KECURANGAN BERULANG
Selasa, 10 Mei 2011, 18.30 wib, saya melintas di pintu tol Pondok Ranji Bintaro, mengarah pulang, di kawasan Bintaro, Sektor IX, Tangerang Selatan. Seperti biasa, seringkali saya menerima kembalian uang pembayaran berupa tumpukan uang logam yang terbungkus struk pembayaran pintu tol. Malam itu, saya membayar dengan uang pecahan Rp. 5.000,- Sementara tarif yang harus saya bayar adalah Rp. 2.000,- jadi seharusnya saya menerima kembalian Rp. 3.000,-
Saat uang kembalian saya terima, saya merabanya masih dalam bungkusan struk, dan saat saya memastikan untuk melihatnya, saya pun segera tahu bahwa uang kembalian yang saya terima jumlahnya tidak sebesar yang seharusnya saya terima.
Kejadian seperti ini sangat sering terjadi, saat petugas pengumpul tol (demikian jajaran SDM Jasa Marga menyebut para petugas pintu tol) memberikan kembalian yang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya. Pengalaman semalam, adalah pengalaman yang sudah yang kesekian kali. Bayangkan saja, saya setiap hari melintas di pintu tol ini saat berangkat dan pulang kerja. Maka kejadian seperti ini sangat menjengkelkan. Bukan karena kembaliannya kurang Rp. 500,- tapi sikap para petugas pengumpul tol itu yang sangat mengecewakan pengguna jasa jalan tol.
Rp. 7.2 MILIAR SETAHUN !
Bayangkan, bila seorang petugas pengumpul tol dalam sejamnya melayani sedikitnya 500 mobil saja, dan ia mengambil Rp. 500 dari setiap kembalian bagi mobil yang melintas, itu artinya ada nilai sebesar Rp. 250.000,- dalam sejamnya. Bila ia bertugas sedikitnya 8 jam dalam sehari, itu artinya ada uang senilai Rp. 2 juta yang ia ambil. Bila ia bertugas selama 5 hari kerja dalam seminggu, artinya ada uang Rp. 10 juta dalam seminggu. Bila sebulan ada 4 (empat) pekan, itu artinya ada uang sebesar Rp. 40 juta. Bila dalam setahun ada 12 bulan, maka artinya ada uang sebesar Rp. 480 juta yang diambil dari pengguna jalan tol.
Itu baru satu orang. Bila dalam sehari sedikitnya ada 5 (lima) gardu yang dibuka dalam satu pintu tol, berarti ada Rp. 480 juta x 5 orang, maka nilainya menjadi Rp. 2.4 miliar dalam setahun, dalam satu shift. Padahal dalam 24 jam setidaknya ada 3 (tiga) shift, berarti angka itu menjadi Rp. 7.2 miliar dalam setahun !!!!! Angka itu belum menghitung akhir pekan Sabtu dan Minggu yang berjumlah 104 hari, maka angkanya akan semakin mengejutkan ! Bagaimanapun mekanisme pembagian shift petugas pengumpul pintu tol, itu tidak mengubah angka yang mungkin terkumpul dalam kecurangan ini. Karena pada prinsipnya pintu tol melayani 24 jam dalam sehari, 365 hari dalam setahun ! Bayangkan, bila angka itu terjadi di hampir seluruh pintu tol yang ada di Indonesia !!!!
SELAMAT MELAKUKAN PERBAIKAN !
Maka, sebaiknya saat anda berniat melintas di pintu tol, siapkanlah uang pas. Bila tidak ada, sempatkanlah untuk menghitung kembalian walaupun terpaksa menyita waktu beberapa saat dan membuat pengantri di belakang menunggu.
Hal ini semata-mata untuk meningkatkan kinerja dan menumbuhkan kembali itikad baik dan nilai2 kejujuran yang seharusnya dimiliki oleh seluruh insan bangsa ini. Hubungi layanan pengaduan pintu tol Jasa Marga dan simpanlah nomor tersebut dalam telepon genggam anda. Para petugas layanan PT. Jasa Marga sangat kooperatif menerima aduan anda dan akan segera menghubungi anda kembali kurang dari 24 jam. Sebagaimana yang dilakukan oleh penanggung jawab pintu tol Pondok Ranji Bintaro kepada saya pagi ini melalui telepon genggam pribadinya. Saya sangat menghargai niat baiknya itu.
Saya tidak bermaksud untuk merugikan atau mengadukan oknum petugas pengumpul tol, tapi saya menginginkan negara ini dikelola secara bertanggung jawab di setiap lininya, sebisa mungkin. Saya juga tidak bermaksud untuk meminta kembalian uang tol. Saya, semata-mata hanya ingin kebaikan bagi semuanya. Well, selamat memperbaiki diri untuk kita semua !
Tuesday, 10 May 2011
Thursday, 10 February 2011
INDONESIA RAYA DI KELURAHAN
Pemberitaan 'breaking news' Metro TV semalam, Kamis, 10 Februari 2011 sangat penuh dengan inspirasi. Diberitakan bahwa, Pejabat Lurah Kelurahan Halim Perdana Kusumah, mewajibkan siapapun yang hendak melakukan pengurusan dokumen amupun administrasi di Kelurahan tersebut untuk menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" !
Yuswil Rasyid, sang Lurah menegaskan, bahwa kebijakan itu sebagai hal yang wajar. Menurutnya, siapapun yang mengaku sebagai warga negara Indonesia, maka harus mampu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Maka, tak heran bila tak satu pun warganya yang menolak bila disyaratkan harus menyanyikan lagu kebangsaan tersebut sebelum melakukan pengurusan. Tak ada pula yang protes atau kecewa, manakala para warga tersebut terpaksa pulang dengan tangan hampa, lantaran mereka tidak berhasil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan baik. Seorang ibu setengah baya yang sempat diwawancarai bahkan merasa sangat senang dnegan kebijakan tersebut. Ia pun mengakui merasa merinding, saat menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dalam tayangan Metro TV semalam, terlihat dua orang pelajar SMA, seorang ibu keturunan china sambil menggendong anak, seorang pemuda dewasa, dan seorang bapak tua tampak membentuk barisan paduan suara kecil dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dipimpin oleh salah seorang pelajar perempuan SMA, dan disaksikan oleh 2 (dua) orang petugas Kelurahan.
Tak bisa dipungkiri, setiap kali lagu Indonesia Raya berkumandang, terlebih bila kita sebagai Warga Negara Indonesia, turut menyanyikannya, pasti akan merasakan kharismanya. Cobalah rasakan kekuatan lagu karya Wage Rudolf Supratman ini, "Bangunlah jiwanya, Bangunnlah badannya, untuk Indonesia Raya ! Indonesia Raya, Merdeka ! Merdeka ! Tanahku Negeriku, yang kucinta !"
Yuswil Rasyid, sang Lurah menegaskan, bahwa kebijakan itu sebagai hal yang wajar. Menurutnya, siapapun yang mengaku sebagai warga negara Indonesia, maka harus mampu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Maka, tak heran bila tak satu pun warganya yang menolak bila disyaratkan harus menyanyikan lagu kebangsaan tersebut sebelum melakukan pengurusan. Tak ada pula yang protes atau kecewa, manakala para warga tersebut terpaksa pulang dengan tangan hampa, lantaran mereka tidak berhasil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan baik. Seorang ibu setengah baya yang sempat diwawancarai bahkan merasa sangat senang dnegan kebijakan tersebut. Ia pun mengakui merasa merinding, saat menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dalam tayangan Metro TV semalam, terlihat dua orang pelajar SMA, seorang ibu keturunan china sambil menggendong anak, seorang pemuda dewasa, dan seorang bapak tua tampak membentuk barisan paduan suara kecil dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dipimpin oleh salah seorang pelajar perempuan SMA, dan disaksikan oleh 2 (dua) orang petugas Kelurahan.
Tak bisa dipungkiri, setiap kali lagu Indonesia Raya berkumandang, terlebih bila kita sebagai Warga Negara Indonesia, turut menyanyikannya, pasti akan merasakan kharismanya. Cobalah rasakan kekuatan lagu karya Wage Rudolf Supratman ini, "Bangunlah jiwanya, Bangunnlah badannya, untuk Indonesia Raya ! Indonesia Raya, Merdeka ! Merdeka ! Tanahku Negeriku, yang kucinta !"
Thursday, 27 January 2011
Profesor HARSONO SUWARDI
PESAN SINGKAT DILLA
Rabu, 26 Januari 2011, sekitar dhuhur, sebuah pesan singkat dari seorang sahabat, Dila, mengabarkan, "Mbak, Prof. Harsono masuk ICU, RSCM." Saya langsung menghubungi Dila, sayang dia tak tahu banyak kabar mengenai sakitnya sang profesor. Saya pun menghubungi paska UI. Mas Agus, yang menerima telepon saya hanya mengabarkan beliau dirawat di gedung baru, RSCM Kencana. Saat itu Pak Edu, Pak Pinckey dan seorang dosen yang lain tengah membesuk. Saya lalu menghubungi Pak Edu, tak berhasil.
Berikutnya, saya menghubungi Rere. Saya minta tolong padanya agar segera mengabarkan kepada teman-teman lainnya alumni paska UI. Mendengar kisah betapa Prof. Harsono sangat berjasa dalam hidup saya, Rere pun setengah menghardik, "Lu sudah dianggap seperti anak angkatnya, kalau lu ga tungguin dia di rumah sakit kebangetaaaaannn ... !!!" begitu katanya.
Semula, saya sudah memutuskan akan membesuk beliau sore kemarin pulang kantor. Tapi sepertinya saya akan tiba di Bintaro larut malam kalau hedak besuk beliau di Salemba sepulang kantor. Saya membayangkan kemacetan Jakarta akan membuat saya 'gilaaaaa.' Saya pun akhirnya memutuskan membesuk beliau esok hari.
KETUA ANGKATAN-6 YANG DROP OUT
Saya mendaftarkan kuliah S-2 manajemen komunikasi pada 1999. Saya terdaftar sebagai angkatan ke-6. Saat itu, biaya kuliah per-semesternya Rp. 5,9 juta. Pada semester pertama, ditambah dengan biaya lain-lainnya, maka saya harus membayar Rp. 6,5 juta.
Saat itu, angkatan ke-6 memiliki 2 kelas. Saya ada di kelas A. Saya dipercaya sebagai ketua angkatan. Wakil saya, Dede, cowok baik hati yang kala itu bekerja di UNDP. Di awal tes masuk S-2 inilah saya bertemu Rere, sahabat yang kini menjadi soul-mate saya lebih dari sepuluh tahun lamanya ....
Menginjak semester ke-3, saya droup out (DO). Saya tidak punya biaya, saya tidak sanggup membayar uang kuliah. Meski begitu, saya nekat kuliah terus dan mengikuti ujian dan tetap mendapatkan nilai. Nilai-nilai saya bagus semua, mayoritas A dan IP saya rata-rata 3,5.
Saya DO di semester gasal tahun 2001. Air mata saya sampai kering dan asli tidak mengeluarkan air mata kala saya menangis, meratapi kegagalan saya melanjutkan kuliah. Saya berupaya keras meminta bantuan rektorat untuk mendapatkan kebijakan sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah. Tapi seorang ibu pejabat rektorat yang saya temui sungguh galak dan tidak berperasaan ! Saya pun terpaksa menerima ke-DO-an saya dengan masgul.
DANA TALANGAN PRIBADI PROFESOR
Saya pun menemui Prof. Harsono. Beliau pula sesungguhnya yang menjadi dosen pembimbing thesis saya, yang juga gagal pastinya karena saya DO. Beliau lalu menyarankan agar saya mengulangi lagi kuliah dari awal, dengan biaya pribadinya ! Beliau meminjamkan tabungan pribadinya untuk saya, dan saya boleh mencicilnya 4 atau 5 kali dalam tiap semesternya ! Subhanallah !
Saya pun menuruti sarannya. Saya kembali mendaftarkan diri untuk mengikuti tes masuk. Seperti biasa tes TPA berlangsung di Depok. Saya berangkat dari kos-kosan saya di bilangan Cibulan menggunakan bajaj hingga seputar lampu merah kalibata di jl. raya pasar minggu, lalu menumpang sebuah bis patas ac hingga UI Depok.
Alhamdulillah saya lulus dan diterima sebagai mahasiswa paska UI, manajemen komunikasi angkatan ke-9. Kali ini biaya kuliah per semesternya sekitar Rp.7,5 juta. Ditambah dengan biaya lain-lainnya, saya harus membayar sekitar Rp. 8,5 juta di semester pertama. Sesuai tawarannya, maka Prof. Harsono pun membiayai kuliah saya, dan saya mencicil sesuai kesepakatan.
Demikianlah kisahnya, perjalanan hidup saya meraih cita-cita dan peran serta bantuan nyata Prof. Harsono Suwardi sangat menentukan kesuksesan dan nasib yang telah saya raih saat ini dan yang akan terus saya raih hingga nanti ! Beliau menjadikan saya seorang master komunikasi dengan tabungan pribadinya kepada saya, mahasiswanya yang putus sekolah karena tidak punya uang ! Alhamdulillah ....
PROFESOR & CERUTU
Mungkin, karena kebiasaannya suka menghisap cerutu, Prof. Harsono pun menderita sakit paru-paru dan dirawat di ICU RSCM Kencana pada Rabu, 26 Januari 2010 pukul 02.00 wib dini hari.
Saya meninggalkan kantor Kamis, 27 Januari 2011 pukul 11.00 wib. Sesungguhnya pukul 11.30 wib saya sudah tiba di depan RSCM, tapi hingga pukul 12.30 wib saya meninggalkan area parkir RSCM saya tetap tidak menemukan lahan parkir untuk si jeruk kesayangan saya. Saya akhirnya memutuskan memarkirkan si jeruk di kampus UI dekat FE, persisnya dekat kamar mayat.
Saat saya tiba di koridor ruang ICU RSCM Kendana dan berdiri di balik kaca, saya langsung bisa melihat wajahnya yang putih, sisirannya rapi, necis, perlente, seperti biasanya walaupun kali ini tanpa baju karena sejumlah alat menempel di tubuhnya.
Spontan, saya langsung melambaikan kedua tangan saya. Beliau dengan ragu merespon lambaian tangan saya. Saya berusaha masuk ke dalam, tapi rupanya sang suster tidak mengijinkan. Saya pun meminta suster sebuah kertas dan alat tulis agar saya dapat meninggalkan pesan untuk beliau. Sebab saya lihat tadi, beliau dirawat sambil terus memegang sebuah koran ! Hahahaha ....
Saya lalu menuliskan catatan dalam selembar kertas putih. Saya kenalkan lagi diri saya, saya khawatir beliau lupa karena pasti beliau punya banyak mahasiswa. Saya ingatkan bahwa beliau telah banyak membantu saya dengan membiayai saya kuliah. Saya ceritakan saat ini saya sudah bekerja di perusahaan yang kegiatannya sangat langka dan tidak dimiliki oleh setiap negara di dunia. Saya bilang, hebat ya saya, mahasiswa bapak ? Saya juga bilang semoga beliau cepat sehat dan banyak istirahat. Salam Rere, sahabat yang sempat saya hubungi saat di area parkir RSCM tadi juga saya sampaikan.
Saat catatan itu akan diserahkan ke Prof. Rupanya beliau telah tertidur. Maka saya hanya memandangi wajahnya saja dari balik kaca besar. Beruntung, tiba-tiba beliau terbangun. Maka saya segera memberi kode kepada suster untuk menyerahkan tulisan tangan saya. Beliau lalu membacanya, perlahan. Tiba-tiba beliau menunjukkan kedua jempolnya untuk saya, hebat katanya. Sepertinya beliau tengah membaca di bagian pekerjaan saya. Saat selesai membaca semua catatan saya, beliau lalu mengangguk-angguk.
Lalu saya dan belaiu terlibat pembicaraan dengan bahasa isyarat. Terbatas oleh jarak dan dinding kaca lebih dari 4 meter, beliau di dalam, saya di luar, di koridor. Tepat pukul 13.00 wib. Saya bilang saya mau pulang. Saya sudah sebutkan dalam catatan saya tadi, bila beliau sudah pindah ke kamar rawat inap, Inssya Allah saya akan datang lagi. Saya lalu memberi kode pada belau untuk tidur dan saya pamit sembari mengatupkan kedua tangan. Beliau pun melakukan hal yang sama melepas kepergian saya.
Pffffh ... lega rasanya. Panasnya jalanan protokol Jakarta, sulitnya mencari parkir di area RSCM hingga satu jam lamanya, dipotongnya gaji saya karena ijin meninggalkan kantor di saat jam kerja terasa impas melihat kondisi beliau. Suster bilang, bila kondisi beliau terus membaik, sore ini atau besok pagi beliau akan masuk ruang rawat inap.
