Kisah teladan ini pertama kali saya dengar dari almarhumah eyang uti (ibunya bapak). Nah, jadilah kisah itu yang selalu digadang-gadang ibu, untuk merajuk ke kita, anak-anaknya setiap kali ada maunya.
IBU YANG CENGENG
Jadi, hari ini ibu ulang tahun. Agak susah juga cerita tentang ibu. Yang saya tahu tentang ibu ya hanya itu, cantik, putih, besar, pinter masak, pinter dandan, tertutup (apa-apa dipendem sendiri, yang ada darah tinggi), masa mudanya jagoan olah raga, terutama voli, sekarang sukanya mainan kucing, sama getolnya sama berorganisasi dan berpolitik. Selebihnya, saya ga tahu apa-apa lagi ....
Ibu juga sosok perempuan yang cengengnya bukan main. Banyak acara keluarga yang 'rusak' gara-gara ibu suka mewek ala sinetron gitu deh. Mau seneng mau sedih, tahu-tahu sudah sibuk mewek. Diceritain kucing ditendang juga, ibu bisa tuh, termehek-mehek di ujung telepon di tegal sana ! Makanya, kalau sudah acara reuni keluarga ibu & de gang keluarga Menado nih, disebut artis sinetron 'Tersanjung' sinetron di era 80'-an yang penuh dengan tangisan Bombay.
Nah, bicara sebagai seorang berdarah Manado, ibu tuh orang Menado yang ga' doyan ikan. Padahal, masakan Manado itu umumnya serba ikan. Pokoknya, saya saksi hiduplah, yang sejak kecil nemuin ibu kasih mam saya ikan paling banter bandeng presto doank, selain itu ga pernah. Kalaupun kita serumah sesekali mam ikan pindang banyar, itu pastilah kiriman sahabat ibu, sesama perias penganten, yang saban jumat kirimin sayur asam, sambal plus ikan pindang banyar khas Tegalan.
Menyoal kegemaran makan, ibu suka sekali mam junk food ! Bayangin aja, saban kali saya mudik, saya harus nurutin ibu mam Mc.D ma Pizza Hut. Padahal itu warung makan, di Jakarta asli ada sebelah rumah ma di seberang rumah bintaro. Masa udah mpe kampong masih disuruh mam yng beginian juga ? OMG ibuuuuu .... !!!
KAMU CUMA BERDUA !
Entah ya dengan detya, apakah dia cukup terbuka atau tidak dengan ibu & bapak. Sebab saya juga jarang banget berbagi cerita sama 'fotokopi'nya ibu yang satu kartu keluarga dengan saya itu selama hampir tiga puluhan tahun itu. Yang pasti ibu lebih sering pergi ke Bandung-lah, nemuin detya timbang nemuin aku di Jakarta. Ya ... namanya juga anaknya, ya gak ? :)
Di sisi yang lain, kami juga sangat dekat dan kompak. Setidaknya setiap kali lebaran, saya, ibu dan detya selalu pakai baju kembaran atau sama'an. Dan sayalah yang selalu kebagian tugas pengadaan seragam itu, dari baju lebaran, baju kondangan, dst. Rempong juga, sebab berat di ongkos. Sekali waktu pergi ke Pekanbaru, Riau, saya pun bangkrut membeli oleh-oleh kain khas Riau yang warnanya ibu banget !
Kain-kain khas Riau untuk busana muslim atau gamis, perpaduan warna dan aplikasi bordirnya, sangat cetar membahana, ada pink ketemu hijau, ungu ketemu oranye, hitam ketemu merah, pokoknya warnanya ibu banget. Kebayang warna-warna itu menempel di kulitnya yang putih itu, bagus banget kan jadinya (sebel!) Lah, kalau sepotongnya berkisar Rp. 500.000,- sd. Rp. 700.000,- untuk kembaran kita bertiga kan bangkrut sayanyaaaaa ... ?
Lain kesempatan, saya mampir ke jalan Veteran, Denpasar, belanja kain kebaya bordir. Ya, lagi-lagi saya harus belanja untuk kami bertiga. Kalau ada 2 (dua) jenis untuk saya, berarti saya juga harus beli yang 4 (empat) lainnya untuk ibu sama anaknya yang di Bandung itu. Dan masih banyak deh, contoh kasus yang lain. Hehehehe ....
