yang ditunjukkan oleh gesture atau bahasa tubuh (body language) atas pesan yang disampaikan. Melalui bahasa tubuh, biasanya awam pun dapat langsung mengenali respon lawan bicara apakah berkenan atau tidak dengan ucapannya sebelumnya, misalnya wajah memerah, posisi duduk berubah, intonasi berubah, dst.;
- Bila anda suka berbagi atau menyebarkan hal-hal yang menjadi keyakinan anda kepada orang lain, maka lakukanlah secara persuasive. Usahakan sampaikan pesan tidak dengan menggurui. Bila anda menyukai dengan perbandingan, maka lakukan perbandingan secara obyektif dengan landasan yang relevan, namun tetap sampaikan dengan santun, bukan menghardik atau mencela. Jangan pula memaksa dengan kicauan yang mengintimidasi pihak lain. Jadilah dewasa, cukup akhiri persuasi anda dengan pertanyaan retorik atau pertanyaan kepada pembaca yang membuat pembaca berpikir tanpa merasa dipersalahkan, disudutkan atau dibodoh-bodohkan;
- Hindari pula berdebat di media sosial. Ingat, namanya juga media sosial, maka di antara pihak-pihak pengguna media sosial memiliki keterbatasan untuk dapat saling bertatap muka. Maka penjelasan perdebatan melalui tulisan tidak sama efektifnya dengan bicara secara tatap muka. Sebaliknya, perdebatan pada media sosial rentan dengan kesalahpamahan akibat keterbatasan yang ada.
Sekali lagi, be wise ! Bijaksanalah ! Manusia bukan dewa apalagi Tuhan. Maka mengkritiklah secara manusiawi, bersyiarlah secara patut. Teknologi diciptakan untuk membantu manusia, bukan menjadikan manusia terpedaya karena teknologi. Jangan pula anda sampai jatuh merek lantaran salah cara dalam berinteraksi menggunakan media sosial. Sayang kan ? Semoga catatan pendek ini bermanfaat ya ... ?!?!?! :)
No comments:
Post a Comment