Prof, terima kasih sudah mengijinkan saya melakkukan sesuatu yang kecil untuk semua jasa baik yang Profesor telah berikan untuk saya. Saya tidak akan menjadi seperti saya saat ini, seorang master komunikasi yang beruntung kuliah master 2x (hahahaha) tanpa budi baik dan jasa Profesor Harsono. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kemuliaan atas ketulusan seorang pendidik yang sebenarnya, guru besar ilmu komunikasi paska UI, Profesor Harsono Suwardi.
Rabu, 26 Januari 2011, sekitar dhuhur, sebuah pesan singkat dari seorang sahabat, Dila, mengabarkan, "Mbak, Prof. Harsono masuk ICU, RSCM." Saya langsung menghubungi Dila, sayang dia tak tahu banyak kabar mengenai sakitnya sang profesor. Saya pun menghubungi paska UI. Mas Agus, yang menerima telepon saya hanya mengabarkan beliau dirawat di gedung baru, RSCM Kencana. Saat itu Pak Edu, Pak Pinckey dan seorang dosen yang lain tengah membesuk. Saya lalu menghubungi Pak Edu, tak berhasil.
Berikutnya, saya menghubungi Rere. Saya minta tolong padanya agar segera mengabarkan kepada teman-teman lainnya alumni paska UI. Mendengar kisah betapa Prof. Harsono sangat berjasa dalam hidup saya, Rere pun setengah menghardik, "Lu sudah dianggap seperti anak angkatnya, kalau lu ga tungguin dia di rumah sakit kebangetaaaaannn ... !!!" begitu katanya.
Semula, saya sudah memutuskan akan membesuk beliau sore kemarin pulang kantor. Tapi sepertinya saya akan tiba di Bintaro larut malam kalau hedak besuk beliau di Salemba sepulang kantor. Saya membayangkan kemacetan Jakarta akan membuat saya 'gilaaaaa.' Saya pun akhirnya memutuskan membesuk beliau esok hari.
KETUA ANGKATAN-6 YANG DROP OUT
Saya mendaftarkan kuliah S-2 manajemen komunikasi pada 1999. Saya terdaftar sebagai angkatan ke-6. Saat itu, biaya kuliah per-semesternya Rp. 5,9 juta. Pada semester pertama, ditambah dengan biaya lain-lainnya, maka saya harus membayar Rp. 6,5 juta.
Saat itu, angkatan ke-6 memiliki 2 kelas. Saya ada di kelas A. Saya dipercaya sebagai ketua angkatan. Wakil saya, Dede, cowok baik hati yang kala itu bekerja di UNDP. Di awal tes masuk S-2 inilah saya bertemu Rere, sahabat yang kini menjadi soul-mate saya lebih dari sepuluh tahun lamanya ....
Menginjak semester ke-3, saya droup out (DO). Saya tidak punya biaya, saya tidak sanggup membayar uang kuliah. Meski begitu, saya nekat kuliah terus dan mengikuti ujian dan tetap mendapatkan nilai. Nilai-nilai saya bagus semua, mayoritas A dan IP saya rata-rata 3,5.
Saya DO di semester gasal tahun 2001. Air mata saya sampai kering dan asli tidak mengeluarkan air mata kala saya menangis, meratapi kegagalan saya melanjutkan kuliah. Saya berupaya keras meminta bantuan rektorat untuk mendapatkan kebijakan sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah. Tapi seorang ibu pejabat rektorat yang saya temui sungguh galak dan tidak berperasaan ! Saya pun terpaksa menerima ke-DO-an saya dengan masgul.
DANA TALANGAN PRIBADI PROFESOR
Saya pun menemui Prof. Harsono. Beliau pula sesungguhnya yang menjadi dosen pembimbing thesis saya, yang juga gagal pastinya karena saya DO. Beliau lalu menyarankan agar saya mengulangi lagi kuliah dari awal, dengan biaya pribadinya ! Beliau meminjamkan tabungan pribadinya untuk saya, dan saya boleh mencicilnya 4 atau 5 kali dalam tiap semesternya ! Subhanallah !
Saya pun menuruti sarannya. Saya kembali mendaftarkan diri untuk mengikuti tes masuk. Seperti biasa tes TPA berlangsung di Depok. Saya berangkat dari kos-kosan saya di bilangan Cibulan menggunakan bajaj hingga seputar lampu merah kalibata di jl. raya pasar minggu, lalu menumpang sebuah bis patas ac hingga UI Depok.
Alhamdulillah saya lulus dan diterima sebagai mahasiswa paska UI, manajemen komunikasi angkatan ke-9. Kali ini biaya kuliah per semesternya sekitar Rp.7,5 juta. Ditambah dengan biaya lain-lainnya, saya harus membayar sekitar Rp. 8,5 juta di semester pertama. Sesuai tawarannya, maka Prof. Harsono pun membiayai kuliah saya, dan saya mencicil sesuai kesepakatan.
Demikianlah kisahnya, perjalanan hidup saya meraih cita-cita dan peran serta bantuan nyata Prof. Harsono Suwardi sangat menentukan kesuksesan dan nasib yang telah saya raih saat ini dan yang akan terus saya raih hingga nanti ! Beliau menjadikan saya seorang master komunikasi dengan tabungan pribadinya kepada saya, mahasiswanya yang putus sekolah karena tidak punya uang ! Alhamdulillah ....
PROFESOR & CERUTU
Mungkin, karena kebiasaannya suka menghisap cerutu, Prof. Harsono pun menderita sakit paru-paru dan dirawat di ICU RSCM Kencana pada Rabu, 26 Januari 2010 pukul 02.00 wib dini hari.
Saya meninggalkan kantor Kamis, 27 Januari 2011 pukul 11.00 wib. Sesungguhnya pukul 11.30 wib saya sudah tiba di depan RSCM, tapi hingga pukul 12.30 wib saya meninggalkan area parkir RSCM saya tetap tidak menemukan lahan parkir untuk si jeruk kesayangan saya. Saya akhirnya memutuskan memarkirkan si jeruk di kampus UI dekat FE, persisnya dekat kamar mayat.
Saat saya tiba di koridor ruang ICU RSCM Kendana dan berdiri di balik kaca, saya langsung bisa melihat wajahnya yang putih, sisirannya rapi, necis, perlente, seperti biasanya walaupun kali ini tanpa baju karena sejumlah alat menempel di tubuhnya.
Spontan, saya langsung melambaikan kedua tangan saya. Beliau dengan ragu merespon lambaian tangan saya. Saya berusaha masuk ke dalam, tapi rupanya sang suster tidak mengijinkan. Saya pun meminta suster sebuah kertas dan alat tulis agar saya dapat meninggalkan pesan untuk beliau. Sebab saya lihat tadi, beliau dirawat sambil terus memegang sebuah koran ! Hahahaha ....
Saya lalu menuliskan catatan dalam selembar kertas putih. Saya kenalkan lagi diri saya, saya khawatir beliau lupa karena pasti beliau punya banyak mahasiswa. Saya ingatkan bahwa beliau telah banyak membantu saya dengan membiayai saya kuliah. Saya ceritakan saat ini saya sudah bekerja di perusahaan yang kegiatannya sangat langka dan tidak dimiliki oleh setiap negara di dunia. Saya bilang, hebat ya saya, mahasiswa bapak ? Saya juga bilang semoga beliau cepat sehat dan banyak istirahat. Salam Rere, sahabat yang sempat saya hubungi saat di area parkir RSCM tadi juga saya sampaikan.
Saat catatan itu akan diserahkan ke Prof. Rupanya beliau telah tertidur. Maka saya hanya memandangi wajahnya saja dari balik kaca besar. Beruntung, tiba-tiba beliau terbangun. Maka saya segera memberi kode kepada suster untuk menyerahkan tulisan tangan saya. Beliau lalu membacanya, perlahan. Tiba-tiba beliau menunjukkan kedua jempolnya untuk saya, hebat katanya. Sepertinya beliau tengah membaca di bagian pekerjaan saya. Saat selesai membaca semua catatan saya, beliau lalu mengangguk-angguk.
Lalu saya dan belaiu terlibat pembicaraan dengan bahasa isyarat. Terbatas oleh jarak dan dinding kaca lebih dari 4 meter, beliau di dalam, saya di luar, di koridor. Tepat pukul 13.00 wib. Saya bilang saya mau pulang. Saya sudah sebutkan dalam catatan saya tadi, bila beliau sudah pindah ke kamar rawat inap, Inssya Allah saya akan datang lagi. Saya lalu memberi kode pada belau untuk tidur dan saya pamit sembari mengatupkan kedua tangan. Beliau pun melakukan hal yang sama melepas kepergian saya.
Pffffh ... lega rasanya. Panasnya jalanan protokol Jakarta, sulitnya mencari parkir di area RSCM hingga satu jam lamanya, dipotongnya gaji saya karena ijin meninggalkan kantor di saat jam kerja terasa impas melihat kondisi beliau. Suster bilang, bila kondisi beliau terus membaik, sore ini atau besok pagi beliau akan masuk ruang rawat inap.
Prof, terima kasih sudah mengijinkan saya melakkukan sesuatu yang kecil untuk semua jasa baik yang Profesor telah berikan untuk saya. Saya tidak akan menjadi seperti saya saat ini, seorang master komunikasi yang beruntung kuliah master 2x (hahahaha) tanpa budi baik dan jasa Profesor Harsono. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kemuliaan atas ketulusan seorang pendidik yang sebenarnya, guru besar ilmu komunikasi paska UI, Profesor Harsono Suwardi.
Monday, 10 January 2011
MY RESOLUTION IN 2011
THE RESOLUTION
I know this is not easy at all. Especially at this momment, it is not easy to get a good job with a good money.
I have dreamt to get a better job for years. I even have already mentioned it into my previous resolutions years ago but I have not made it happen yet so far. But I will not give up. I will struggle for it. The reason is I need to release my energy and contribute my compentencies professionally at the right place.
Right, working is not all about money. Working is more about the way to expres our self actualization. Money is important but if there is no fairness arround of you at work, hence you wouldn't be happy at all with the job although you are paid with a lot of money.
I did get all my resolutions last year but the new job ! I got a new - bigger house, I've already joint an English Course at the best institution one, and I bought my piano ! That's all, but I didn't get a new job !
Well, something about material is not interesting any more for me. At least, getting a new job absolutely the most important issue for me right now. I also want to go for hajj this year. At least umroh. I have failed last year although I have already started saving money for it.. Hence, I have to work hardly for it.
I WAS HAPPY
I was happy with my job almost 14 years ago. Although it wasn't suitable enough with my academical background but many reasons for me to happy with that. I have a very, very, very friendly boss ! He's smart, good in leadership, open minded and he is not a descriminant ! He's young, talented and knows well about his follower competenicies.
I was surprised when he was going to China for business trip for almost 2 months, actually he has already arranged me a fully training program arround the company. I have no idea, but one by one, the factory managers invited me for training on the continuity schedule. Exactly well program !
He's young, objective and respect to all of his variety followers. He is absolutely inspired us. He's sportive and care. He was carrying us into a big warm family. We are solid because of him and everyone knows about it.
He trusts his followers and delegates assignments appropriately. I almost can't find his weakness ! He's such a wise leader who brings his ordinary followers became nice followers who loves each other as a team ! Winning team !
I have the most wonderful friends that I am still keep and touch untill today. I am so greatful to have them as my family. They are so nice, warm, friendly, and care ! I have never found a crime-friend there !
Mr. Rendy Roedianto, frankly speaking, you're such a marvelous boss for us. You taught us manything to be a good employee who has spirit and goals for ours future. You were 33 years old at that moment, but you are so awesome as a boss !
THE FACT
The fact, I am still here. I have been here almost a decade. Yes, I am not happy. And yes, I have been bullyed cruelly for years. But yes, I have to face it all rationally. As soon as I get the opportunity, I will run !
Today I have to compromise with the situation rationally. I do not need to destroy everything because I was hurt. No ! I am so glad that I have had opportunity for years to observe directly into the most weird working situatiation that I have never seen before ! Hence I've learnt so many thing free in charge.
I have to realize that I am not to be needed here appropriately. I have been in the wrong place at the wrong time with the wrong people. It doesn't necesary to blame it to some one else. No one's wrong about this difficult situation. At least they have ever tought that they needed me. In fact, they do not know how to have it from me. It's okay !
The most important thing is, I have integrity as a proffesional, as a moslem, a human being, to do anything correctyl as long as I can. Well, because I've just a human being, sometimes we do the wrong things right ? But I do still have a commitment to myself, to improve and getting better, once again as a professional, a moslem and as a human being. I am sure, the times will come at the perfect time for me ! Inssya Allah !
I know this is not easy at all. Especially at this momment, it is not easy to get a good job with a good money.
I have dreamt to get a better job for years. I even have already mentioned it into my previous resolutions years ago but I have not made it happen yet so far. But I will not give up. I will struggle for it. The reason is I need to release my energy and contribute my compentencies professionally at the right place.
Right, working is not all about money. Working is more about the way to expres our self actualization. Money is important but if there is no fairness arround of you at work, hence you wouldn't be happy at all with the job although you are paid with a lot of money.
I did get all my resolutions last year but the new job ! I got a new - bigger house, I've already joint an English Course at the best institution one, and I bought my piano ! That's all, but I didn't get a new job !
Well, something about material is not interesting any more for me. At least, getting a new job absolutely the most important issue for me right now. I also want to go for hajj this year. At least umroh. I have failed last year although I have already started saving money for it.. Hence, I have to work hardly for it.
I WAS HAPPY
I was happy with my job almost 14 years ago. Although it wasn't suitable enough with my academical background but many reasons for me to happy with that. I have a very, very, very friendly boss ! He's smart, good in leadership, open minded and he is not a descriminant ! He's young, talented and knows well about his follower competenicies.
I was surprised when he was going to China for business trip for almost 2 months, actually he has already arranged me a fully training program arround the company. I have no idea, but one by one, the factory managers invited me for training on the continuity schedule. Exactly well program !
He's young, objective and respect to all of his variety followers. He is absolutely inspired us. He's sportive and care. He was carrying us into a big warm family. We are solid because of him and everyone knows about it.
He trusts his followers and delegates assignments appropriately. I almost can't find his weakness ! He's such a wise leader who brings his ordinary followers became nice followers who loves each other as a team ! Winning team !
I have the most wonderful friends that I am still keep and touch untill today. I am so greatful to have them as my family. They are so nice, warm, friendly, and care ! I have never found a crime-friend there !
Mr. Rendy Roedianto, frankly speaking, you're such a marvelous boss for us. You taught us manything to be a good employee who has spirit and goals for ours future. You were 33 years old at that moment, but you are so awesome as a boss !
THE FACT
The fact, I am still here. I have been here almost a decade. Yes, I am not happy. And yes, I have been bullyed cruelly for years. But yes, I have to face it all rationally. As soon as I get the opportunity, I will run !
Today I have to compromise with the situation rationally. I do not need to destroy everything because I was hurt. No ! I am so glad that I have had opportunity for years to observe directly into the most weird working situatiation that I have never seen before ! Hence I've learnt so many thing free in charge.
I have to realize that I am not to be needed here appropriately. I have been in the wrong place at the wrong time with the wrong people. It doesn't necesary to blame it to some one else. No one's wrong about this difficult situation. At least they have ever tought that they needed me. In fact, they do not know how to have it from me. It's okay !
The most important thing is, I have integrity as a proffesional, as a moslem, a human being, to do anything correctyl as long as I can. Well, because I've just a human being, sometimes we do the wrong things right ? But I do still have a commitment to myself, to improve and getting better, once again as a professional, a moslem and as a human being. I am sure, the times will come at the perfect time for me ! Inssya Allah !
Monday, 27 December 2010
BEDA GELOMBANG
SETELAH SEMBILAN TAHUN
Belum lama ini saya berkesempatan mengikuti assesment bersama ratusan pegawai lainnya di lingkungan perusahaan. Alasannya bukan untuk promosi, tapi untuk pemetaan pegawai katanya. Ah, tidak seberapa penting juga sih alasannya buat saya. Hahahaha, sebagai penggembira saya mah ikut saja, selagi gaji saya tidak dipotong, apapun alasannya, yuuuuk mariiii ... ya gaaaak ?
Nah, yang menarik ternyata bukan soal asssesment yang baru pertama kali saya ikuti setelah hampir sepuluh tahun bekerja, tapi ternyata saya jadi teringat tes-tes serupa yang pernah saya jalani selama ini. Tanpa saya sadari, ternyata saya telah bekerja secara formal, normatif memang hampir lima belas tahun. Namun secara informal, saya sudah bekerja sejak usia lima belas tahun saat menjadi penyiar radio semasa SMA di kampung dulu selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
Selama hampir lima belas tahun bekerja, setidaknya saya pernah mengikuti assesment dan wawancara di sejumlah perusahaan, antara lain :
Saya menikmati semua pengalaman tes assestment maupun wawancara yang pernah saya jalani. Pada saat-saat seperti itu saya bisa bertemu dengan banyak orang hebat yang berhasil dan membuat saya terkagum-kagum. Saya juga berkesempatan melakukan obeservasi singkat saat memenuhi undangan assestment maupun wawancara di berbagai perusahaan besar itu mengenai orang-orang yang bekerja di sana, petugas pengamanannya, hingga iklim juga kebersihan toiletnya. Sebagai seorang praktisi humas, saya terbiasa memperhatikan banyak hal seperti itu.
