Friday 22 May 2009

MENGAJAR

Pada sebuah lokakarya mengenai PR di Jakarta hampir lima tahun lalu, saya bertemu Prof. Alwi Dahlan, dosen saya. Dalam sebuah pembicaraan yang cukup seru, beliau pun menyarankan agar saya sebaiknya mengajar saja. Beliau menyarankan hal demikian, karena beliau menilai saya 'sangat' terobsesi mungkin dengan hal-hal ideal kehumasan di dalam dunia kerja. Menurutnya, bila saya terus-menerus berorientasi dengan hal itu, akan sulit karena dalam dunia kerja akan banyak sekali hal yang mempengaruhi optimalisasi kinerja humas. Maka sebagai jalan keluarnya, beliau menyarankan kepada saya sebaiknya saya mengajar saja. Ha3x ... !

Di sisi yang lain, seorang kawan di kantor begitu "trauma" belajar kepada saya, karena saya sangat galak saat mengajari dan membantunya menyusun skripsi kehumasannya. Teman yang lain bahkan me'wanti-wanti' dirinya agar jangan sampai anaknya kelak kuliah di mana saya yang menjadi dosennya. Padahal, saat itu hingga saat ini anaknya belum genap lima tahun, dan saya pun baru mulai mengajar bulan ini belum juga genap satu bulan ! Jadi, betapa buruknya anggapan teman-teman saya membayangkan bilamana saya menjadi seorang guru ! Wuakakakak ... !

Saat tawaran mengajar itu datang, saya pun sempat dibuat gamang. Tapi kali ini bukan soal hal yang dikhawatirkan teman-teman tentang kegalakan saya. Persoalannya, saya merasa lebih sebagai orang rumahan yang pulang kantor lebih suka berdiam di rumah beristirahat di atas kasur sambil megangin remote control tv hingga tertidur ....

Namun, akhirnya pertengahan bulan ini pun saya memulai petualangan saya sebagai seorang pengajar. Tanpa harapan apa-apa yang muluk-muluk, hanya ingin tahu dan menjajal kemampuan diri sendiri saja. Apakah saya sanggup bekerja lagi di malam hari setelah seharian sudah bekerja kantoran ? Hasilnya, sampai sejauh ini alhamdulillah masih bisa teratasi walau tetap saja ... lelahnya bukan main.
Tapi, bukan berarti saya tidak serius dengan kesibukan baru sebagai pengajar. Bagi saya, mengajar adalah pekerjaan yang harus dilakukan sepenuh hati, (bukankah semua pekerjaan juga seharusnya begitu ?). Entahlah, tapi saya merasa profesi seorang guru adalah profesi yang berbeda dengan ratusan profesi lainnya yang ada di muka bumi.
"Guru" dalam bahasa jawa merupakan akronim "digugu lan ditiru" artinya didengarkan dan diikuti. Artinya, konsekuensi logisnya seorang guru ibarat makhluk yang tidak boleh ada cela alias sempurna, karena polah tingkahnya akan ditiru oleh anak didiknya. ITulah sebabnya pepatah mengatakan "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari." Jadi, bila gurunya tidak mempunyai integritas yang baik, maka anak didiknya akan berpeluang bertingkah laku lebih buruk lagi.
Saya sangat terkesan dengan budi baik salah seorang guru semasa SMP yang memotivasi saya agar mampu berbahasa inggris dengan baik dan meraih nilai yang memuaskan dalam ujian, karena saat pra semester nilai saya 4 ! Seorang guru matematika pun mati-matian memotivasi saya agar mampu mengalahkan matematika bak seroang jagoan. Hasilnya di kedua pelajaran itu, saya meraih nilai delapan lebih dalam ujian nasional !
Karena itulah, hingga saat ini saya masih teringat nama dan menghormati guru-guru saya, termasuk guru-guru dan kepala sekolah semasa taman kanak-kanak. Kini, saat saya berkesempatan melakukan hal yang juga dilakukan oleh guru-guru saya yaitu mengajar, saya ingin belajar bersama anak didik saya, bukan mengajari karena saya merasa masih jauh dari layak untuk menjadi guru yang sebenarnya ....

No comments: