Ternyata, sejumlah pegawai pria tanpa rasa malu ikut membuang hajat di toilet wanita. Ironisnya, kebiasaan buruk ini diawali justru oleh atasan. Saat hal tersebut dipertanyakan oleh pegawai perempuan, beliau berdalih bahwa toilet perempuan lebih bersih, sehingga lebih nyaman. Selain itu, jumlah pegawai pria lebih banyak, sehingga menurutnya sah-sah saja bila pegawai pria ikut membuang hajat di toilet wanita. Saat pegawai perempuan berinisyatif untuk mengunci toilet wanita, sang atasan murka. Dengan marah dan geram ia pun menghardik "Norak !" kepada anak buahnya. Sesungguhnya, siapa yang norak dalam hal ini ?
Alasan demikian tentu tidak bisa dianggap benar apalagi dibiarkan. Karena bila persoalannya adalah kebersihan, sebaiknya atasan meminta bagian kebersihan agar membersihkan toilet pria lebih bersih lagi. Selain itu,bila ketersediaan toilet pria dirasakan kurang, sebaiknya atasan melakukan penambahan toilet, bukan menggunakan fasilitas toilet wanita.
Toilet, adalah area pribadi. Bayangkan saja, saat seorang pegawai perempuan hendak memasuki kamar mandi dan mengetahui bahwa kamar mandi yang lain sudah terisi, ia pun bertanya siapakan yang ada di dalam, namun tidak ada jawaban. Tak lama, saat pegawai perempuan keluar dari kamar mandi dan hendak merapikan diri di depan cermin wastafel, keluarlah salah seorang atasan yang lain dari kamar mandi yang terisi itu tadi ! Jadi, kedua makhluk berlainan jenis itu berada dalam satu ruang yang sama di kamar mandi.
Bertahun-tahun, kebiasaan itu hingga kini masih saja berlangsung ! Teladan sang atasan yang kini telah berganti orang, telah diikuti oleh para pegawai pria yang lain untuk melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh orang dewasa, bermartabat, berbudaya dan beragama. Para pegawai pria tetap membuang hajat di toilet wanita. Persoalan ini mungkin sungguh sepele, tapi sekaligus sungguh tidak etis. Benarlah kata pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing berlari ... !
No comments:
Post a Comment