YANG PERTAMA SELALU INDAH LUAR BIASA
Pengalaman assesment saya yang pertama adalah tahun 1996, di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. PT. Pura Barutama, demikian nama perusahaan itu, memang berada di kota kecil, Kudus, sekitar 72 km ke arah timur dari Semarang. Walaupun berada di kota kecil, namun perusahaan yang saya lamar itu ternyata bukan perusahaan main-main yang kecil keberadaannya. Saat itu saja, perusahaan itu sudah memiliki pegawai sekitar 8.500 orang. Bila satu orang pegawai menghidupi 4 orang dalam sebuah keluarga, itu artinya perusahaan itu sudah menghidupi nyaris 25.000 orang ! Luar biasa bukan ?
Yang sangat menarik saat saya memperoleh pekerjaan di sana, saya mendapatkannya saat saya berulang tahun ke 23 ! Hahahaha, saya serasa dapat hadiah ulang tahun paling asik deh, dapat pekerjaan formal yang pertama hanya berselang 3 (tiga) bulan setelah saya lulus wisuda sarjana S-1 ! Yang tak kalah lucu, saat melamar sesungguhnya saya melamar posisi Desk Publishing. Namun saat proses tes berlangsung, seorang sekretaris senior justru menawarkan saya sebagai sekretaris direktur ! Namanya juga baru pertama kali, menanggapi tawaran itu saya enteng saja. Ya silakan saja, karena merekalah yang lebih tahu bagaimana hasil tes saya. Bila berdasarkan hasil tes itu kemampuan saya dianggap memenuhi syarat, saya tidak keberatan mencoba. Maka, saya pun diterima sebagai sekretaris direktur pemasaran ! Alhamdulillah !
Nah, giliran mulai bekerja pun tak kalah menggelikan. Saat saya masuk bekerja hari pertama, bos saya pun tak ada ! Padahal, saya ini bekerja sebagai Sekretaris Direktur Pemasaran. Rupanya beliau sedang melakukan business trip ke China sebulan lebih lamanya ! Hahahahaha !
Saya bekerja di Kudus dua setengah tahun lamanya. Bos saya itu masih 33 tahun saat saya bekerja untuknya yang masih bau kencur 23 tahun. Beliaulah yang telah banyak berjasa membuat kemampuan Bahasa Inggris saya menjadi lebih baik. Walaupun saya in charge sebagai Secretary to Director, tapi beliau mendelegasikan pekerjaan melampaui itu, sesuai kemampuan dan kompetensi saya sebagai seorang public relations.
Setiap kali dia business trip, beliau selalu meinggalkan saya dengan pekerjaan merenovasi ruang kerja seluruh divisi, training seluruh lini produksi, hingga turun ke pabrik mem-follow-up problem teknis di lapangan dan berkoordinasi dengan beliau yang berada di China ! Saya bahkan diserahi urusan pabx, mengurus SIM internasional, dan menyambungkan pembicaraan long distance Presdir di Guest House Kudus dengan beliau di China, sementara saya bekerja dari meja kerja head office !
Selama bekerja di Kudus itulah saya berkesempatan berkenalan dengan Mr. Sadoon, Duta Besar Irak untuk Indonesia bersama ibu dan putrinya. Hingga saya pindah ke Jakarta pun, saya masih sesekali menelepon Mrs. Sadoon dan bercengkerama melalui telepon. Mengurus VVIP - tamu perusahaan hingga karpet merah di bawah tangga pesawat di airport Semarang, Jogja maupun Solo adalah hal biasa yang saya lakukan saat itu. Walau harus bangun pagi buta dan sudah meluncur Kudus-Semarang jam 4 subuh, saya senang-senang saja tuh !
Suatu ketika saat melakukan psikotes menggambar, seorang psikolog mengomentari gambar saya, bahwa saya punya masa lalu yang indah soal pekerjaan, ya itulah, kebersamaan saya bersama teman-teman di Divisi Luar negeri selama bekerja di Kudus yang membuat saya sangat happy ! Maka saat kemarin siang tiba-tiba mantan Direktur saya itu menghubungi saya melalui telepon yang ternyata salah sambung, maka kami pun langsung ledek-ledekan dan mengobrol panjang lebar ! Senangnyaaaa ... ! Saya mengakhiri karir saya di Kudus pada Juli 1998 sebagai Secretary to Vice President yang notabene adalah putra pemilik perusahaan ....
YANG TERSULIT, YANG PALING BERKESAN
Assestment yang paling berkesan bagi saya adalah saat mengikuti tes di Departemen Luar Negeri pada tahun 1997. Tes yang diselenggarakan oleh Deparlu itu adalah tes paling sulit, paling menantang dan paling komplit yang pernah saya ikuti, tapi sekaligus paling saya suka !
Saat itu saya melamar sebagai Caraka Muda. Karena domisili saya di Kudus dan rumah di Tegal, maka saat diundang mengikuti tes tertulis tahap pertama, saya diminta hadir di Balairung Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Selama 2 (dua) hari tes tahap pertama itu, pada hari pertama di pagi hari kami ratusan peserta tes harus mengerjakan 5 (lima) soal esai, dari 6 (enam) soal yang tersedia. Kesemua soal itu berkaitan dengan kondisi politik Indonesia saat itu, sungguh saat menarik !
Beberapa soal yang saya ingat adalah mengenai pengertian politik bebas aktif, kasus Sipadan & Ligitan, kasus uskup Belo, kasus pemberian nobel perdamaian kepada Rammos Horta, serta perihal globalisasi dan transparansi. Siangnya, kami kembali disodori sejumlah pertanyaan dan diminta memilih 5 (lima) untuk dijawab dalam Bahasa Inggris. Tema pertanyaan pun masih seputar tentang perkembangan politik nasional saat itu.
Saya ingat betul, sekembalinya saya dari tes, saya langsung menulis ulang semua pertanyaan tes itu berikut jawabannya kurang lebih persis sama seperti yang saya kerjakan saat tes. Saya yakin, tanpa wawasan yang luas mengenai perkembangan negara dan situasi politik pada saat itu yang menjelang pemilu, mustahil para peserta tes dapat menjawab pertanyaa-pertanyaan itu dengan baik dan memuaskan.
Tentu bukan sebuah kebetulan, bila sejak kecil saya memang hobi membaca surat kabar dan majalah berita. Sejak SD, saya suka mencuri-curi membaca Harian Kompas langganan milik Bapak di bawah pintu rumah dan membukanya perlahan-lahan agar tidak kusut. Dan kebiasaan membaca Harian Kompas itu masih saya tekuni hingga kini. Saat saya bekerja di Kudus dan tengah mengikuti tes Deparlu itu, saya pun sudah berlangganan Harian Kompas, mingguan Gatra dan Tempo ! Sampai-sampai, petugas lopernya berkomentar aneh, karena perempuan muda, 23 tahun macam saya, kok langganan bacaannya media gituan. Hahahaha, tapi terbukti media tersebut sangat bermanfaat dan membantu saya melampaui setiap tes di Deparlu itu.
Pada hari berikutnya, kami diminta membuat konsep tulisan seandainya kami menjadi Diplomat RI, maka konsep diplomasi macam apa yang kami miliki untuk diterapkan dalam kebijakan politik luar negeri RI. Semua penjelasan itu harus dituangkan lagi-lagi dalam Bahasa Inggris sedikitnya 600 kata (kalau tidak salah).
Tak lama setelah itu, saya mendapat panggilan wawancara bersama 5 (lima) orang pejabat Deplu, katanya mereka itu Diplomat. Pada kesempatan itu, kami diminta mempresentasikan konsep yang telah kami tulis pada tes tahap pertama lalu. Setelah itu mereka mengajukan berbagai pertanyaan mengenai konsep tersebut, dan semua proses itu berlangsung dalam Bahasa Inggris. Wuiiih ... !
Pada tes tahap dua ini, terasa sekali atmosfer persaingan yang sengit. Namun yang menarik, hampir sebagian besar di antara kami membawa kliping koran maupun majalah mengenai perkembangan politik RI saat itu. Sambil menunggu giliran kami semua membaca bekal kliping masing-masing dan ada pula yang berdiskusi. Untung saya sudah banyak membaca melalui majalah dan surat kabar langganan, jadi saya memilih mengobrol dan berdiskusi dengan sesama peserta tes lainnya. Namun berdikusi di antara orang-orang pintar itu ternyata sungguh inspiring dan menyenangkan loh !
Pada bulan Mei 1997 saya mendapat panggilan lagi mengikuti psikotes di LPT (Lembaga Psikologi Terapan) Universitas Indonesia. Dari wilayah Jawa Tengah dan DIY tersisa 9 (sembilan) orang dari ribuan peserta, dan salah satunya adalah saya ! Semua peserta dari Jawa Tengah dan DIY adalah lulusan PTN, saya satu-satunya lulusan dari universitas swasta !
Di LPT UI, peserta tes dari seluruh Indonesia tersisa 250 orang. Saya ingat dari Papua ada 2 orang dan dari Manado pun tersisa 1-2 orang juga. Di snilah saya mengikuti psikotes paling lengkap yang sangat luar biasa ! Walaupun tidak berhasil mendapatkan pekerjaan itu, tapi tetap saja pengalaman mengikuti tes di Deparlu membuat saya sangat bangga dan kaya pengalaman !
SAYANG MENERIMA & TAK COCOK HARGA
Dari banyak tes dan wawancara, ada juga beberapa di antaranya yang saya berhasil memenangkannya dan menjual kompetensi saya. Namun, pada akhirnya tidak saya ambil tawaran itu justeru karena hal-hal teknis lainnya. Saya bercita-cita sekali bekerja di organisasi internasional macam UNDP, UNICEF, UNESCO, dll. Suatu ketika setalah melalui wawancara di salah satu badan internasional tersebut, saya pun diberi kabar kalau saya diterima bekerja untuk kontrak 6 (enam) bulan. Namun tak lama kemudian, mereka membatalkan itu, lantaran mereka kasihan karena bila saya menerima tawaran mereka berarti saya harus melepas pekerjaan saya di salah satu BUMN saat itu, yang menurut mereka sayang untuk ditinggalkan. Waduh, bagaimana ini ? La wong sayanya saja ga' ada masalah, tapi mereka justru merasa sayang ....
Di lain kesempatan, saya melihat sebuah Universitas kelas dunia di Indonesia membuka lowongan posisi PR Manager. Berhari-hari, berminggu-minggu saya melihatnya saja sekedar nice to know dan tidak sedikit pun berniat melamarnya karena lokasinya jauh dari rumah. Hingga suatu hari saya menerima surat elektronik dari sebuah perusahaan head hunter (pencari tenaga kerja on line) yang meminta saya mengirimkan CV lengkap saya kepada universitas tersebut. Well, nothing to loose, saya kirim saja CV lengkap saya.
Kurang dari seminggu, saya pun mendapatkan panggilan itu. Seorang mantan Menteri Riset dan Teknologi menunggu saya di mejanya untuk kemudian mengajak saya berbincang mengenai banyak hal. Pembicaraannya mengalir sangat hangat dan menyenangkan. Beliau banyak memuji kompetensi saya dan mengatakan secara terus terang, kriteria saya melampaui targetnya. Sopan betul beliau ya ... ? Hahahahaha ....
Sayangnya, pada saat negosiasi dengan pihak yayasan, kesepakatan tidak berhasil dicapai. Pada prinsipnya saya sangat negotiable, namun saya tetap harus realistis menghadapi hidup. Jadi dengan lapang dada, saya pun tidak berhasil memperoleh pekerjaan itu sebagai PR Manager. Setidaknya, bukan karena saya tidak mampu, tapi karena mereka belum mempunyai kebijakan untuk memberikan reward bagi saya setidaknya sama sebagaimana yang saya peroleh selama ini.
MANFAAT ASSESTMENT
Bagi saya, pengalaman mengikuti berbagai undangan assestment dan wawancara itu memberikan banyak manfaat. Pertama melatih saya dalam berdiplomasi secara personal dan yang lebih penting mengetahui posisi tawar kompetensi kita di luar apa yang kita miliki saat ini.
Begitupun saat assestment lalu sang spikolog mengomentari bahwa saya 'beda gelombang' dengan lingkungan yang saya hadapi saat ini. Ibarat sebuah gelombang adalah am sementara gelombang yang lain adalah fm, tentu tak mungkin bertemu bukan ? Kalau beda frekuensi tentu masih mungkin bergeser untuk menyesuaikan diri, tapi kalau beda gelombang ? Sama halnya setelan listrik, yang satu 220 dan lain 110 maka bisa bikin korslet kan ? Makanya, yang terbaik saat ini mungkin untuk tidak menggunakan gelombang yang saya miliki sambil terus berusaha mendapatkan gelombang lain yang sesuai untuk saya.
Rezeki tidak mungkin salah alamat, itu hal yang selalu saya yakini. Jadi kalaupun belum berhasil sekarang, itu bukan berarti gagal selamanya. Ikhtiar itu wajib hukumnya, dan pada setiap kejadian ada banyak hikmah di dalamnya. Allah SWT tentu telah mengatur agar semua yang terbaik bagi kita selalu tiba pada waktunya yang paling tepat dan sempurna. Inssya Allah, amin ....
Nah, yang menarik ternyata bukan soal asssesment yang baru pertama kali saya ikuti setelah hampir sepuluh tahun bekerja, tapi ternyata saya jadi teringat tes-tes serupa yang pernah saya jalani selama ini. Tanpa saya sadari, ternyata saya telah bekerja secara formal, normatif memang hampir lima belas tahun. Namun secara informal, saya sudah bekerja sejak usia lima belas tahun saat menjadi penyiar radio semasa SMA di kampung dulu selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
Selama hampir lima belas tahun bekerja, setidaknya saya pernah mengikuti assesment dan wawancara di sejumlah perusahaan, antara lain :
- PT. Pura Barutama, Kudus, Jawa Tengah, Desk Publishing, Executive Secretary to VP
- Henkel Pharmaceutical, Semarang, Jawa Tengah, Public Relations
- Ciputra Mall, Semarang, Jawa Tengah, Public Relations
- Departemen Luar Negeri, Yogyakarta & Jakarta, Caraka Muda
- PT. DAI NIPPON, Jakarta, Rotogravure Manager
- PT. Royal BodyCare Indonesia, Jakarta, Corporate Secretary
- PT. Indonesia Power, Jakarta, Public Relations
- PT. HM. Sampoerna, Jakarta, Media Relations Specialist
- Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang
- PT. Pertamina, Jakarta, Media Relations Manager
- Chevron Indonesia, Jakarta, Public Relations
- IMIDAP, UNDP, Media Relations Specialist
- Perusahaan Minning, Government Relations, Jakarta
- Universitas Bakrie, Jakarta, Communication Lecturer
- President University, Jakarta, Public Relations Manager
- PT. Mitra-TELKOM Indonesia, Jakarta ,Corporate Communication
- Universitas Pembangunan Jaya, Communication Lecturer
- Swiss German University, Jakarta, Communication Lecturer
- dll.
Saya menikmati semua pengalaman tes assestment maupun wawancara yang pernah saya jalani. Pada saat-saat seperti itu saya bisa bertemu dengan banyak orang hebat yang berhasil dan membuat saya terkagum-kagum. Saya juga berkesempatan melakukan obeservasi singkat saat memenuhi undangan assestment maupun wawancara di berbagai perusahaan besar itu mengenai orang-orang yang bekerja di sana, petugas pengamanannya, hingga iklim juga kebersihan toiletnya. Sebagai seorang praktisi humas, saya terbiasa memperhatikan banyak hal seperti itu.
YANG PERTAMA SELALU INDAH LUAR BIASA
Nah, giliran mulai bekerja pun tak kalah menggelikan. Saat saya masuk bekerja hari pertama, bos saya pun tak ada ! Padahal, saya ini bekerja sebagai Sekretaris Direktur Pemasaran. Rupanya beliau sedang melakukan business trip ke China sebulan lebih lamanya ! Hahahahaha !
Saya bekerja di Kudus dua setengah tahun lamanya. Bos saya itu masih 33 tahun saat saya bekerja untuknya yang masih bau kencur 23 tahun. Beliaulah yang telah banyak berjasa membuat kemampuan Bahasa Inggris saya menjadi lebih baik. Walaupun saya in charge sebagai Secretary to Director, tapi beliau mendelegasikan pekerjaan melampaui itu, sesuai kemampuan dan kompetensi saya sebagai seorang public relations.
