Sunday, 7 June 2009

MUKTAMAD "GA' ADA ?"

Pagi-pagi sekali saat saya ngerumpi by phone sama detya di bandung, tiba-tiba dia cerita kalau saat ini tengah beredar informasi, rumor, bahwa Pak Muktamad meninggal dunia. Pak Muktamad adalah guru matematika killer kami saat kelas 3 di SMA dulu. Selain berprofesi sebagai guru, beliau juga guru bela diri yang sangat rajin shalat dan tirakat, puasa, dll. Jadi, muktamad bukan sosok guru yang biasa-biasa saja. Dengan perawakan yang besar dan profesi di luar pengajar akademis, muktamad adalah sosok yang religius.

Namun, begitu sangarnya muktamad saat mengajar kami dulu, sampai-sampai suami saya selalu muntah-muntah setiap kali akan berangkat sekolah, khususnya bila hari itu ada pelajaran matematika yang diajarkan beliau. Selain sangar, beliau juga mengajar super cepat alias kilat khusus. Jadi metode dalam mengajar adalah memberikan penjelasan 30 menit, sisanya yang 15 menit langsung ulangan ! Celakanya, bila kita tidak menggunakan kertas ulangan khusus yang memang biasa digunakan khusus dengan kepala surat identitas sekolah kami, SMA Negeri 1 Tegal, kami bisa dapat masalah besar. Jadi, bila kami memperoleh pelajaran matematika 6 hingga 8 pelajaran matematika selama seminggu (kebetulan saya jurusan IPA saat SMA), maka terbayangkan 'kan betapa jiper dan stressnya kami menghadapi beliau ?

Tidak hanya itu, beliau juga sangat memperhatikan disiplin khsususnya kerapian siswa, dari kuku, kaos kaki, bedge identitas sekolah hingga nama siswa ! Jadi, bila seragam kami tidak sesuai aturan, rok atau blus terlalu pendek, tidak berkaos kaki, lengan dilipat seperti preman, pasti beliau akan mencubit kami dan tidak mengijinkan kami mengikuti pelajarannya ! Wuakakak ... ! Galaknya ngelebihan guru ke anak SD ya perhatiannya ?

Lucunya, saya sudah bersahabat dengan beliau sejak kelas 1. Jadi, saya juga pernah menggunakan seragam tidak sesuai aturan, terpaksalah beliau suruh saya keluar kelas. Tak lama beliau menghampiri saya di koridor kelas, lalu ujarnya, "Kowen aja kaya kuwe ... o. Angger aku ora marahi kowen 'kan berarti aku ora adil karo sing liya. Aja dibaleni maning ya, nganggo klambi seragame sing bener !" Artinya kurang lebih, "Kamu jangan begitu donk. Kalau saya tidak marahi kamu, berarti saya tidak adil terhadap yang lain. Jangan diulangi lagi ya, pakai sragam yang bener !" Tapi akhirnya, saya diijinkan masuk kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran beliau hingga akhir.

Jujur saja, saya bisa begitu akrab dengan beliau karena beliau adalah juga guru paman-paman dan tante-tante saya sebelumnya. Jadi kami sudah saling kenal begitu. Maka, bila teman-teman yang lain agak takut bertemu beliau, saya justru sering ditraktir makan sate kambing beliau bersama detya sore-sore.

Makanya, beliau pun, termasuk orang yang selalu saya cari-cari setiap saya pulang kampung. Sekarang beliau mengajar di SMA Negeri 1 Pemalang. Saat saya ada keperluan di kantor imigrasi pemalang, seperti biasa, maka saya telpon saja beliau di sekolah. Intinya cuma satu, saya mau ajak beliau madol. Saat itu beliau berkomentar, "Aku lagi ngajar sih wing" (nama kecil saya)" ujarnya sedikit bernada keberatan. Tapi karena saya memaksa, "Tinggal baen pak, sepisan-pisan" pinta saya merajuk. Akhirnya, sejurus kemudian saya pun sudah mendapati beliau di dalam mobil bersama saya dan ibu, main-main muter-muter pemalang, ke imigrasi dan makan siang di wts (warung tengah sawah) ! Wuakakak .... !