Propaganda ibu yang selalu diteriakkan ke saya dan detya setiap kali berantem, gebuk2an, pukul2an, tendang2an sejak kecil itu, katanya, "Kamu itu cuma berdua, harus saling tolong-menolong ! Jangan sampai, anaknya detya ga' bisa sekolah karena ga' punya uang, kamu (saya) harus bayarin ! Kamu juga detya, jangan sampai anaknya mba' iwing ga bisa sekolah karena ga' punya uang, kamu harus bayarin !" Semoga, kita berdua segera beranak Ya Allah ... !!! :)
MENANTU IDAMAN
Sementara, di saat-saat terakhir masa hidupnya, alhamdulillah eyang uti memilih lebih banyak menghabiskan waktunya bersama kami, keluarga sederhana ini, di Tegal, bersama ibu dan bapak. Masalahnya, saat itu, ibu masih aktif berpolitik. Jadi, eyang banyak ditinggal ibu. Kadang mungkin ibu cape sering pergi ke luar kota, jadi saat di rumah jarang ketemu eyang karena istirahat di kamar. Nah, dalam hal ini, almarhumah eyang uti sebagai sosok yang sangat spesial sepanjang hidupnya, bisa menerima kesibukan ibu yang demikian padat, sungguh luar biasa kebesaran hatinya, memaklumi kesibukan sang menantu sehingga jarang berinteraksi dengan beliau.
Namun di sisi yang lain, di tengah-tengah kesibukannya, ibu tetap bisa menyediakan makan pagi, siang, dan malam on time ala eyang, itu juga sebuah prestasi yang luar biasa. Almarhumah eyang uti sebagai sosok yang besar dengan didikan jaman dulu (belanda) adalah sosok yang selalu disiplin, termasuk jam makan. Beliau selalu sarapan pukul 06:00 pagi dan makan malam pukul 18:00 sore. Belum lagi, support ibu yang maksimal kepada bapak untuk stand by menerima panggilan eyang uti jam berapa saja, tengah malam, pagi buta, siang bolong, untuk jemput eyang uti di mana pun, itu juga tak kalah luar biasa. Coba kalau ibu itu menantu yang reseh, tentu ibu tidak support bapak untuk senantiasa berbakti kepada ibunya, eyang uti ....
Ibu getol olah raga sejak muda, terutama voli. Getolnya ibu main voli jaman saya SD mpe SMP dulu, saya agak2 gimana gitu tiap kali ditenteng ibu latihan malam2 mpe2 ke gudang bulog arah keluar kota Tegal. Belum lagi, kalau sedang tanding, badan ibu yang gak mungil itu seringkali disorakin penonton. Tapi jangan salah, begitu ibu lompat dan melakukan smash dengan kencang, para penonton pun bersorak, ga jadi ngelecehin. Yang pasti, alhasil saya dan detya jadi doyan voli juga mpe sekarang gara-gara nontonin ibu maen voli saat kita masih kecil.
MENGAJI & MENYANYI
Ibu juga getol ndorong saya untuk sibuk berkesenian. Kalau bukan karena dorongan ibu, saya rasa otak kanan saya ga' bakal dominan seperti sekarang ini. Sejak kecil, ibulah yang daftarain saya les organ, les gambar, les bina vokalia pranadjaya, berguru keroncong, ngeband di pabrik Teh Sosro di Slawi, hingga ngijinin ngamen nyanyi di acara kawinan ! Ibulah yang ngater saya ke mana-mana ikutan lomba nyanyi. Bahkan saat saya sakit panas pun, ibu tetep maksa saya ikutan lomba Pop Singer se Jawa-Bali. Sakti ga tuh ? Alhasil, saya dapat juara 3 deh, se-Karesidenan Pekalongan. Saat ikutan Lomba Penyanyi Remaja (LPR) tingkat Nasional, ibulah yang sibuk carikan saya pengiring, karena suara harus direkam melalui kaset. Walau ga juara, saya berhasil masuk 30 besar semifinalis tingkat nasional se-Indonesia loh, masih 15 tahun waktu itu. Juaranya ya Irma June, Johandy Jahya, Heidi Yunus dkk. deh ...
Nah, itulah ibu. Saya tahunya cuma segitu. Pokoknya setiap kali ibu ambil rapot di sekolah, biasanya temen2 pada bisik-bisik, "Kae ibune Firlly" ("Itu ibunya Firlly"). Mungkin teman2 heran ya, ibu dan anak ga mirip.
Semoga, di hari ulang tahunnya ini, ibu selalu sehat, diberikan umur yang barokah, dimuliakan Allah, selalu kompak bersama bapak mengurus kucing-kucing kesayangannya, selamat dunia & akhirat. Aamiin ...
No comments:
Post a Comment