Selama bekerja di Kudus itulah saya berkesempatan berkenalan dengan Mr. Sadoon, Duta Besar Irak untuk Indonesia bersama ibu dan putrinya. Hingga saya pindah ke Jakarta pun, saya masih sesekali menelepon Mrs. Sadoon dan bercengkerama melalui telepon. Mengurus VVIP - tamu perusahaan hingga karpet merah di bawah tangga pesawat di airport Semarang, Jogja maupun Solo adalah hal biasa yang saya lakukan saat itu. Walau harus bangun pagi buta dan sudah meluncur Kudus-Semarang jam 4 subuh, saya senang-senang saja tuh !
Suatu ketika saat melakukan psikotes menggambar, seorang psikolog mengomentari gambar saya, bahwa saya punya masa lalu yang indah soal pekerjaan, ya itulah, kebersamaan saya bersama teman-teman di Divisi Luar negeri selama bekerja di Kudus yang membuat saya sangat happy ! Maka saat kemarin siang tiba-tiba mantan Direktur saya itu menghubungi saya melalui telepon yang ternyata salah sambung, maka kami pun langsung ledek-ledekan dan mengobrol panjang lebar ! Senangnyaaaa ... ! Saya mengakhiri karir saya di Kudus pada Juli 1998 sebagai Secretary to Vice President yang notabene adalah putra pemilik perusahaan ....
YANG TERSULIT, YANG PALING BERKESAN
Saat itu saya melamar sebagai Caraka Muda. Karena domisili saya di Kudus dan rumah di Tegal, maka saat diundang mengikuti tes tertulis tahap pertama, saya diminta hadir di Balairung Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Selama 2 (dua) hari tes tahap pertama itu, pada hari pertama di pagi hari kami ratusan peserta tes harus mengerjakan 5 (lima) soal esai, dari 6 (enam) soal yang tersedia. Kesemua soal itu berkaitan dengan kondisi politik Indonesia saat itu, sungguh saat menarik !
Beberapa soal yang saya ingat adalah mengenai pengertian politik bebas aktif, kasus Sipadan & Ligitan, kasus uskup Belo, kasus pemberian nobel perdamaian kepada Rammos Horta, serta perihal globalisasi dan transparansi. Siangnya, kami kembali disodori sejumlah pertanyaan dan diminta memilih 5 (lima) untuk dijawab dalam Bahasa Inggris. Tema pertanyaan pun masih seputar tentang perkembangan politik nasional saat itu.
Saya ingat betul, sekembalinya saya dari tes, saya langsung menulis ulang semua pertanyaan tes itu berikut jawabannya kurang lebih persis sama seperti yang saya kerjakan saat tes. Saya yakin, tanpa wawasan yang luas mengenai perkembangan negara dan situasi politik pada saat itu yang menjelang pemilu, mustahil para peserta tes dapat menjawab pertanyaa-pertanyaan itu dengan baik dan memuaskan.
Pada hari berikutnya, kami diminta membuat konsep tulisan seandainya kami menjadi Diplomat RI, maka konsep diplomasi macam apa yang kami miliki untuk diterapkan dalam kebijakan politik luar negeri RI. Semua penjelasan itu harus dituangkan lagi-lagi dalam Bahasa Inggris sedikitnya 600 kata (kalau tidak salah).
Tak lama setelah itu, saya mendapat panggilan wawancara bersama 5 (lima) orang pejabat Deplu, katanya mereka itu Diplomat. Pada kesempatan itu, kami diminta mempresentasikan konsep yang telah kami tulis pada tes tahap pertama lalu. Setelah itu mereka mengajukan berbagai pertanyaan mengenai konsep tersebut, dan semua proses itu berlangsung dalam Bahasa Inggris. Wuiiih ... !
Pada tes tahap dua ini, terasa sekali atmosfer persaingan yang sengit. Namun yang menarik, hampir sebagian besar di antara kami membawa kliping koran maupun majalah mengenai perkembangan politik RI saat itu. Sambil menunggu giliran kami semua membaca bekal kliping masing-masing dan ada pula yang berdiskusi. Untung saya sudah banyak membaca melalui majalah dan surat kabar langganan, jadi saya memilih mengobrol dan berdiskusi dengan sesama peserta tes lainnya. Namun berdikusi di antara orang-orang pintar itu ternyata sungguh inspiring dan menyenangkan loh !
Pada bulan Mei 1997 saya mendapat panggilan lagi mengikuti psikotes di LPT (Lembaga Psikologi Terapan) Universitas Indonesia. Dari wilayah Jawa Tengah dan DIY tersisa 9 (sembilan) orang dari ribuan peserta, dan salah satunya adalah saya ! Semua peserta dari Jawa Tengah dan DIY adalah lulusan PTN, saya satu-satunya lulusan dari universitas swasta !
Di LPT UI, peserta tes dari seluruh Indonesia tersisa 250 orang. Saya ingat dari Papua ada 2 orang dan dari Manado pun tersisa 1-2 orang juga. Di snilah saya mengikuti psikotes paling lengkap yang sangat luar biasa ! Walaupun tidak berhasil mendapatkan pekerjaan itu, tapi tetap saja pengalaman mengikuti tes di Deparlu membuat saya sangat bangga dan kaya pengalaman !
SAYANG MENERIMA & TAK COCOK HARGA
Kurang dari seminggu, saya pun mendapatkan panggilan itu. Seorang mantan Menteri Riset dan Teknologi menunggu saya di mejanya untuk kemudian mengajak saya berbincang mengenai banyak hal. Pembicaraannya mengalir sangat hangat dan menyenangkan. Beliau banyak memuji kompetensi saya dan mengatakan secara terus terang, kriteria saya melampaui targetnya. Sopan betul beliau ya ... ? Hahahahaha ....
Sayangnya, pada saat negosiasi dengan pihak yayasan, kesepakatan tidak berhasil dicapai. Pada prinsipnya saya sangat negotiable, namun saya tetap harus realistis menghadapi hidup. Jadi dengan lapang dada, saya pun tidak berhasil memperoleh pekerjaan itu sebagai PR Manager. Setidaknya, bukan karena saya tidak mampu, tapi karena mereka belum mempunyai kebijakan untuk memberikan reward bagi saya setidaknya sama sebagaimana yang saya peroleh selama ini.
MANFAAT ASSESTMENT
Begitupun saat assestment lalu sang spikolog mengomentari bahwa saya 'beda gelombang' dengan lingkungan yang saya hadapi saat ini. Ibarat sebuah gelombang adalah am sementara gelombang yang lain adalah fm, tentu tak mungkin bertemu bukan ? Kalau beda frekuensi tentu masih mungkin bergeser untuk menyesuaikan diri, tapi kalau beda gelombang ? Sama halnya setelan listrik, yang satu 220 dan lain 110 maka bisa bikin korslet kan ? Makanya, yang terbaik saat ini mungkin untuk tidak menggunakan gelombang yang saya miliki sambil terus berusaha mendapatkan gelombang lain yang sesuai untuk saya.
Rezeki tidak mungkin salah alamat, itu hal yang selalu saya yakini. Jadi kalaupun belum berhasil sekarang, itu bukan berarti gagal selamanya. Ikhtiar itu wajib hukumnya, dan pada setiap kejadian ada banyak hikmah di dalamnya. Allah SWT tentu telah mengatur agar semua yang terbaik bagi kita selalu tiba pada waktunya yang paling tepat dan sempurna. Inssya Allah, amin ....
Tuesday, 21 December 2010
IBUKU
Tahun lalu, saat diminta sebagai pembicara sebuah siaran radio dalam rangka memperingati Hari IBu, ibuku minta saya membuatkan materi dialog yang bertema teknologi dan peran ibu. Pagi ini, ibu meminta saya mendiktekan lagu KASIH IBU untuk meng-up date statusnya di facebook.
Saya pun baru teringat kalau hari ini ternyata HARI IBU. Ya sudah deh, subuh-subuh itu saya mendikte ibu lagu "KASIH IBU". Kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia, sementara ibu mencatat di seberang telepon sana. Dari speaker telepon terdengar suara bapak menyanyi lagu itu keras-keras. Ternyata Bapak hafal lagu itu, dan ibu sebel dengar suara nyanyiannya yang kueraasss itu ... wuakakakak !
Sudah 37 tahun 11 bulan, Stella Emilina binti James Pangkey, itulah nama indah beliau, menjadi ibu saya, dengan segala kekurangan dan kelebihan (berat badan) nya, hahahahaha. Tapi yang pasti, walaupun kadang kala suka judes setengah mati, ibu saya itu memang asli cantik, pinter masak dan fashionable abis ! Ibu, tidak pernah ragu pakai baju yang tabrak warna sekalipun ! Jarang sekali ibu pakai baju yang berwarna kalem, selalu cerah, terang benderang, sehingga semakin menonjolkan kulit putihnya yang seperti susu atau pualam ya ? Begitupun warna lipstiknya, selalu merah cerah sepedas cabe ! Semasa mudanya, ibu aktif berolah raga, jago voli, tenis sekaligus merias penganten tradisional dan berorganisasi. Namun bakat berdandan itu tak menurun sedikit juga pada kami anak-anaknya. Kasihan deh luuuu ... (gue gitu maksudnya).
Ibuku yang berdarah Manado itu, kalau mau masak bubur tinutuan, bubur khas Manado, justeru telepon ke saya bertanya resepnya ! Gubraaaaakkkk ! Saat ini, ibuku menjadi satu-satunya anggota dewan perwakilan rakyat daerah perempuan paling senior (tertua) di Kota Tegal, di antara para anggota dewan lainnya yang usianya lebih muda dari saya.
Tuesday, 23 November 2010
INSIDEN JABAT TANGAN SANG MENTERI DAN FIRST LADY
Kunjungan Presiden Amerika Serikat, Barrack Hussein Obama ke Indonesia pada 9-10 November 2010 lalu rupanya menyisakan sebuah peristiwa menarik. Pasalnya, Menkominfo Tifatul Sembiring kedapatan berjabat tangan dengan first lady, ibu negara AS, Michele Obama. Keruan saja, peristiwa langka ini pun menjadi kontroversi di media massa nasional bahkan pemberitaan di negara paman sam pun ramai-ramai menjadikannya berita utama .....
Tifatul Sembiring, Sang Menkominfo seperti yang diketahui masyarakat luas adalah salah satu menteri kabinet pembangunan bersatu jilid 2 yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bukan pula sebuah rahasia, bahwa Sang Menteri, dengan keyakinanannya sebagai pemeluk Islam adalah sosok yang tidak biasa berjabat tangan dengan kaum hawa. Kebiasaan ini bukan merupakan kebiasan aneh yang dipilih orang Sang Menteri saja. Banyak pemeluk agama Islam lainnya di Indonesia ini, baik perempuan maupun pria yang juga menghindari berjabat tangan atau bersentuhan dengan lawan jenis demi menjaga kehormatan masing-masing pihak.
Nah, hal inilah yang kemudian menjadi sebuah 'insiden' kecil dan menuai banyak perdebatan. Jabat tangan kontroversial itu terjadi saat Sang Presiden AS beserta ibu tengah melakukan kunjungan ke Istana Negara dan menerima sambutan secara protokoler Presiden RI dan ibu beserta para menterinya tanpa terkecuali Menkominfo. Caranya, ya jabat tangan itu tadi !
Kisahnya bermula saat Sang First Lady tiba di hadapannya, Sang Menteri tertangkap kamera terkesan menyambut uluran tangan Sang First Lady secara serta merta. Tidak hanya itu, memang dalam rekaman gambar terlihat bahwa Sang Menteri bahkan menggenggam erat tangan sang First Lady dengan kedua tangannya dengan penuh antusias. Gambar boleh bicara begitu, tapi keyakinan dan suasana hati yang sebenarnya belum tentu sama dengan yang terlihat di gambar.
PILIHAN KEYAKINAN ADALAH PRIVASI
Suatu ketika beberapa tahun lalu saya sempat membaca profil seorang pejabat bank sentral yang dimuat dalam sebuah media massa. Ia seorang perempuan, setengah baya dan berkerudung dengan jabatan cukup tinggi. Kebiasaannya antara lain adalah melaksanakan shalat dhuha segera setibanya beliau di kantor. Untuk itu, beliau selalu mempersiapkan dirinya untuk shalat dhuha sejak berangkat dari rumah dan menjaga wudhunya hingga tiba di kantor.
Beliau sungguh beruntung dapat melaksanakan niatnya dengan berhasil dan relatif tanpa kendala yang berarti. Pertama, karena beliau seorang pejabat tinggi maka setiap hari ke kantor beliau diantar supir. Beliau hanya duduk di kendaraan tanpa harus melakukan aktivitas yang memungkinkanya bersentuhan dengan orang lain yang dapat membatalkan wudhunya. Misalnya, membayar tol yang bisa jadi petugasnya adalah seorang pria sehingga dapat membatalkan wudhunya. Kedua, di tempatnya bekerja memiliki budaya yang memungkinkannya menjaga wudhunya dengan aman.
Kebetulan, sesekali saya pun ingin melakukan hal yang sama, melakukan shalat dhuha di kantor dan menjaga wudhu sejak dari rumah. Persoalan pun menjadi jauh rumit bagi saya. Pertama soal berkendara itu tadi karena berkendara sendiri maka saya berpeluang untuk batal wudhu saat membayar tol atau parkir saat harus mampir ke suatu tempat misalnya sebelum menuju kantor. Kedua, ini jauh lebih sulit, budaya tempat saya bekerja adalah penganut berjabat tangan hampir di setiap kesempatan ! Hahahaha ... !
BUDAYA LOKAL JABAT TANGAN
Mungkin, lingkungan tempat anda bekerja termasuk yang menganut soal berjabat tangan siapa saja, di mana saja, kapan saja. Jadi, sejak tiba di pintu gerbang dan bertemu petugas pengamanan hingga petugas kebersihan, seluruh pegawai sudah 'terbiasa' dengan berjabat tangan dengan siapapun yang ditemuinya. Tiba di ruangan pun 'harus' berjabat tangah dengan pegawai lain yang sudah tiba di sana.
Saat berurusan dengan pegawai di ruang yang berbeda pun 'wajib' berjabat tangan dengan sang tuan rumah dan semua penghuninya. Saat mengikuti sebuah rapat di ruang rapat manapun pun tidak bisa tidak, siapa pun kudu berjabat tangan dengan semua yang hadir di sana. Begitu pun saat pulang kerja dan mengakhiri setiap aktivitas, setiap orang musti saling berjabat tangan. Akhirnya kesimpulannya, pegawai yang tidak turut membiasakan diri dalam salah satu bagian budaya itu menjadi terlihat 'aneh' dan terseleksi alam ....
Seorang teman perempuan walaupun bukan penganut Islam fanatik, tapi ia termasuk yang merasa nyaman untuk tidak bersalaman dengan lawan jenis. Ia pun bercerita saat ia mencoba memulai sesuatu yang baru untuk mensubstitusikan kebiasaan berjabat tangan dengan ucapan salam yang baik dan lebih meriah. Maka, kala memasuki ruang kerja di pagi hari ia pun mengucapkan salam "Assalamualaikum" dan selamat pagi kepada siapa saja sambil melambaikan tangan sembari menuju ke meja kerjanya. Ia menyadari, bahwa hal ini besar kemungkinan menimbulkan salah paham terutama di kalangan atasan karena bisa saja menganggap para pegawai tidak sopan karena tidak berjabat tangan.
Kebetulan saya, ingin sekali bisa melaksanakan shalat dhuha di kantor. Berjabat tangannya itu sendiri, tidak terlalu menjadi soal bagi saya. Saya hanya butuh menjaga wudhu saya agar bisa melaksanakan shalat dhuha di pagi hari. Maka saat saya disodori tangan yang mengajak berjabat tangan biasanya saya segera merespon dengan mengatupkan kedua belah tangan sambil mengucapkan selamat pagi atau assalamualaikum, sembari mengatakan maaf saya masih punya wudhu akan shalat.
Secara kasat mata, umumnya mereka mengerti, namun entah dalam hatinya. Tanpa bermaksud riya atau pamer ibadah, keterusterangan akan hal itu perlu disampaikan agar tidak salah paham walau tetap saja ibarat memakan buah simalakama. Kenyataannya, saya pernah sekali waktu sudah menyampaikan secara baik2 tentang niat shalat saya, namun seorang atasan pria justru menyentuh wajah saya dengan kedua tangannya dan 'nguyel2' kepala saya. Saya pun marah bukan kepalang dibuatnya. Mungkin maksudnya bercanda, tapi tentu kurang pas dalam hal ini.
Pepatah bilang, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" itu benar adanya. Namun manakala budaya yang harus diikuti tidak selaras dengan keyakinan spiritual menyangkut prinsip-prinsip religius tentu ini menjadi persoalan yang serius. Untuk itu, manusia pun 'terpaksa' memilih. Bila, setiap makhluk sosial memiliki toleransi yang baik mengenai perbedaan pilihan itu, seharusnya hal seperti ini tidak lagi menjadi soal.