Saat saya putus pacar, saya curhat, ngadu, nangis-nangis juga sama beliau ! Begitu pun saat saya dilamar, yang saya cari dan prioritas undang adalah beliau. Sayangnya, saat saya ijab kabul, saya kesulitan menghubungi beliau. Alhasil saat saya telepon dengan beliau kemarin, beliau marah-marah dan menyebut saya kurang ajar. Katanya, "Eh ... bocah ente dalban ya, kawin ora ngundang-ngundang" komentarnya kesal. Setelah saya jelaskan bahwa saya sudah berusaha menghubungi beliau tapi tidak bisa, yang terjadi kemudian justru sebaliknya. Katanya, "Eh ya wis berarti aku njaluk pangapura ya, aku sing salah sing ora bisa dihubungi, telpone ilang" jelasnya sportif. Wuekekek. Begitulah muktamad, sportif.

Begitulah, sosok guru bagi saya tidak terkecuali dengan guru sekiller Muktamad. Tak sedikit kawan yang masih menaruh dendam lantaran merasa sakit hati akhibat cara mengajar beliau yang keras semasa SMA. Maka, tak jarang kami sesama siswa seringkali beradu argumentasi dan berbeda pendapat dengan begitu hebohnya dan emosional di mailinglist kalau sudah membahas sosok yang satu ini .

Tapi banyak juga yang mengakui, bahwa mereka seumur hidupnya belajar matematika hingga cemantel di kepala ya hanya mengandalkan ilmu yang diajarkan muktamad semasa SMA. Maka tak heran beberapa teman berhasil mencetak nilai NEM sempurna alias 100 di ujian nasionalnya ! Tak peduli mereka kuliah di institut atau universitas sehebat apapun setelah lulus SMA, teman-teman mengaku tidak pernah lagi belajar setiap kali menghadapi tes karena apa yang diajarkan muktamad begitu dasyat nancep ke isi kepala mereka. Busyet ... !
Sementara bagi saya yang kemampuan intelektualnya tidak secemerlang mereka, tidak sedikit pun membuat saya membenci muktamad. Bagi saya tidak ada alasan untuk membenci guru, apapun bidangnya, bahkan guru olah raga sekalipun yang menurut saya tidak kreatif dalam mengajar karena hanya membiarkan siswanya lari keliling sekolah atau stadion 3-5 kali putaran, setelah itu kami dibiarkan begitu saja. Sementara selama sekolah di sekolah swasta semasa SD dan SMP setiap kali pelajaran olah raga saya biasa melakukan kegiatan olah raga yang sebenarnya, dari volley, basket, lompat jauh, lompat galah, sprinter, kasti, dll.

Gara-gara bosan berolah raga lari setiap minggu tanpa melakukan aktivitas yang lain, saya bersama seorang teman perempuan yang lain pernah membelot aturan putaran lari hingg ketahuan dan dihukum scotjump dll. hingga 30 - 50 kali. Tapi itu pun tidak membuat saya marah, saya justru merasa senang karena pelajaran olah raga jadi berbeda.

Bagi saya, guru adalah orang yang wajib dihormati, dihargai, didoakan. Apapun dalihnya, saya bisa seperti ini karena mereka. Sementara saya bisa hidup meninggalkan kota kelahiran saya, mendapatkan pekerjaa, mendapatkan bayaran yang baik, itu semua karena rezeki Allah diturnkan melalui pertolongan mereka, guru-guru saya. Sekali lagi saya merasa sangat bersyukur telah dilahirkan, tumbuh dan dibesarkan di kampung, di kota kecil yang masih menjunjung nilai-nilai tradisional seperti ini.

Bagi saya, ikatan emosional antara murid dan guru adalah sesuatu yang alamiah, yang menarik yang kadang tidak dapat dijelaskan, yang kadang lebih berpengaruh dalam membentuk atau mengembalikan anak ke kondisi yang seharusnya, berjalan di tracknya. Tidak percaya ? Coba tarik mundur kembali perjalanan hidup kita semasa sekolah dan ingat-ingat bagaimana kita berinteraksi dengan guru-guru kita dulu. Pasti menarik !




3 comments:

Omheri said...

Mba, salam kenal. Saya alumnus Smansagal juga. Masih kontak dengan pak muktamad? saya kok keinget sama dia ya? Makasih atas tulisannya. Begitu berkesan kalomengenang jasa-jasanya

Unknown said...

hahaha dalban.
isih urip ngajar neng smanti pemalang

Unknown said...

hahaha dalban.
ora nggarap tugas rangkep 10