Sudah lebih dari 5 (lima) tahun belakangan ini saya merasa menghadapi masalah yang sangat serius dengan kompetensi saya. Dari hari ke hari, waktu ke waktu, saya merasa semakin bertambah bodoh saja. Indikatornya sangat nyata, saya kini semakin tidak produktif dalam menulis (
blogging), khususnya pada sejumlah akun blog yang saya miliki. Tidak hanya itu, saya pun merasa kehilangan daya kreativitas saya secara ekstrim. Akibatnya, saya tidak lagi sensitive terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar saya dalam menemukan hal-hal yang menarik untuk saya telaah, saya kaji, saya kritisi, sesuai sudut pandang yang relevan dengan kompetensi saya, misalnya. Saya menduga, hal ini terjadi karena selama beberapa tahun belakangan ini, saya tidak memanfaatkan kemampuan intelektualitas saya secara teratur. Dengan kata lain, saya melakukan sebaliknya, secara teratur membiarkan otak saya mubazir tidak terpakai secara apa ya ... menantang daya pikir begitu. Atau yang lebih menyedihkan lagi, saya terkondisi seperti itu setiap hari dari 24 jam waktu yang saya miliki, 8 -10 jam ke kantor, 8 jam tidur, sisanya beberes rumah.
Padahal waktu saya sangat banyak (nganggurnya). Dulu, di awal 2008 saya begitu produktif menulis. Saya bisa loh, di hari libur sabtu atau minggu, duduk di dingklik plastic pink saya di meja ruang tamu, membuka laptop ditemani setumpuk buku, untuk menulis berbagai hal.
Di tahun berikutnya, saya mencicil membeli sebuah
gadget yang dapat mendukung saya untuk
blogging, dengan layarnya yang kurang dari 5 inch. Saya bisa loh, ngeblog dengan gadget kecil itu kapan saja, di mana saja,
anytime saya punya ide, sampai-sampai orang kantor bingung melihat saya anteng ngetik di layar sentuh yang secumit itu kecilnya. Tahun berikutnya lagi, saya sampai menjual salah satu tabungan logam mulia saya untuk membeli
gadget yang lebih besar, sekitar 7 inch dengan harapan dapat lebih nyaman dalam menulis di media sosial dengan gadget yang lebih ramah pakai dalam pandangan. Tapi kenyataannya, waktu-waktu berlalu kemudian dan hingga sekarang, hal seperti itu tidak pernah saya lakukan lagi !
Bingung sekali sesungguhnya dengan kemunduran yang saya alami ini. Saya berharap Allah tidak sedang mengambil semua kesenangan saya dalam menulis. Tapi saya sungguh tak mengerti apa pasalnya ?
Sebulan lalu ceritanya saya mendaftarkan diri untuk kuliah lagi. Dan ternyata saat saya mengikuti tes ujian tertulis, masya Allah ... otak saya lemot bukan main. Saat itu saya sempat bertanya dalam hati, serius nih, mo' kuliah lagi, otak lemot begini ? Mengerjakan soal ujian tertulis 4 (empat) mata kuliah saja sudah engap bukan main, sesek napas, saking capenya mikir.
KASUS GENIE
Dalam catatan saya terdahulu saya sempat menulis tentang kasus Genie, gadis 13 tahun yang tidak bisa bicara dan berperilaku seperti anak seusianya kebanyakan. Ternyata Genie sejak kecil selalu didudukan di kursi dan diikat tangan dan kakinya oleh ayahnya sendiri. Genie pun kekurangan makan, bila ia menangis, ayahnya akan memukulnya. Kakak laki-laki Genielah yang sembunyi-sembunyi dan diam-diam memberinya makan. Jadi genie tidak pernah mendengar orang bercakap-cakap. Akibatnya, ya itu, Genie menjadi anak yang seperti terbelakang, tidak bias bicara dan selalu meludah di mana saja.
Berangkat dari kasus Genie, ahli-ahli ilmu sosial berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian (Davis, 1940; Wasserman, 1924). Sementara antropolog terkenal, Asley Montagu (1967;450) dengan tegas menulis, "
The most important agency through which the child learns to be human is communication, verbal also nonverbal." (Psikologi Komunikasi, Jalaludin Rakhmat, MSc, hal. 2)
Pastinya, saya bukanlah anak kecil yang mengalami hal yang sama seperti yang Genie alami. Entah relevan atau tidak, dari kasus Genie, setidaknya diketahui bahwa pada dasarnya otak manusia bila tidak dimanfaatkan sebagaimana seharusnya, ternyata berakibat pada kemampuan manusia secara utuh sebagai makhluk. Mungkin itu pula yang terjadi pada diri saya, selama bertahun-tahun otak saya tidak menerima umpan yang merangsang otak saya untuk berpikir kreatif. Akibatnya, saya mendapati diri saya sepertinya semakin bertambah bodoh. Saya merasa kompetensi saya saat ini tidak lebih baik dari sepuluh tahun lalu, kalau tidak mau dibilang justru mengalami kemunduran yang nyata.
Padahal,
gadget tetap punya, padahal waktu banyak, padahal akses internet tidak pernah putus, jadi kenapa ? Saya berharap kondisi ini tidak semakin bertambah buruk. Semoga saya juga tidak sedang dalam kondisi demotivasi yang berada pada titik nadir,
numb. Setidaknya saya tetap berusaha untuk aktif menulis sebisa saya, walau kadang saya menilai saya tidak lagi menyajikan analisa yang tajam dalam tulisan-tulisan saya sebagaimana terdahulu, setidaknya untuk ukuran amatir seperti saya.
At least saya menyadari ada yang tidak beres dengan diri saya, dan saya berusaha memperbaikinya. Semoga tidak terlambat ya ... ?
Selalu teringat wise words yang pernah diucapkan mendiang guru Bahasa Inggris saya saat SMP yang sangat saya kagumi, Pak Louis, "It's never too late to learn", tidak ada pernah ada kata terlambat untuk yang namanya belajar ....
Bissmillahirrahmanirrahim, man jada wa jadda, laa tahzan .... !
No comments:
Post a Comment