CANGGUNG
Dalam kasus Menkominfo, dalam jejaring sosialnya beliau tetap bersikeras bahwa ia pada prinsipnya tetap dengan keyakinannya bahwa ia tidak berjabat tangan dengan lawan jenis. Pasalnya kejadian saat itu sangat situasional. Saat Sang First Lady sudah mengulurkan tangannya, ia merasa tidak enak hati untuk tidak menyambut uluran tangannya. Selain itu, bila ia tetap menolak uluran tangan sang First Lady, berpotensi untuk menimbulkan rasa malu, canggung, ketidaknyamanan pada kedua belah pihak, baik bagi First Lady, maupun pemerintahan RI yang mana salah seorang Menterinya mengabaikan uluran tangan First Lady tamunya untuk sekedar berjabat tangan.
Sesungguhnya situasi seperti ini bisa jadi hanya dapat dirasakan dan dimengerti oleh mereka yang pernah mengalami hal seperti ini. Sesungguhnya mereka pun merasa canggung terpaksa menolak uluran tangan seseorang apalagi dalam situasi yang resmi dan protokoler, maka suasana menjadi jauh lebih sulit.
TOLERANSI DAN MENGHARGAI PILIHAN
Intinya sesungguhnya bukan pada jabat tangannya, tapi penghargaan atas pilihan sikap orang lain, mampukah kita melakukan itu ? Bila yang bersangkutan suatu ketika melampaui keyakianannya sendiri, yakinlah itu pasti sangat situasional dan ada alasannya. Anda toh bisa merasakan, seorang CEO yang menganut keyakinan serupa namun disodorkan pada pilihan satu-satunya; "jabat tangan" saat bersilaturahmi lebaran, maka jabatan tangannya sungguh terasa hambar, tawar, dingin tanpaadanya 'rasa' sedikitpun di dalamnya. Tak ada genggaman yang erat, tak ada ayunan yang meyakinkan, tak ada pula kehangatan di sana. Apalagi wajahnya, yakin karena apa yang ia lakukan tidak sesuai dengan keyakinannya maka sudah jabatan tangannya terasa begitu dingin, ekspresi wajahnya pun tak kalah dingin, beku bagai gunung es.
Demikianlah keyakinan ... tak bisa dipaksakan. Kalaupun tetap digugurkandan terjadi di luar kebiasaan itu karena sebuah alasan yang wajar dan toleransi itu sendiri. 'Ia', keyakinan itu bertoleransi atas kebiasaan orang banyak ....
Tifatul Sembiring, Sang Menkominfo seperti yang diketahui masyarakat luas adalah salah satu menteri kabinet pembangunan bersatu jilid 2 yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bukan pula sebuah rahasia, bahwa Sang Menteri, dengan keyakinanannya sebagai pemeluk Islam adalah sosok yang tidak biasa berjabat tangan dengan kaum hawa. Kebiasaan ini bukan merupakan kebiasan aneh yang dipilih orang Sang Menteri saja. Banyak pemeluk agama Islam lainnya di Indonesia ini, baik perempuan maupun pria yang juga menghindari berjabat tangan atau bersentuhan dengan lawan jenis demi menjaga kehormatan masing-masing pihak.
Nah, hal inilah yang kemudian menjadi sebuah 'insiden' kecil dan menuai banyak perdebatan. Jabat tangan kontroversial itu terjadi saat Sang Presiden AS beserta ibu tengah melakukan kunjungan ke Istana Negara dan menerima sambutan secara protokoler Presiden RI dan ibu beserta para menterinya tanpa terkecuali Menkominfo. Caranya, ya jabat tangan itu tadi !
Kisahnya bermula saat Sang First Lady tiba di hadapannya, Sang Menteri tertangkap kamera terkesan menyambut uluran tangan Sang First Lady secara serta merta. Tidak hanya itu, memang dalam rekaman gambar terlihat bahwa Sang Menteri bahkan menggenggam erat tangan sang First Lady dengan kedua tangannya dengan penuh antusias. Gambar boleh bicara begitu, tapi keyakinan dan suasana hati yang sebenarnya belum tentu sama dengan yang terlihat di gambar.
PILIHAN KEYAKINAN ADALAH PRIVASI
Suatu ketika beberapa tahun lalu saya sempat membaca profil seorang pejabat bank sentral yang dimuat dalam sebuah media massa. Ia seorang perempuan, setengah baya dan berkerudung dengan jabatan cukup tinggi. Kebiasaannya antara lain adalah melaksanakan shalat dhuha segera setibanya beliau di kantor. Untuk itu, beliau selalu mempersiapkan dirinya untuk shalat dhuha sejak berangkat dari rumah dan menjaga wudhunya hingga tiba di kantor.
Beliau sungguh beruntung dapat melaksanakan niatnya dengan berhasil dan relatif tanpa kendala yang berarti. Pertama, karena beliau seorang pejabat tinggi maka setiap hari ke kantor beliau diantar supir. Beliau hanya duduk di kendaraan tanpa harus melakukan aktivitas yang memungkinkanya bersentuhan dengan orang lain yang dapat membatalkan wudhunya. Misalnya, membayar tol yang bisa jadi petugasnya adalah seorang pria sehingga dapat membatalkan wudhunya. Kedua, di tempatnya bekerja memiliki budaya yang memungkinkannya menjaga wudhunya dengan aman.
Kebetulan, sesekali saya pun ingin melakukan hal yang sama, melakukan shalat dhuha di kantor dan menjaga wudhu sejak dari rumah. Persoalan pun menjadi jauh rumit bagi saya. Pertama soal berkendara itu tadi karena berkendara sendiri maka saya berpeluang untuk batal wudhu saat membayar tol atau parkir saat harus mampir ke suatu tempat misalnya sebelum menuju kantor. Kedua, ini jauh lebih sulit, budaya tempat saya bekerja adalah penganut berjabat tangan hampir di setiap kesempatan ! Hahahaha ... !
BUDAYA LOKAL JABAT TANGAN
Mungkin, lingkungan tempat anda bekerja termasuk yang menganut soal berjabat tangan siapa saja, di mana saja, kapan saja. Jadi, sejak tiba di pintu gerbang dan bertemu petugas pengamanan hingga petugas kebersihan, seluruh pegawai sudah 'terbiasa' dengan berjabat tangan dengan siapapun yang ditemuinya. Tiba di ruangan pun 'harus' berjabat tangah dengan pegawai lain yang sudah tiba di sana.
Saat berurusan dengan pegawai di ruang yang berbeda pun 'wajib' berjabat tangan dengan sang tuan rumah dan semua penghuninya. Saat mengikuti sebuah rapat di ruang rapat manapun pun tidak bisa tidak, siapa pun kudu berjabat tangan dengan semua yang hadir di sana. Begitu pun saat pulang kerja dan mengakhiri setiap aktivitas, setiap orang musti saling berjabat tangan. Akhirnya kesimpulannya, pegawai yang tidak turut membiasakan diri dalam salah satu bagian budaya itu menjadi terlihat 'aneh' dan terseleksi alam ....
Seorang teman perempuan walaupun bukan penganut Islam fanatik, tapi ia termasuk yang merasa nyaman untuk tidak bersalaman dengan lawan jenis. Ia pun bercerita saat ia mencoba memulai sesuatu yang baru untuk mensubstitusikan kebiasaan berjabat tangan dengan ucapan salam yang baik dan lebih meriah. Maka, kala memasuki ruang kerja di pagi hari ia pun mengucapkan salam "Assalamualaikum" dan selamat pagi kepada siapa saja sambil melambaikan tangan sembari menuju ke meja kerjanya. Ia menyadari, bahwa hal ini besar kemungkinan menimbulkan salah paham terutama di kalangan atasan karena bisa saja menganggap para pegawai tidak sopan karena tidak berjabat tangan.
Kebetulan saya, ingin sekali bisa melaksanakan shalat dhuha di kantor. Berjabat tangannya itu sendiri, tidak terlalu menjadi soal bagi saya. Saya hanya butuh menjaga wudhu saya agar bisa melaksanakan shalat dhuha di pagi hari. Maka saat saya disodori tangan yang mengajak berjabat tangan biasanya saya segera merespon dengan mengatupkan kedua belah tangan sambil mengucapkan selamat pagi atau assalamualaikum, sembari mengatakan maaf saya masih punya wudhu akan shalat.
Secara kasat mata, umumnya mereka mengerti, namun entah dalam hatinya. Tanpa bermaksud riya atau pamer ibadah, keterusterangan akan hal itu perlu disampaikan agar tidak salah paham walau tetap saja ibarat memakan buah simalakama. Kenyataannya, saya pernah sekali waktu sudah menyampaikan secara baik2 tentang niat shalat saya, namun seorang atasan pria justru menyentuh wajah saya dengan kedua tangannya dan 'nguyel2' kepala saya. Saya pun marah bukan kepalang dibuatnya. Mungkin maksudnya bercanda, tapi tentu kurang pas dalam hal ini.
Pepatah bilang, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" itu benar adanya. Namun manakala budaya yang harus diikuti tidak selaras dengan keyakinan spiritual menyangkut prinsip-prinsip religius tentu ini menjadi persoalan yang serius. Untuk itu, manusia pun 'terpaksa' memilih. Bila, setiap makhluk sosial memiliki toleransi yang baik mengenai perbedaan pilihan itu, seharusnya hal seperti ini tidak lagi menjadi soal.
CANGGUNG
Dalam kasus Menkominfo, dalam jejaring sosialnya beliau tetap bersikeras bahwa ia pada prinsipnya tetap dengan keyakinannya bahwa ia tidak berjabat tangan dengan lawan jenis. Pasalnya kejadian saat itu sangat situasional. Saat Sang First Lady sudah mengulurkan tangannya, ia merasa tidak enak hati untuk tidak menyambut uluran tangannya. Selain itu, bila ia tetap menolak uluran tangan sang First Lady, berpotensi untuk menimbulkan rasa malu, canggung, ketidaknyamanan pada kedua belah pihak, baik bagi First Lady, maupun pemerintahan RI yang mana salah seorang Menterinya mengabaikan uluran tangan First Lady tamunya untuk sekedar berjabat tangan.
Sesungguhnya situasi seperti ini bisa jadi hanya dapat dirasakan dan dimengerti oleh mereka yang pernah mengalami hal seperti ini. Sesungguhnya mereka pun merasa canggung terpaksa menolak uluran tangan seseorang apalagi dalam situasi yang resmi dan protokoler, maka suasana menjadi jauh lebih sulit.
TOLERANSI DAN MENGHARGAI PILIHAN
Intinya sesungguhnya bukan pada jabat tangannya, tapi penghargaan atas pilihan sikap orang lain, mampukah kita melakukan itu ? Bila yang bersangkutan suatu ketika melampaui keyakianannya sendiri, yakinlah itu pasti sangat situasional dan ada alasannya. Anda toh bisa merasakan, seorang CEO yang menganut keyakinan serupa namun disodorkan pada pilihan satu-satunya; "jabat tangan" saat bersilaturahmi lebaran, maka jabatan tangannya sungguh terasa hambar, tawar, dingin tanpaadanya 'rasa' sedikitpun di dalamnya. Tak ada genggaman yang erat, tak ada ayunan yang meyakinkan, tak ada pula kehangatan di sana. Apalagi wajahnya, yakin karena apa yang ia lakukan tidak sesuai dengan keyakinannya maka sudah jabatan tangannya terasa begitu dingin, ekspresi wajahnya pun tak kalah dingin, beku bagai gunung es.
Demikianlah keyakinan ... tak bisa dipaksakan. Kalaupun tetap digugurkandan terjadi di luar kebiasaan itu karena sebuah alasan yang wajar dan toleransi itu sendiri. 'Ia', keyakinan itu bertoleransi atas kebiasaan orang banyak ....
Thursday, 18 November 2010
KASUS GAYUS REALITA SISTEM PERADILAN INDONESIA
Secara normatif, biaya hidup tertinggi di Indonesia adalah biaya kesehatan dan pendidikan. Namun Kasus Gayus, merupakan realita, kenyataan hidup yang sebenarnya di Indonesia. Peradilan di Indonesia adalah mafia. Peradilan di Indonesia adalah gangster. Peradilan di Indonesia bisa jadi melampaui kebutuhan yang lebih utama, pendidikan dan kesehatan manusia.
Yakinlah, membeli kebebasan bukan hanya dilakukan oleh Gayus saja. Membeli kebebasan dari sistem peradilan di Indonesia adalah hukum tak tertulis yang sebenarnya "ditegakkan" oleh aparat hukum di Indonesia. Sebut saja, kepolisian, kejaksaan, pengadilan hingga rumah tahanan atau lapas, semuanya sama saja, berujung dan berpangkal pada uang !
Akibatnya, perlawanan, perjuangan melawan peradilan di Indonesia tak ubahnya sebuah prestise. Siapa yang punya uang lebih, maka akan bisa jauh lebih banyak "membeli" previlegde peradilan ! Pengurangan hukuman, kemudahan fasilitas, perolehan remisi, grasi, hingga pembebasan hukuman sangat tergantung pada banyaknya nilai rupiah yang Anda miliki !
Lihat saja perilaku polisi lalu lintas di pinggir jalan. Mereka itu ibarat pengemis berseragam ! Pengemis, masih berbesar hati, jujur memposisikan dirinya sebagai pengemis sejak awal. Tapi lihat kelakukan polisi. Mereka memasang perangkap, bersembunyi dan "priiiiit ... !" mereka menangkap para korbannya setelah menciptakan peluang, mengintai beberapa waktu, dan "menangkap tangan" korban-korbannya.
Model BAP pun sangat mungkin dinegosiasikan bila uang dengan piawai mampu berbicara. Putusan final pengadilan bahkan mahkamah agung pun bisa cepat diserahkan apabila kecepatan uang mampu mengucur lebih banyak dan lebih cepat. Tanpa uang, maka peluang Anda diperlakukan adil oleh sistem peradilan sungguh amat kecil !
Rutan di manapun menarik pungutan berbilang ribuanrupiah per orang yang akan berkunjung. Sementara begitu memasuki pintu lapas atau rutan, pengunjung masih pula harus menyiapkan uang bagi "mbah maridjan" alias juru kunci. Tiba di dalam rutan, pengunjung masih juga harus memberikan upeti demi kelancaran selama berkunjung.
Penghuni rutan pulang, plesir, bepergian, berobat, cuti, dsb ? Itu sebuah keniscayaan ! Semua orang kaya yang berada di rutan melakukannya ! Itu bukan rahasia lagi. Maka kasus Gayus ini sebagai pemicu terbongkarnya sistem peradilan di Indonesia ? Tentu saja sama sekali tidak.
Kasus Gayus menjadi tunggangan atas banyak kepentingan. Baik kasus hukumnya itu sendiri maupun kepentingan politik yang saling berkait dan bersinggungan di antaranya. Maka Gayus pergi ke Bali nonton tenis, sementara di pengadilan air mata buayanya berkilah ia rindu keluarga, istri dan anak-anaknya, itu tentu bisa dilakukan di rutan bukan ? Atau paling apes ya kabur ke rumah.
Namun begitulah sistem peradilan di Indonesia. Sekali lagi, ini adalah sebuah kekeliruan yang sistemik serta dialkukan secara berjamaah, bertahun-tahun di seluruh wilayah tanah air. Berat hati mengakui ? Sayang sekali, negara Indonesia tercinta ini, memang seburuk itu saat ini. Suatu hari akan berubah menjadi baik, inssya Allah ya. Namun demi sebuah kejujuran, inilah realita yang sebenarnya yang harus dibenahi tanpa pandang bulu, siapa saja.
Yakinlah, membeli kebebasan bukan hanya dilakukan oleh Gayus saja. Membeli kebebasan dari sistem peradilan di Indonesia adalah hukum tak tertulis yang sebenarnya "ditegakkan" oleh aparat hukum di Indonesia. Sebut saja, kepolisian, kejaksaan, pengadilan hingga rumah tahanan atau lapas, semuanya sama saja, berujung dan berpangkal pada uang !
Akibatnya, perlawanan, perjuangan melawan peradilan di Indonesia tak ubahnya sebuah prestise. Siapa yang punya uang lebih, maka akan bisa jauh lebih banyak "membeli" previlegde peradilan ! Pengurangan hukuman, kemudahan fasilitas, perolehan remisi, grasi, hingga pembebasan hukuman sangat tergantung pada banyaknya nilai rupiah yang Anda miliki !
Lihat saja perilaku polisi lalu lintas di pinggir jalan. Mereka itu ibarat pengemis berseragam ! Pengemis, masih berbesar hati, jujur memposisikan dirinya sebagai pengemis sejak awal. Tapi lihat kelakukan polisi. Mereka memasang perangkap, bersembunyi dan "priiiiit ... !" mereka menangkap para korbannya setelah menciptakan peluang, mengintai beberapa waktu, dan "menangkap tangan" korban-korbannya.
Model BAP pun sangat mungkin dinegosiasikan bila uang dengan piawai mampu berbicara. Putusan final pengadilan bahkan mahkamah agung pun bisa cepat diserahkan apabila kecepatan uang mampu mengucur lebih banyak dan lebih cepat. Tanpa uang, maka peluang Anda diperlakukan adil oleh sistem peradilan sungguh amat kecil !
Rutan di manapun menarik pungutan berbilang ribuanrupiah per orang yang akan berkunjung. Sementara begitu memasuki pintu lapas atau rutan, pengunjung masih pula harus menyiapkan uang bagi "mbah maridjan" alias juru kunci. Tiba di dalam rutan, pengunjung masih juga harus memberikan upeti demi kelancaran selama berkunjung.
Penghuni rutan pulang, plesir, bepergian, berobat, cuti, dsb ? Itu sebuah keniscayaan ! Semua orang kaya yang berada di rutan melakukannya ! Itu bukan rahasia lagi. Maka kasus Gayus ini sebagai pemicu terbongkarnya sistem peradilan di Indonesia ? Tentu saja sama sekali tidak.
Kasus Gayus menjadi tunggangan atas banyak kepentingan. Baik kasus hukumnya itu sendiri maupun kepentingan politik yang saling berkait dan bersinggungan di antaranya. Maka Gayus pergi ke Bali nonton tenis, sementara di pengadilan air mata buayanya berkilah ia rindu keluarga, istri dan anak-anaknya, itu tentu bisa dilakukan di rutan bukan ? Atau paling apes ya kabur ke rumah.
Namun begitulah sistem peradilan di Indonesia. Sekali lagi, ini adalah sebuah kekeliruan yang sistemik serta dialkukan secara berjamaah, bertahun-tahun di seluruh wilayah tanah air. Berat hati mengakui ? Sayang sekali, negara Indonesia tercinta ini, memang seburuk itu saat ini. Suatu hari akan berubah menjadi baik, inssya Allah ya. Namun demi sebuah kejujuran, inilah realita yang sebenarnya yang harus dibenahi tanpa pandang bulu, siapa saja.
Thursday, 21 October 2010
TAKE IT OR LEAVE IT
When you dissapointed about something, it is not about take it or leave it. Not at all. If you dissapointed about your country, will you leave it and go abroad for better living ? Absolutely not, mostly reason not. When you dissapointed with your mom, dad, sister even with the whole family, will you leave them for other family ? Come on ! It doesn't make a sense, does it ?
Then when you feel upset with your job, your bos, and all the things there, will you leave it without any plan ? Sure you will not ! Tehre are so many reasons that we have to think about before we decide the big decision about our life, don't we ? It doesn't mean that we also only keep silent with all the bad situations, right ?
It's your own right to speak up, to scream, to ask about your right ! Even they don't want to listen and make it to you, at least you have already controlled them that they do something wrong with other people's life by your loudly screaming. If they are insist to ignore your right, you are able to laugh at them as a looser !
Facing the bad situation is not easy. Endure with suffer need big effort. No one knows how bad it is unless they have their own experiences. Again, it is not about take it or leave it. It is not fair at all when you say, "Just take it or leave it !" Furthermore, if we are living at the same land from the same bowl, it means that they are not the real bos ! They are only such the bad guys ! Most of whom are cruel !
However, struggling to survive is achieve. You have to proud to your self that you are not the same person as they are. You are not the opportunist as they are. Your are more taft than they are. As you are able to see, as soon as they out of their time here, no body is respect to them anymore ! That's the fact ! Because they always act as the bad guy before to others, selfish, take advantage to other people and rude. So don't worry, keep on moving ! There is nothing to be worried as long as you always do the right thing ! Inssya Allah !
Then when you feel upset with your job, your bos, and all the things there, will you leave it without any plan ? Sure you will not ! Tehre are so many reasons that we have to think about before we decide the big decision about our life, don't we ? It doesn't mean that we also only keep silent with all the bad situations, right ?
It's your own right to speak up, to scream, to ask about your right ! Even they don't want to listen and make it to you, at least you have already controlled them that they do something wrong with other people's life by your loudly screaming. If they are insist to ignore your right, you are able to laugh at them as a looser !
Facing the bad situation is not easy. Endure with suffer need big effort. No one knows how bad it is unless they have their own experiences. Again, it is not about take it or leave it. It is not fair at all when you say, "Just take it or leave it !" Furthermore, if we are living at the same land from the same bowl, it means that they are not the real bos ! They are only such the bad guys ! Most of whom are cruel !
However, struggling to survive is achieve. You have to proud to your self that you are not the same person as they are. You are not the opportunist as they are. Your are more taft than they are. As you are able to see, as soon as they out of their time here, no body is respect to them anymore ! That's the fact ! Because they always act as the bad guy before to others, selfish, take advantage to other people and rude. So don't worry, keep on moving ! There is nothing to be worried as long as you always do the right thing ! Inssya Allah !
Wednesday, 22 September 2010
Belum lama, saya terkaget-kaget saat memenuhi undangan interview untuk sebuah posisi PR Manager di sebuah perusahaan bergengsi, saya berhadapan dengan seorang mantan menteri ! Saya nyaris tidak bisa ngomong karena kagetnya.
Pasalnya, sesungguhnya saya tidak pernah melamar posisi tersebut. Saya memang tahu perusahaan itu tengah mencari PR Manager. Namun karena satu dan lain hal, saya tidak mengacuhkan iklan itu dan tidak berniat melamarnya. Suatu ketika sebuah surat elektronik saya terima yang isinya meminta saya mengirimkan CV saya lengkap ke perusahaan tersebut. Tanpa target apa-apa, saya pun mengirimkan CV seperti yang mereka minta.
Kurang dari seminggu saya pun diundang wawancara hingga bertemu dengan sang mantan Menteri Ristek itu. Saya sempat memastikan apakah beliau adalah menteri yang sering saya saksikan di tv ? Ternyata memang beliaulah orangnya. Maka wawancara pun mengalir hangat dilanjutkan dengan diskusi yang menarik. Tantangannya hanya satu, soal riset. Padahal, itu menjadi minat saya sekali, walaupun bisa jadi saya tidak pandai soal itu. Tapi saya sungguh menikmati pekerjaan riset dan analisis. Maka hasilnya pun, beliau tertarik dengan kemampuan saya.
Bila kini saya tidak mengambil kesempatan itu, semata-mata karena saya memang harus rasional. Bukan lagi menjadi Harimau yang menjadi impian saya, menjadi semut pun ternyata tidak mengurangi kenikmatan yang saya peroleh selama ini. Jadi tanpa mengurangi rasa hormat, saya pun melepas kesempatan yang sangat baik ini. Dan pengalaman ini sungguh sangat indah, merasakan diri ini ternyata berguna dan dihargai secara pantas, tidak berlebihan apa adanya ....
Pasalnya, sesungguhnya saya tidak pernah melamar posisi tersebut. Saya memang tahu perusahaan itu tengah mencari PR Manager. Namun karena satu dan lain hal, saya tidak mengacuhkan iklan itu dan tidak berniat melamarnya. Suatu ketika sebuah surat elektronik saya terima yang isinya meminta saya mengirimkan CV saya lengkap ke perusahaan tersebut. Tanpa target apa-apa, saya pun mengirimkan CV seperti yang mereka minta.
Kurang dari seminggu saya pun diundang wawancara hingga bertemu dengan sang mantan Menteri Ristek itu. Saya sempat memastikan apakah beliau adalah menteri yang sering saya saksikan di tv ? Ternyata memang beliaulah orangnya. Maka wawancara pun mengalir hangat dilanjutkan dengan diskusi yang menarik. Tantangannya hanya satu, soal riset. Padahal, itu menjadi minat saya sekali, walaupun bisa jadi saya tidak pandai soal itu. Tapi saya sungguh menikmati pekerjaan riset dan analisis. Maka hasilnya pun, beliau tertarik dengan kemampuan saya.
Bila kini saya tidak mengambil kesempatan itu, semata-mata karena saya memang harus rasional. Bukan lagi menjadi Harimau yang menjadi impian saya, menjadi semut pun ternyata tidak mengurangi kenikmatan yang saya peroleh selama ini. Jadi tanpa mengurangi rasa hormat, saya pun melepas kesempatan yang sangat baik ini. Dan pengalaman ini sungguh sangat indah, merasakan diri ini ternyata berguna dan dihargai secara pantas, tidak berlebihan apa adanya ....
APA KATA DUNIA
Pagi ini, seorang sahabat, petugas pengamanan, memanggil dari kejauhan dengan penuh niat dari balik pagar. Sejurus kemudian sahabat ini berkisah bahwa saya diadukan oleh seorang sekretaris direksi yang merasa dirinya senior, gara-gara parkir ! Singkat kata, saya dianggap menggunakan lahan parkir yang khusus diperuntukkan bagi pejabat saja, termasuk posisi sekretaris direksi. Secara, saya bukan pejabat maka saya pun dianggap melanggar olehnya (sang sekretaris) sehingga dilaporkan kepada pejabat tinggi yang berwenang.
Padahal, kenyataannya saya hanya numpang parkir sejenak untuk menurunkan barang karena dekat dengan ruang kerja saya. Menjelang setengah delapan dan sebelum area parkir itu ditutup rapat, saya sudah megeluarkan kendaraan dari area tersebut dan memarkirkan si jeruk, mobil mungil kesayangannya saya, tak jauh dari kendaraan sang sekretaris di lahan parkir depan yang bebas bagi saipa saja. Setiap hari, setiap pagi. Itu menjadi ritual yang sama-sama kami lakukan dan kami bisa saling lihat setiap hari, setiap pagi, sama-sama mengantri lahan parkir depan dan mermarkirkan kendaraan di area yang sama.
Maka para sahabat saya ini pun terpaksa menerima tegur dari sang pejabat berwenang sehubungan dengan 'pelanggaran' yang saya lakukan. Mereka pun memastikan kepada atasannya bahwa saya tidak pernah memarkirkan kendaraan di area itu kecuali menumpang beberapa saat sambil menunggu lahar parkir di depan dibuka. Sahabat pengamanan yang lain yang lebih senior pun tak kalah kecewa dan menyarankan saya untuk menegur sang sekretaris karena aduannya yang tidak benar. Saya pun menjawab, untuk apa sih bersitegang ngurusi hal seperti ini walaupun sebenarnya sebel juga. Tapi ya sudah, saya memilih untuk melupakannya ....
Lain waktu, jauh hari sebelumnya, saya pun ditegur petugas pengamanan dengan sangat sombong dan keras lantaran parkir di tempat yang sesungguhnya bebas peruntukannya alias bukan untuk pejabat. Begitu saya memindahkan si jeruk, tak lewat dari 10 detik, mobil sang sekretaris yang sama dengan kisah di atas, memarkirkan kendaraannya di sana, dan tak ada persoalan apa-apa. Dan saya, terbengong-bengong menyaksikan kejadian sungguh aneh tapi nyata itu. Ha3x ... ajaib nian hidup ini ....
Kisah yang lain, setahun lalu, saya dipercaya dirut untuk mengatur sebuah perhelatan besar, termasuk mengatur para sekretaris direksi di mana dia ada di dalamnya. Acara berlangsung sukses, semua orang gembira, semua orang puas. Hasil survey kepada seluruh peserta yang jumlahnya nyaris 160 orang, saya terpilih dengan suara terbanyak sebagai petugas yang paling cekatan, dan sebagai petugas yang paling ramah. Tak lama setelah penobatan itu saya menerima pesan singkat dari sekretaris itu juga, dengan makian dan kata-kata yang kasar mempertanyakan penghargaan orang-orang atas kinerja saya dalam menghelat acara. Sementara sekretaris-sekretaris yang lain tak kalah pedas marah-marah melalui telepon saat meninggalkan acara dengan begitu saja tanpa pamit. Karena apa ? Karena mereka merasa mereka adalah pejabat, sementara saya bukan, dan saya mengkoordinir mereka. Dan mereka tidak bisa menerima itu. Apa lacur, semua sikap buruk itu pun terpaksa saya terima dengan lapang dada ....
Pada pertengahan 2008, saya dan beberapa teman yang lain secara personal, mendapat fasilitas kantor, sebuah alat untuk bekerja. Yang menarik, pemberian fasilitas semacam ini sangat jarang terjadi. Jadi, saya dan teman-teman sungguh beruntung dan menyukuri hal ini. Sekitar dua tahun kemudian, atasan saya yang juga memiliki fasilitas alat yang sama, ternyata fasilitas yang dimilikinya itu rusak. Jadilah ia 'menagih' fasilitas milik saya karena mungkin menurutnya saya sudah punya alat yang sama, yang lebih canggih, lebih mahal, milik pribadi. Kalah pamor dan kedudukan, berat hati saya 'kasih pinjam' alat itu. Saya pikir, beliau hanya meminjam beberapa waktu. Ternyata enam bulan telah berlalu ....
Bulan lalu, saya tertimpa musibah dan alat kerja milik pribadi saya raib digondol pencuri, diambil paksa dari kendaraan saya bersama 5 (lima) tas kerja saya yang lain dengan segala isinya. Kini saya tak punya lagi alat kerja. Yang saya heran, atasan saya ini tidak juga punya pengertian, kesadaran untuk mengembalikan fasilitas yang seharusnya menjadi hak saya untuk saya gunakan. Sudah diminta pun tetap tak bergeming. Hingga hari ini ! Saya sampai tidak tahu lagi, di mana perasaan dan rasionya ?
Saya bahkan pernah ditanya oleh seorang pejabat yang lain, seraya melecehkan, "Kamu bisanya apaaaaaaa ?" Ha3x ... rupanya sedemikian bodohnya saya, sehingga saya benar-benar tidak berguna dan tidak memberikan manfaat apa-apa bagi sekitar saya. Jangan-jangan ijasah saya palsu yaaaa ... ?
Saya jadi teringat perjalanan waktu saat saya tengah berjuang untuk berada di sini, saya bertaruh selama hampir satu tahun lamanya. Saya meminta kepada Sang Kuasa seakan saya akan dicabut nyawanya esok pagi ! Saya meminta, meminta, dan terus meminta kesempatan hebat yang saya pikir sangat baik ini, agar saya dapat berada di sini. Bila umat muslim wajib shalat 5 waktu dalam sehari, saya paling sedikit shalat 7 kali dalam sehari selama hampir setahun ! Sampai-sampai saat saya berhasil mendapatkan kesempatan ini tepat 3 hari menjelang hari raya nyaris sepuluh tahun lalu, saya seakan memenangkan lailatul qadar sebelum lebaran datang ! Subhanallah ... sungguh luar biasa nikmatnya ... ! Allah sungguh Maha Pemurah, Maha Pendengar dan Maha mengabulkan, mengijabah doa-doa saya yang sangat penuh alpa ini ....
Kini, setelah saya berada di sini, hingga saat ini, dan begitu banyak ketidakadilan, kezaliman yang saya terima, Subhanallah ... saya tetap bersyukur, karena belum ada satu kesempatan lain pun yang ternyata mampu memberikan kenikmatan sebagaimana yang saya peroleh bertahun-tahun terakhir berada di sini dengan segala perlakuan yang tidak menyenangkannya. Allah pasti punya rencana. Namun sungguh, tetap istiqamah dan sabar adalah sebuah pembelajaran yang tidak mudah ... Semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya, dan memuliakan kita semua dengan limpahan karunia dan keridhoanNya, di dunia dan akherat. Amin ....
Padahal, kenyataannya saya hanya numpang parkir sejenak untuk menurunkan barang karena dekat dengan ruang kerja saya. Menjelang setengah delapan dan sebelum area parkir itu ditutup rapat, saya sudah megeluarkan kendaraan dari area tersebut dan memarkirkan si jeruk, mobil mungil kesayangannya saya, tak jauh dari kendaraan sang sekretaris di lahan parkir depan yang bebas bagi saipa saja. Setiap hari, setiap pagi. Itu menjadi ritual yang sama-sama kami lakukan dan kami bisa saling lihat setiap hari, setiap pagi, sama-sama mengantri lahan parkir depan dan mermarkirkan kendaraan di area yang sama.
Maka para sahabat saya ini pun terpaksa menerima tegur dari sang pejabat berwenang sehubungan dengan 'pelanggaran' yang saya lakukan. Mereka pun memastikan kepada atasannya bahwa saya tidak pernah memarkirkan kendaraan di area itu kecuali menumpang beberapa saat sambil menunggu lahar parkir di depan dibuka. Sahabat pengamanan yang lain yang lebih senior pun tak kalah kecewa dan menyarankan saya untuk menegur sang sekretaris karena aduannya yang tidak benar. Saya pun menjawab, untuk apa sih bersitegang ngurusi hal seperti ini walaupun sebenarnya sebel juga. Tapi ya sudah, saya memilih untuk melupakannya ....
Lain waktu, jauh hari sebelumnya, saya pun ditegur petugas pengamanan dengan sangat sombong dan keras lantaran parkir di tempat yang sesungguhnya bebas peruntukannya alias bukan untuk pejabat. Begitu saya memindahkan si jeruk, tak lewat dari 10 detik, mobil sang sekretaris yang sama dengan kisah di atas, memarkirkan kendaraannya di sana, dan tak ada persoalan apa-apa. Dan saya, terbengong-bengong menyaksikan kejadian sungguh aneh tapi nyata itu. Ha3x ... ajaib nian hidup ini ....
Kisah yang lain, setahun lalu, saya dipercaya dirut untuk mengatur sebuah perhelatan besar, termasuk mengatur para sekretaris direksi di mana dia ada di dalamnya. Acara berlangsung sukses, semua orang gembira, semua orang puas. Hasil survey kepada seluruh peserta yang jumlahnya nyaris 160 orang, saya terpilih dengan suara terbanyak sebagai petugas yang paling cekatan, dan sebagai petugas yang paling ramah. Tak lama setelah penobatan itu saya menerima pesan singkat dari sekretaris itu juga, dengan makian dan kata-kata yang kasar mempertanyakan penghargaan orang-orang atas kinerja saya dalam menghelat acara. Sementara sekretaris-sekretaris yang lain tak kalah pedas marah-marah melalui telepon saat meninggalkan acara dengan begitu saja tanpa pamit. Karena apa ? Karena mereka merasa mereka adalah pejabat, sementara saya bukan, dan saya mengkoordinir mereka. Dan mereka tidak bisa menerima itu. Apa lacur, semua sikap buruk itu pun terpaksa saya terima dengan lapang dada ....
Pada pertengahan 2008, saya dan beberapa teman yang lain secara personal, mendapat fasilitas kantor, sebuah alat untuk bekerja. Yang menarik, pemberian fasilitas semacam ini sangat jarang terjadi. Jadi, saya dan teman-teman sungguh beruntung dan menyukuri hal ini. Sekitar dua tahun kemudian, atasan saya yang juga memiliki fasilitas alat yang sama, ternyata fasilitas yang dimilikinya itu rusak. Jadilah ia 'menagih' fasilitas milik saya karena mungkin menurutnya saya sudah punya alat yang sama, yang lebih canggih, lebih mahal, milik pribadi. Kalah pamor dan kedudukan, berat hati saya 'kasih pinjam' alat itu. Saya pikir, beliau hanya meminjam beberapa waktu. Ternyata enam bulan telah berlalu ....
Bulan lalu, saya tertimpa musibah dan alat kerja milik pribadi saya raib digondol pencuri, diambil paksa dari kendaraan saya bersama 5 (lima) tas kerja saya yang lain dengan segala isinya. Kini saya tak punya lagi alat kerja. Yang saya heran, atasan saya ini tidak juga punya pengertian, kesadaran untuk mengembalikan fasilitas yang seharusnya menjadi hak saya untuk saya gunakan. Sudah diminta pun tetap tak bergeming. Hingga hari ini ! Saya sampai tidak tahu lagi, di mana perasaan dan rasionya ?
Saya bahkan pernah ditanya oleh seorang pejabat yang lain, seraya melecehkan, "Kamu bisanya apaaaaaaa ?" Ha3x ... rupanya sedemikian bodohnya saya, sehingga saya benar-benar tidak berguna dan tidak memberikan manfaat apa-apa bagi sekitar saya. Jangan-jangan ijasah saya palsu yaaaa ... ?
Saya jadi teringat perjalanan waktu saat saya tengah berjuang untuk berada di sini, saya bertaruh selama hampir satu tahun lamanya. Saya meminta kepada Sang Kuasa seakan saya akan dicabut nyawanya esok pagi ! Saya meminta, meminta, dan terus meminta kesempatan hebat yang saya pikir sangat baik ini, agar saya dapat berada di sini. Bila umat muslim wajib shalat 5 waktu dalam sehari, saya paling sedikit shalat 7 kali dalam sehari selama hampir setahun ! Sampai-sampai saat saya berhasil mendapatkan kesempatan ini tepat 3 hari menjelang hari raya nyaris sepuluh tahun lalu, saya seakan memenangkan lailatul qadar sebelum lebaran datang ! Subhanallah ... sungguh luar biasa nikmatnya ... ! Allah sungguh Maha Pemurah, Maha Pendengar dan Maha mengabulkan, mengijabah doa-doa saya yang sangat penuh alpa ini ....
Kini, setelah saya berada di sini, hingga saat ini, dan begitu banyak ketidakadilan, kezaliman yang saya terima, Subhanallah ... saya tetap bersyukur, karena belum ada satu kesempatan lain pun yang ternyata mampu memberikan kenikmatan sebagaimana yang saya peroleh bertahun-tahun terakhir berada di sini dengan segala perlakuan yang tidak menyenangkannya. Allah pasti punya rencana. Namun sungguh, tetap istiqamah dan sabar adalah sebuah pembelajaran yang tidak mudah ... Semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya, dan memuliakan kita semua dengan limpahan karunia dan keridhoanNya, di dunia dan akherat. Amin ....
Sunday, 5 September 2010
PENGINGKARAN HAWKING
Kompas, Sabtu, 4 September 2010 mengungkapkan teori baru Stephen Hawking tentang penciptaan jagad raya. Dalam bukunya The Grand Design yang disusunnya bersama ahli fisika asal AS, Leonard Mlodinow, spontanitas dalam terjadinya jagad raya tidak memerlukan pencipta, alias menciptakan dirinya sendiri !!! Astaghfirullahaladzim ... !
Pada 1988 dalam bukunya A Brief History of Time, Hawking menganggap bahwa Big Bang, teori asal usul terjadinya alam semesta yang sangat terkenal itu hanyalah konsekuensi dari hukum gaya berat. Walau kedua teorinya berbeda kesimpulan tentang asal usul jagad raya, intinya tetap sama saja, menurutnya tak ada campur tangan Tuhan dalam kehidupan alam semesta ini ! Masya Allah !
Stephen Hawking, mulai menderita distrofi neuromuskular pada awal 20-an usianya. Kini, di usianya yang 68 tahun penyakit yang dideritanya semakin bertambah parah dan Hawking nyaris lumpuh total. Dalam keterbatasan fisiknya, Hawking bergantung pada synthesizer suara yang membantunya mampu tetap berkomunikasi dan menyampaikan pemikiran-pemikian teorinya yang kontroversial kepada dunia.
Hikmah apa yang dapat dipetik dari teori baru yang dihasilkan Hawking ini ? Entah apa yang terpikir dalam benaknya. Mungkinkah Hawking terlalu sibuk memikirkan dunia sehingga tak ada lagi ruang dalam fikirannya tentang keesaan Allah SWT, Sang Maha Pencipta ?
Kadang menjadi manusia bodoh jauh lebih menyenangkan. Karena, seringkali kebodohanlah yang membuat manusia tidak mampu memahami pemikiran manusia lain dengan teori-teorinya yang 'melampaui' batas pemikiran manusia biasa. Namun sebaliknya, seringkali justru kebodohan itu pulalah yang menjaga manusia atas rasa syukurnya kepada Sang Pencipta. Bahwa kemampuannya dalam berpikir dan membedakannya itu sudah menjadi salah satu bukti nyata kebesaran Allah Sang Pencipta yang patut disyukuri, selain berjuta keajaiban lainnya tentang alam semesta dan kehidupan jagad raya. Lalu apa yang kau pikirkan sesungguhnya Hawking ? Mungkinkah ia menduga bahwa ilmu pengetahuan dan ketauhidan Sang Pencipta tak pernah sejalan ? Wallahualam bisawam.
Pada 1988 dalam bukunya A Brief History of Time, Hawking menganggap bahwa Big Bang, teori asal usul terjadinya alam semesta yang sangat terkenal itu hanyalah konsekuensi dari hukum gaya berat. Walau kedua teorinya berbeda kesimpulan tentang asal usul jagad raya, intinya tetap sama saja, menurutnya tak ada campur tangan Tuhan dalam kehidupan alam semesta ini ! Masya Allah !
Stephen Hawking, mulai menderita distrofi neuromuskular pada awal 20-an usianya. Kini, di usianya yang 68 tahun penyakit yang dideritanya semakin bertambah parah dan Hawking nyaris lumpuh total. Dalam keterbatasan fisiknya, Hawking bergantung pada synthesizer suara yang membantunya mampu tetap berkomunikasi dan menyampaikan pemikiran-pemikian teorinya yang kontroversial kepada dunia.
Hikmah apa yang dapat dipetik dari teori baru yang dihasilkan Hawking ini ? Entah apa yang terpikir dalam benaknya. Mungkinkah Hawking terlalu sibuk memikirkan dunia sehingga tak ada lagi ruang dalam fikirannya tentang keesaan Allah SWT, Sang Maha Pencipta ?
Kadang menjadi manusia bodoh jauh lebih menyenangkan. Karena, seringkali kebodohanlah yang membuat manusia tidak mampu memahami pemikiran manusia lain dengan teori-teorinya yang 'melampaui' batas pemikiran manusia biasa. Namun sebaliknya, seringkali justru kebodohan itu pulalah yang menjaga manusia atas rasa syukurnya kepada Sang Pencipta. Bahwa kemampuannya dalam berpikir dan membedakannya itu sudah menjadi salah satu bukti nyata kebesaran Allah Sang Pencipta yang patut disyukuri, selain berjuta keajaiban lainnya tentang alam semesta dan kehidupan jagad raya. Lalu apa yang kau pikirkan sesungguhnya Hawking ? Mungkinkah ia menduga bahwa ilmu pengetahuan dan ketauhidan Sang Pencipta tak pernah sejalan ? Wallahualam bisawam.
Sunday, 15 August 2010
Character Assassination
I feel tired to be oppressioned. Look, the house is not belong to you. You are such a visitor, too. Just like me ! By the time, you'll leave ! And you, will never ever able to kick me off, as you realize that you're just no bodies too.
I have been punished almost for ten years for any reason that I have never known, if ... there is. They can not explain me because there is nothing wrong that I do that makes the house on fire. I have already lost all opportunity that I should have. It's such a systemic cruel life. I was offered a chance but in fact it's just nothing more than a damn threat ! They have already enjoyed character assassination for poor people ! They are not different with a murder !
A flower wort need a good place, ante to grow, need appropriate water to live and need open space to breath. A flower wort deserve to have it all as that's all what a flower wort need to live. Then without a chance, how could you prove your life ?
Don't they realize, it was the general who lost the war, not the soldier ? So do the public. It's not the populace who was unperforms, but the leader who has failed to oficiate ! Hence, if the folk who have to pay the bill, it doesn't make a sense at all ! It's unfair ! It's embarrassing !
So many bad guys devilish poor people who have no power to fight. But if they concern that the poor people is unuseful and need to be threwn away, that's so cruel and unhuman ! It's immoral !
I have been punished almost for ten years for any reason that I have never known, if ... there is. They can not explain me because there is nothing wrong that I do that makes the house on fire. I have already lost all opportunity that I should have. It's such a systemic cruel life. I was offered a chance but in fact it's just nothing more than a damn threat ! They have already enjoyed character assassination for poor people ! They are not different with a murder !
A flower wort need a good place, ante to grow, need appropriate water to live and need open space to breath. A flower wort deserve to have it all as that's all what a flower wort need to live. Then without a chance, how could you prove your life ?
Don't they realize, it was the general who lost the war, not the soldier ? So do the public. It's not the populace who was unperforms, but the leader who has failed to oficiate ! Hence, if the folk who have to pay the bill, it doesn't make a sense at all ! It's unfair ! It's embarrassing !
So many bad guys devilish poor people who have no power to fight. But if they concern that the poor people is unuseful and need to be threwn away, that's so cruel and unhuman ! It's immoral !
Panggilah dengan sebaik-baiknya sebutan
Seorang laki-laki beranak 4 (empat) selalu memanggil istrinya dengan sebutan "ndut". Sementara sang istri dan keempat anaknya memanggil keduanya dengan sebutan ayah dan ibu. Satu demi satu anak-anaknya pun menikah. Anak pertama, perempuan, menikah. Anak kedua seorang laki-laki, pun menikah.
Anak lelaki ini memiliki seorang istri yang langsing, kecil, mungil. Namun apa yang terjadi, si anak lelaki ini memanggil istrinya pun dengan sebutan "ndut" ! Boleh jadi, ia menyebut istrinya demikian karena selama berpuluh tahun ia menyaksikan orangtuanya, ayahnya, memanggil ibunya dengan sebutan demikian. Mungkin ia berpikir bahwa sebutan yang demikia itu adalah sebutan yang wajar atau biasa-biasa saja. Sayangnya ia tidak tahu sebutan yang demikian itu sangatlah menyakitkan perasaan bukan saja bagi istrinya, bahkan juga bagi yang mendengar ....
Begitulah tanggung jawab orang tua. Tanpa mereka sadari mereka telah menjadikan anak-anaknya meniru perbuatan mereka, baik dan buruknya. Karena setiap anak itu pada dasarnya dilahirkan fitrah, putih bersih seperti secarik kertas, kedua orang tuanyalah yang menjadikan mereka seorang majusi atau muslim ....
Padahal rasulullah senantiasa memanggil istrinya dengan sebutan "Ya Khumairoh" , atau berarti "Hai si pipi kemerah-merahan." Dalam setiap nama dan sebutan adalah sebuah doa, maka sebutkanlah dengan sebaik-baiknya sebutan bagi setiap orang yang kita kasihi dan sesama umat manusia ...
Laki-laki sebagai makhluk Allah SWT, seringkali hanya 'tahu' sedikit haknya. Padahal kewajiban dari padanya jauh lebih banyak & berat. Bahwa kehebatan laki-laki justru terletak pada keutamaannya dalam memperlakukan perempuan sebagai makhluk yang sangat dimuliakan Allah SWT, secara baik. Sebagaimana rasul menjawab pertanyaan salah seorang sahabat, tentang siapa yang paling dihormati di dunia ini, maka Rasul menjawab "Ya ibumu, ibumu, ibumu, baru bapakmu ..."
Maka, laki-laki sebagai imam keluarga tanpa ilmu (agama) yang ada hanyalah kerusakan di muka bumi. Perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Maka bila kau paksakan ia akan patah. Karenanya memang sudah menjadi fitrahnya seorang laki-laki itu memang melindungi, menafkahi dan menghormati perempuan. Laki-laki tanpa perempuan mau jadi apa ? Perempuan tanpa laki-laki pun akan menjadi apa ? Maka Allah pun berfirman "Kujadikan kamu sebagai makhluk yang berpasang-pasangan dari kaummu sendiri agar engkau merasa nyaman kepadanya ..."
Sebaliknya, sudah menjadi fitrahnya, perempuan adalah mahluk yang lemah lembut. Maka tidak seharusnya laki-laki meperlakukan perempuan dengan kasar, dalam kata apalagi perbuatan. Hanya laki-laki pengecut dan kerdil hatinya yang memperlakukan perempuan dengan kasar. Kekasaran laki-laki dalam memperlakukan perempuan menunjukkan kedangkalan dan kesombongan hatinya terhadap ketentuan Allah SWT ....
Anak lelaki ini memiliki seorang istri yang langsing, kecil, mungil. Namun apa yang terjadi, si anak lelaki ini memanggil istrinya pun dengan sebutan "ndut" ! Boleh jadi, ia menyebut istrinya demikian karena selama berpuluh tahun ia menyaksikan orangtuanya, ayahnya, memanggil ibunya dengan sebutan demikian. Mungkin ia berpikir bahwa sebutan yang demikia itu adalah sebutan yang wajar atau biasa-biasa saja. Sayangnya ia tidak tahu sebutan yang demikian itu sangatlah menyakitkan perasaan bukan saja bagi istrinya, bahkan juga bagi yang mendengar ....
Begitulah tanggung jawab orang tua. Tanpa mereka sadari mereka telah menjadikan anak-anaknya meniru perbuatan mereka, baik dan buruknya. Karena setiap anak itu pada dasarnya dilahirkan fitrah, putih bersih seperti secarik kertas, kedua orang tuanyalah yang menjadikan mereka seorang majusi atau muslim ....
Padahal rasulullah senantiasa memanggil istrinya dengan sebutan "Ya Khumairoh" , atau berarti "Hai si pipi kemerah-merahan." Dalam setiap nama dan sebutan adalah sebuah doa, maka sebutkanlah dengan sebaik-baiknya sebutan bagi setiap orang yang kita kasihi dan sesama umat manusia ...
Laki-laki sebagai makhluk Allah SWT, seringkali hanya 'tahu' sedikit haknya. Padahal kewajiban dari padanya jauh lebih banyak & berat. Bahwa kehebatan laki-laki justru terletak pada keutamaannya dalam memperlakukan perempuan sebagai makhluk yang sangat dimuliakan Allah SWT, secara baik. Sebagaimana rasul menjawab pertanyaan salah seorang sahabat, tentang siapa yang paling dihormati di dunia ini, maka Rasul menjawab "Ya ibumu, ibumu, ibumu, baru bapakmu ..."
Maka, laki-laki sebagai imam keluarga tanpa ilmu (agama) yang ada hanyalah kerusakan di muka bumi. Perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Maka bila kau paksakan ia akan patah. Karenanya memang sudah menjadi fitrahnya seorang laki-laki itu memang melindungi, menafkahi dan menghormati perempuan. Laki-laki tanpa perempuan mau jadi apa ? Perempuan tanpa laki-laki pun akan menjadi apa ? Maka Allah pun berfirman "Kujadikan kamu sebagai makhluk yang berpasang-pasangan dari kaummu sendiri agar engkau merasa nyaman kepadanya ..."
Sebaliknya, sudah menjadi fitrahnya, perempuan adalah mahluk yang lemah lembut. Maka tidak seharusnya laki-laki meperlakukan perempuan dengan kasar, dalam kata apalagi perbuatan. Hanya laki-laki pengecut dan kerdil hatinya yang memperlakukan perempuan dengan kasar. Kekasaran laki-laki dalam memperlakukan perempuan menunjukkan kedangkalan dan kesombongan hatinya terhadap ketentuan Allah SWT ....
Sunday, 25 July 2010
MENDADAK EKSIS !!!
Ceritanya Rabu lalu saya menghadiri sebuah konvensi bergengsi bagi kalangan profesional, cendekiawan, akademisi hingga pengamat humas gitu deh. Konvensi Nasional Humas (KNH) 2010 itu digelar di sebuah hotel berbintang yang berada persis di area jembatan Semanggi, Jakarta Selatan. perhelatan akbar itu berlangsung selama 2 (dua) hari plus 1 (satu) hari ekstra untuk berkunjung ke salah satu stasiun tv berita swasta terbesar di Indonesia.
Ada 2 (dua) hal menarik yang terjadi selama saya mengikuti perhelatan tersebut. Pertama, kebetulan pembukaan KNH 2010 berlangsung di Istana Wakil Presiden dan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Boediono. Nah, sesaat setelah beliau membuka secara resmi KNH 2010, maka kami pun berkesempatan berjabat tangan satu per satu dengan beliau. Ini dia, tiba giliran saya, tiba-tiba Wapres menegur dan bertanya kepada saya, "Dari Mana ?" Maksudnya, tentu saya berasal dari institusi mana ? Secara, sebelum menjabat sebagai Wapres beliau adalah orang nomor satu di Bank Sentral negara ini, maka jawaban saya atas pertanyaan beliau tentu ... sangat 'kebetulan' cuo ... cok dan pas banget geeetoh, menyangkut asal muasal saya. He3x ... Ga' terlalu penting sih, tapi lumayan bikin GR dah ditanya sama Wapres ....
Kedua, ini dia ... salah satu pembicara di KNH hari pertama adalah dedengkot PR yang selain punya basic kuat secara akademis juga punya jam terbang sebagai Presiden Direktur di sebuah perusahaan pertambangan besar di Indonesia selama bertahun-tahun, beliau kini juga memiliki perusahaan konsultan sendiri, Kiroyan Partner. Ya, salah satu pembicara di sana adalah Noke Kiroyan.
Kebetulan, Noke Kiroyan membahas seputar kompetensi dan SKKNI bidang kehumasan dalam presentasinya. Awalnya, beliau mengatakan bahwa betapa sulitnya mendapatkan informasi tentang SKKN Bidang Kehumasan yang sesungguhnya telah diluncurkan oleh Pemerintah sejak 2008 lalu. Namun, beliau berhasil mendapatkan sumber tulisan mengenai SKKNI Bidang Kehumasan itu dari internet meskipun bukan melaui web resmi pemerintah atau instansi yang terkait. Dan, tiba-tiba saja, dalam presentasinya itu beliau menyebutkan, membaca, menyampaikan sebuah kutipan yang beliau ambil dari sebuah blog, dan blog itu adalah blog sayaaaaaaaaaa ... ! Tak tanggung-tanggung, beliau pun menyebut alamat blog saya, http://www.firllydiahrespatie.blogspot.com/ dengan lantang, tegas, jelas dan menyatakan sikapnya : sangat setuju dengan bahasan saya mengenai 'nasib' SKKN yang tertulis dalam blog saya. Maka, saya pun mendadak eksis selama berlangsungnya Konvensi itu hingga akhir acara, karena kutipan sakti beliau ! Ha3x ....
Nah, di ujung presentasi sesinya saya pun memberanikan diri dan memanfaatkan kesempatan untuk bertanya langsung kepada sang maestro. Beliau pun terkejut dan tersenyum lebar dengan pandangan mata yang bersahabat saat mendengar saya menyebutkan nama saya sebelum mengawali pertanyaan. Kepadanya saya bertanya, kira-kira apa yang harus dilakukan untuk meng'educate para CEO agar memahami peran PR secara benar bahwa PR adalah fungsi manajemen ? Saya pun menyampaikan, seandainya seorang sekelas beliau bersama instansi terkait berkenan melakukan road show ke seluruh BUMN & instansi pemerintah untuk share knowledge dan memberikan pencerahan kepada para CEO tentang kehumasan, tentulah sepak terjang kehumasan di instansi pemerintah berpeluang untuk maju pesat. Pasalnya, sejak awal sejumlah pembicara melakukan presentasi, sebagaimana telah sering saya ungkapkan dan tulis dalam blog saya salah satu hal yang menghambat melajunya profesi kehumasan di Indonesia adalah 'lack of knowledge' (bahkan 'lack of will') justru dari para CEO-nya.
Bisa dibayangkan, orang sekelas beliau tentulah sangat menjaga sopan santun dan etika. Dan beliau menanggapi pertanyaan saya dengan normatif. Pada dasarnya bila hal itu dikehendaki bisa saja dilakukan hal semacam itu yang ditujukan kepada para CEO. Namun yang lebih banyak beliau komentari justru pujiannya atas blog saya yang katanya sangat bagus dan menarik. Beliau juga berharap semoga sejak saat ini, semakin banyak lagi yang akan membaca blog saya ! Walah dalah, saya dapat promosi gratis dari orang sehebat dia ... !!!
Maka saat sesi berakhir, saya pun tak bisa menahan diri untuk bertemu dengan sang Divo, Noke Kiroyan. Sekali lagi, dengan kematangannya dan penuh kebapakan, beliau menyambut tangan saya dan menjabatnya dengan hangat. Saya sampaikan padanya, terima kasih banyak sudah mengunjungi dan membaca blog saya. Beliau pun dengan rendah hati juga menyampaikan terima kasih karena beliau telah mendapatkan materi untuk presentasinya hari itu pun di antaranya setelah membaca blog saya. Katanya, "Yang rajin menulis ya ..." He3x ...
Saya lalu bercerita, bahwa sesungguhnya saya sudah sangat ingin bertemu beliau sejak beliau jadi pembicara di Konferensi Internasional IPRA, awal Februari 2010 lalu di Jakarta. Tapi saya tidak berkesempatan untuk menemuinya karena beliau selalu dikerubuti orang-orang hebat dan wartawan. Sekarang, saat saya berkesempatan bertemu, saya pun meminta kartu namanya. Ternyata, beliau juga meminta juga kartu nama saya. Saat saya berkilah "Bapak 'kan tidak butuh kartu nama saya?" Beliau pun dengan ramah menukas bahwa dia pun butuh kartu nama saya.
Akibat insiden mendadak eksis itu, maka 'pengakuan-pengakuan' pun mulai bermunculan. Sejumlah mahasiswa dan sarjana komunikasi yang baru lulus pun menghampiri dan menyampaikan pengakuannya bahwa mereka selama ini sudah (pernah) membaca blog saya, dan tidak menyangka akan bertemu saya di perhelatan KNH 2010 ini. Ha3x ... maka peserta yang lain pun mengomentari saya, "eksis ni yeeee" ... sementara yang lain bilang saya "bloger ni yeeeee" .... Sekali lagi kwakakakakakakakak !
Maka saat saya bebersih diri di rest room pun, tiba-tiba teman-teman jadi ramah menghampiri dan mengajak ngobrol. Maka saat acara makan malam teman-teman satu meja pun tak kalah ramah. Bahkan adik-adik mahasiswa dari meja seberang pun pindah. Keesokan hari pun, teman-teman baru yang semula tidak kenal kini jadi akrab. Ha3x ... Tapi percayalah, mengacuhkan atau tidak mengacuhkan saya, mereka semua tetap akan saya hormati sebagai teman-teman yang menyenangkan ....
Merasa senang karena 'eksis' pada dasarnya manusiawi dan hal biasa, itung-itung itu bonus. Tapi yang lebih membuat saya senang adalah bahwa saya merasa bersyukur catatan-catatan saya dapat bermanfaat dan dibaca oleh orang lain. Itu saja ! Apalagi kalau hasil kerja kita bermanfaat bagi orang lain yang menurut pandangan kita dan kebanyakan orang adalah sosok yang hebat ! Wajar 'kan ? Karena sebagai khafilah di bumi, pada dasarnya pada setiap diri manusia itu adalah seorang pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hari akhir. Artinya, sebagai manusia hendaknya kita tidak menjadi makhluk sia-sia. Maka sampaikanlah barang satu ayat yang bermanfaat bagi orang lain ....
Ada 2 (dua) hal menarik yang terjadi selama saya mengikuti perhelatan tersebut. Pertama, kebetulan pembukaan KNH 2010 berlangsung di Istana Wakil Presiden dan dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Boediono. Nah, sesaat setelah beliau membuka secara resmi KNH 2010, maka kami pun berkesempatan berjabat tangan satu per satu dengan beliau. Ini dia, tiba giliran saya, tiba-tiba Wapres menegur dan bertanya kepada saya, "Dari Mana ?" Maksudnya, tentu saya berasal dari institusi mana ? Secara, sebelum menjabat sebagai Wapres beliau adalah orang nomor satu di Bank Sentral negara ini, maka jawaban saya atas pertanyaan beliau tentu ... sangat 'kebetulan' cuo ... cok dan pas banget geeetoh, menyangkut asal muasal saya. He3x ... Ga' terlalu penting sih, tapi lumayan bikin GR dah ditanya sama Wapres ....
Kedua, ini dia ... salah satu pembicara di KNH hari pertama adalah dedengkot PR yang selain punya basic kuat secara akademis juga punya jam terbang sebagai Presiden Direktur di sebuah perusahaan pertambangan besar di Indonesia selama bertahun-tahun, beliau kini juga memiliki perusahaan konsultan sendiri, Kiroyan Partner. Ya, salah satu pembicara di sana adalah Noke Kiroyan.
Kebetulan, Noke Kiroyan membahas seputar kompetensi dan SKKNI bidang kehumasan dalam presentasinya. Awalnya, beliau mengatakan bahwa betapa sulitnya mendapatkan informasi tentang SKKN Bidang Kehumasan yang sesungguhnya telah diluncurkan oleh Pemerintah sejak 2008 lalu. Namun, beliau berhasil mendapatkan sumber tulisan mengenai SKKNI Bidang Kehumasan itu dari internet meskipun bukan melaui web resmi pemerintah atau instansi yang terkait. Dan, tiba-tiba saja, dalam presentasinya itu beliau menyebutkan, membaca, menyampaikan sebuah kutipan yang beliau ambil dari sebuah blog, dan blog itu adalah blog sayaaaaaaaaaa ... ! Tak tanggung-tanggung, beliau pun menyebut alamat blog saya, http://www.firllydiahrespatie.blogspot.com/ dengan lantang, tegas, jelas dan menyatakan sikapnya : sangat setuju dengan bahasan saya mengenai 'nasib' SKKN yang tertulis dalam blog saya. Maka, saya pun mendadak eksis selama berlangsungnya Konvensi itu hingga akhir acara, karena kutipan sakti beliau ! Ha3x ....
Nah, di ujung presentasi sesinya saya pun memberanikan diri dan memanfaatkan kesempatan untuk bertanya langsung kepada sang maestro. Beliau pun terkejut dan tersenyum lebar dengan pandangan mata yang bersahabat saat mendengar saya menyebutkan nama saya sebelum mengawali pertanyaan. Kepadanya saya bertanya, kira-kira apa yang harus dilakukan untuk meng'educate para CEO agar memahami peran PR secara benar bahwa PR adalah fungsi manajemen ? Saya pun menyampaikan, seandainya seorang sekelas beliau bersama instansi terkait berkenan melakukan road show ke seluruh BUMN & instansi pemerintah untuk share knowledge dan memberikan pencerahan kepada para CEO tentang kehumasan, tentulah sepak terjang kehumasan di instansi pemerintah berpeluang untuk maju pesat. Pasalnya, sejak awal sejumlah pembicara melakukan presentasi, sebagaimana telah sering saya ungkapkan dan tulis dalam blog saya salah satu hal yang menghambat melajunya profesi kehumasan di Indonesia adalah 'lack of knowledge' (bahkan 'lack of will') justru dari para CEO-nya.
Bisa dibayangkan, orang sekelas beliau tentulah sangat menjaga sopan santun dan etika. Dan beliau menanggapi pertanyaan saya dengan normatif. Pada dasarnya bila hal itu dikehendaki bisa saja dilakukan hal semacam itu yang ditujukan kepada para CEO. Namun yang lebih banyak beliau komentari justru pujiannya atas blog saya yang katanya sangat bagus dan menarik. Beliau juga berharap semoga sejak saat ini, semakin banyak lagi yang akan membaca blog saya ! Walah dalah, saya dapat promosi gratis dari orang sehebat dia ... !!!
Maka saat sesi berakhir, saya pun tak bisa menahan diri untuk bertemu dengan sang Divo, Noke Kiroyan. Sekali lagi, dengan kematangannya dan penuh kebapakan, beliau menyambut tangan saya dan menjabatnya dengan hangat. Saya sampaikan padanya, terima kasih banyak sudah mengunjungi dan membaca blog saya. Beliau pun dengan rendah hati juga menyampaikan terima kasih karena beliau telah mendapatkan materi untuk presentasinya hari itu pun di antaranya setelah membaca blog saya. Katanya, "Yang rajin menulis ya ..." He3x ...
Saya lalu bercerita, bahwa sesungguhnya saya sudah sangat ingin bertemu beliau sejak beliau jadi pembicara di Konferensi Internasional IPRA, awal Februari 2010 lalu di Jakarta. Tapi saya tidak berkesempatan untuk menemuinya karena beliau selalu dikerubuti orang-orang hebat dan wartawan. Sekarang, saat saya berkesempatan bertemu, saya pun meminta kartu namanya. Ternyata, beliau juga meminta juga kartu nama saya. Saat saya berkilah "Bapak 'kan tidak butuh kartu nama saya?" Beliau pun dengan ramah menukas bahwa dia pun butuh kartu nama saya.
Akibat insiden mendadak eksis itu, maka 'pengakuan-pengakuan' pun mulai bermunculan. Sejumlah mahasiswa dan sarjana komunikasi yang baru lulus pun menghampiri dan menyampaikan pengakuannya bahwa mereka selama ini sudah (pernah) membaca blog saya, dan tidak menyangka akan bertemu saya di perhelatan KNH 2010 ini. Ha3x ... maka peserta yang lain pun mengomentari saya, "eksis ni yeeee" ... sementara yang lain bilang saya "bloger ni yeeeee" .... Sekali lagi kwakakakakakakakak !
Maka saat saya bebersih diri di rest room pun, tiba-tiba teman-teman jadi ramah menghampiri dan mengajak ngobrol. Maka saat acara makan malam teman-teman satu meja pun tak kalah ramah. Bahkan adik-adik mahasiswa dari meja seberang pun pindah. Keesokan hari pun, teman-teman baru yang semula tidak kenal kini jadi akrab. Ha3x ... Tapi percayalah, mengacuhkan atau tidak mengacuhkan saya, mereka semua tetap akan saya hormati sebagai teman-teman yang menyenangkan ....
Merasa senang karena 'eksis' pada dasarnya manusiawi dan hal biasa, itung-itung itu bonus. Tapi yang lebih membuat saya senang adalah bahwa saya merasa bersyukur catatan-catatan saya dapat bermanfaat dan dibaca oleh orang lain. Itu saja ! Apalagi kalau hasil kerja kita bermanfaat bagi orang lain yang menurut pandangan kita dan kebanyakan orang adalah sosok yang hebat ! Wajar 'kan ? Karena sebagai khafilah di bumi, pada dasarnya pada setiap diri manusia itu adalah seorang pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hari akhir. Artinya, sebagai manusia hendaknya kita tidak menjadi makhluk sia-sia. Maka sampaikanlah barang satu ayat yang bermanfaat bagi orang lain ....
Subscribe to:
Posts (Atom)